Kiprah Anak Bangsa yang Bersinar di Model of United Nations

Kiprah Anak Bangsa yang Bersinar di Model of United Nations
info gambar utama

Adalah suatu kondisi yang sulit ketika kita ditinggal oleh orangtua, banyak anak yang malah menjadi rusak dan nakal karena tidak kuat menghadapi kenyataan bahwa orang tua yang mendukungnya telah tiada. Asep Suryana, seorang lulusan Valedictorian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012 yang membuktikan kepada masyarakat bahwa anak tanpa orang tua tetap bisa berprestasi. MUN (Model United Nations) adalah dunia yang dipilih Asep untuk berprestasi dan dari dunia ini ia telah menorehkan prestasi baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Model of United Nations (MUN) atau simulasi sidang PBB adalah pendidikan simulasi dan juga kompetisi akademik yang menerapkan tata cara sidang PBB asli. Dalam simulasi ini peserta akan melakukan diplomasi dengan menjadi perwakilan suatu negara seperti Amerika, Canada, Indonesia dan lain sebagainya.

MUN menyatukan beberapa hal penting yakni riset, public speaking, negosiasi dan diplomasi serta kemampuan memimpin jalannya sidang. MUN terbagi menjadi beberapa council yang mana setiap council memiliki peranan dan isu penting yang dibahas, yakni Legal Council, General Assembly, International Court of Justice, SOCHUM (Social, Cultural, and Humanitarian Committee) dan masih banyak lainnya.

Awal Tertarik di MUN

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Asep pada awalnya tertarik ikut MUN karena iseng saja ingin mendalami seperti apa sidang di PBB berlangsung, namun ketertarikannya semakin kuat ketika ia mendapat award di tahun 2014 bersama seniornya, di sebuah MUN di Surabaya. Menurut dia MUN menjadi menarik karna dengan berkecimpung di MUN kita dapat mengasah beragam keterampilan dalam satu wadah yang komprehensif. Untuk menjadi delegasi yang baik di MUN, seseorang harus memiliki kemampuan public speaking, diplomasi, riset dan writing yang baik yang diaplikasikan pada proses simulasi sidang ini.

Kemampuan kepemimpinan menurut Asep adalah faktor penting yang diasah karena setiap delegasi harus mampu mengatur jalannya perdebatan yang mengarah kepada solusi yang komprehensif dan solid. Itulah mengapa pria kelahiran 28 Agustus 1995 ini memiliki passion dibidang ini

Prestasi di dalam dan luar negeri Asep Suryana

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Asep memiliki segudang prestasi di MUN baik dalam negerii maupun luar negeri. Dari dalam negeri dia pernah meraih penghargaan Best Speaker di Diplomatic Course, General Assembly Univeritas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) 2013. Dari sini lah kemudian Asep mencoba peruntungan lain dengan mengikuti kompetisi ini di Surabaya, yakni di Youth Model United Nations, Universitas Airlangga pada tahun 2014 bersama beberapa delegasi dari UMY.

Di ajang ini Asep berhasil meraih penghargaan lagi sebagai Honorable Mention Delegates bersama salah satu seniornya yang kala itu juga mengikuti event yang sama. Penghargaan yang diterima Asep di event ini telah membuat ketertarikannya pada MUN semakin menjadi-jadi. Di tahun berikutnya pemuda lulusan UMY ini kembali mendapatkan penghargaan sebagai Best Position Paper di Jogja International Model United Nations (JOINMUN), Yogyakarta. Pada tahun 2015 dan 2016 Asep menorekan prestasi kembali dengan menjadi Best Delegate of Brawijaya Model United Nations, Most Outstanding Delegate of Diponegoro Model United Nations dan Best Delegate of Airlangga Youth Model United Nations.

Prestasinya di luar negeri diawali dengan keluar sebagai Winner of Social Venture Challenge (SVC) di ajang Harvarld World MUN di tahun 2015, berkompetisi dengan mahasiswa di seluruh dunia. Di tahun yang sama pria yang sering menyebut dirinya “gembel internasional” ini juga mendapat predikat sebagai Outstanding presenter di 4th SEARCH Conference di Taylor’s University, Malaysia. Integritasnya dalam perlombaan MUN pun ia jaga dengan mendapatkan 2 award yakni, Honorable Mention Delegate di Asia-Pacific MUN (AMUNC), Malaysia pada tahun 2016 dan juga MUN Planet City Malvericks Honor, Belgrade Serbia. Tak hanya itu, segala pencapaian Asep ternyata membuat pihak National University of Sciences and Technology (NUST) di Islamabad mengundangnya sebagai Chair di NUST 2017 nanti.

Tantangan MUN di luar negeri

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Menurut Asep yang telah memiliki pengalaman menjalani simulasi sidang PBB ini didalam negeri dan luar negeri, dirinya merasa perbedaan MUN didalam negeri dan luar negeri adalah komposisi perserta delegasi nya.

“Kalau di Indonesia biasanya mayoritas orang Indonesia, nah kalau di luar negeri dari berbagai macam negara, jadi kulturnya berbeda-beda pula,” ujarnya kepada tim GNFI.

Menurutnya MUN di luar negeri biasanya menjadi lebih dinamis karena beragam kultur dan perspektif yang dibawa dari negara nya masing-masing sehingga menghasilkan irisan kepentingan dan debat yang berkelanjutan. Namun, dia beranggapan hal itu juga tergantung dari pembawaan individu tiap peserta, bisa jadi MUN tidak begitu dinamis jika setiap individu nya tidak memiliki penghayatan akan perannya di MUN.

Hal paling menantang yang pernah dialaminya adalah ketika di Asia-Pacific MUN Conference, ketika itu dirinya harus berdipomasi dengan para delegasi yang berasal dari Australia. Peserta dari Australia waktu itu memiliki sifat yang ingin mendominasi atau dipeserta MUN dikenal dengan kata “ambis”. Peserta dari Ausralia yang ambis ini kurang kooperatif dan selalu membantah ide-ide nya.

“Di AMUNC waktu itu jumlah delegasi di forum saya tidak besar, akan tetapi para delegasi dari Australia tidak mau berkompromi dan membantah ide-ide dari delegasi yang lain sedangkan selama satu minggu terdapat dua topic utama yang harus diselesaikan,” ungkapnya.

Hal yang dilakukan pemuda berprestasi Nasional Kemenristek Dikti ini adalah dengan mengalihkan fokus ke peserta lain agar kepentingan delegasi yang lain dapat diakomodir dengan baik Karen pada akhir sidang simulasi ini, ia harus membuat draft resolusi yang harus dipresentasikan dan di voting. Pada akhirya peserta delegasi mempercayakan Asep sebagai pemegang kunci resolusi, maka tak heran ia dinilai pantas untuk mendapatkan award sebagai Honorable Mention Delegate.

Bukan untuk mencari penghargaan

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Asep Suryana mengaku bahwa penghargaan bukanlah tujuan utamanya. Dirinya hanya merefleksikan MUN sebagaimana makna dari MUN itu sendiri yakni sebagai pembelajaran bagaimana sidang di PBB berlangsung. Dengan begitu, penghayatan dan kepercayaan bahwa dirinya adalah seorang diplomat yang harus mengakomodasi banyak kepentingan akan tumbuh. MUN baginya memiliki fokus untuk bersama-sama memecahkan masalah dalam skala global dengan resolusi yang inklusif dan komprehensif sehingga pada akhirnya solusi terbaik dan mewakili negara-negara delegasi pun dapat tercipta.

“Jadi ketimbang memikirkan ambisi untuk mendapatkan award, saya lebih suka memikirkan kontribusi dengan menyatukan kepentingan dari semua delegasi,” kata Asep.

Dibalik prestasinya ternyata terdapat kisah yang cukup menggugah hati. Asep Suryana adalah pemuda yang telah ditinggal orang tuanya terlebih dahulu. Ia kini hanya memiliki satu kakak, namun hal ini tidak lantas membuatnya menjadi anak yang nakal dan tidak terkendali seperti stereotype yang ada.

Ketika orang tuanya meninggal, Asep dan kakaknya, Novian Indra Kusuma sempat dirundung kesedihan yang mendalam. Namun hal ini tidak lantas membuatnya menyerah dalam menjalani hidup karena banyak pihak yang telah mendukungnya dari masa itu hingga sekarang yang kini menjadi support system-nya.

“Saya tidak bisa menyebutkan pihak-pihak yang telah memberikan dukungan selama ini kepada saya, supporting system tersebut yang telah menjadi sumber motivasi eksternal saya selama ini dan sejauh ini. Terima kasih telah mewujudkan beragam impian yang dulunya selalu saya anggap tidak mungkin bisa saya capai dulu," cerita Asep.

Dengan ketiadaan orang tuanya, Asep ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa stigma ketika seseorang tanpa orang tua tidak punya masa depan itu salah. Ia mengaku ingin menjadi simbol perjuangan bahwa yang dibutuhkan orang yang kehilangan orang tua bukan belas kasihan, tapi dorongan. Ia ingin bercerita kepada orang yang senasib dengannya bahwa masa depan itu selalu ada, kita hanya harus tetap berusaha tanpa mengenal lelah. Kita perlu memotivasi diri kita sendiri, karena hidup kita hanya kita lah yang menentukan.

*GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini