Dua Perempuan Indonesia Pendaki Puncak Antartika Pertama Siap Kembali Ke Tanah Air

Dua Perempuan Indonesia Pendaki Puncak Antartika Pertama Siap Kembali Ke Tanah Air
info gambar utama

Keberhasilan dua anak bangsa Indonesia Mathilda Dwi Lestari (23) dan rekannya Fransisca Dimitri Inkiriwang (23) menjejakkan kaki di gunung Vinson Massif di Kutub Selatan pada menjadi kabar gembira di Nusantara. Sebab keduanya telah menulis sejarah baru bagi Republik Indonesia sekaligus berhasil menempatkan angklung sebagai alat musik pertama asli Indonesia di puncak benua es. Keduanya yang tergabung dalam tim WISSEMU (The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala UNPAR) dikabarkan akan segera kembali ke tanah air pada 23 Januari 2017 mendatang usai bertemu dengan Duta Besar RI untuk Chile, Philemon Arobaya.

Sebagaimana rilis yang diterima GNFI, misi pendakian spektakuler tersebut memakan waktu kurang lebih 9 hari dengan titik Vinson Basecamp sebagai awalan. Hingga akhirnya berhasil melakukan pemuncakan atau summit attempt pada 4 Januari pukul 23.48 CLST (jam menggunakan waktu lokal kota Santiago, Chile) atau 5 Januari 09.48 WIB.

Tantangan yang dihadapi tim pendakian pun tidak mudah sebab kedua srikandi harus melalui cuaca dingin yang sangat ekstrim di wilayah kutub. Meski saat ini masih dalam masa musim panas, suhu udara masih berada pada titik -30 derajat Celcius. Tidak hanya itu, badai salju pun sempat menerjang mereka. Namun tantangan tersebut dapat dihadapi dan Merah Putih akhirnya dapat berkibar di Vinson Massif.

“Keberhasilan mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi Antartica merupakan persembahan bagi persatuan Bangsa Indonesia," seru Mathilda saat memuncak dan menghubungi tim.

Humas WISSEMU, Nadya A Pattiasina mengungkapkan bahwa keberhasilan ini merupakan bagian dari misi Seven Summits yang dilakukan oleh Mahitala UNPAR dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sebelum Vinson Massif di benua Antartika, empat puncak tertinggi di empat lempeng benua juga telah ditaklukkan. Yakni Kosciouszko di benua Australia, Puncak Jaya di benua Australasia, Kilimanjaro di benua Afrika, dan Aconcagua di Amerika Selatan.

"Seven summits adalah salah satu sirkuit pendakian gunung yang sangat menantang yang tentunya diimpikan oleh hampir semua pendaki di dunia. Sebab Apabila pendaki sudah selesai melakukan sirkuit pendakian 7 puncak tersebut, maka nama pendaki dan asal Negara akan tercatat pada semacam “Hall of Fame” the seven summiters," jelas Nadya pada GNFI.

Merah Putih berkibar di Puncak Vinson Massif, Antartika (Foto: WISSEMU UNPAR)
info gambar

Untuk menaklukkan tujuh puncak tertinggi tersebut, persiapan yang dilakukan sangat ketat. Dalam melatih ketahanan (endurance) Mathilda dan Francisca harus melakukan marathon sejauh 5-18 km beberapa bulan sebelum misi. Bahkan terdapat latihan mental yang dilakukan dengan yoga maupun konseling. Latihan serupa juga akan dilakukan untuk persiapan dua puncak terakhir, Denali di Alaska dan Everest di Nepal.

"Tim harus berlatih dan mengatur strategi di dua puncak terakhir. Sebab Denali memiliki cuaca yang sangat mudah berubah-ubah, menyebabkan banyaknya crevasse (retakan es) yang sangat berbahaya. Kemudian Everest adalah Gunung tertinggi diantara tujuh rangkaian gunung ini, bahkan di dunia. Sehingga tantangannya tentu oksigen yang lebih tipis dan suhu yang tidak kalah ekstrem dengan Vinson," jelas Nadya.

Saat disinggung terkait soal angklung, Nadya mengungkapkan bahwa alat musik khas Bumi Parahyangan tersebut merupakan warisan dunia yang tidak sulit untuk dibawa memuncak, sehinga dipilih sebagai ikon misi ini. "Angklung tersebut digunakan untuk mengiri pengibaran bendera merah putih di setiap puncaknya, untuk menemani suasana sunyi yang mengelilingi bersama dengan berkibarnya bendera Merah Putih," tambahnya.

"Ini adalah bentuk persembahan dari Mahitala Unpar untuk persatuan Bangsa Indonesia dan untuk seluruh perempuan Indonesia agar selalu berani bermimpi setinggi-tingginya," tutup alumnus Unpar tersebut.

Sebagai informasi, sejatinya Indonesia telah memiliki beberapa anak bangsa yang telah menjadi seven summiters dan semuanya adalah laki-laki. Mereka adalah Sofyan Arief Fesa, Xaverius Frans, Broery Andrew Sihombing dan Janatan Ginting dari Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala UNPAR dan Iwan Irawan, Martin Rimbawan, Fadjri Al Lufhfi dan Nurhuda dari Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Wanadri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini