Pelabuhan Perikanan Muncar, Ladang Emas yang Belum Digali

Pelabuhan Perikanan Muncar, Ladang Emas yang Belum Digali
info gambar utama

Bagi sebagian orang mungkin nama Muncar masih terdengar asing ditelinga. Namanya mungkin masih kalah gaungnya dengan Bagansiapiapi, yang sejak jaman penjajahan Belanda termasuk dalam wilayah Afdeeling Bengkalis dan merupakan sebuah kota yang memiliki pelabuhan terbesar. Pelabuhan Bagansiapi-api ini menjadi pusat perniagaan bagi saudagar dari berbagai penjuru dunia dan merupakan pelabuhan perikanan terbesar didunia pada waktu itu.

Namun itu dulu, kini Muncar berkembang pesat menjadi daerah penghasil ikan terbesar di Indonesia. Buktinya, di wilayah sekitar muncar kini menjamur industri pengolahan ikan yang bukan hanya berasal dari Indonesia saja namun juga investor asing. Ya begitulah faktanya, Muncar ibarat Ladang Emas dengan sumber daya ikan yang luar biasa jumlahnya.

Deretan kapal yang biasanya digunakan oleh nelayan di Muncar
info gambar

Dibalik suksesnya Muncar menjadi pusat penghasil ikan, terselip sebuah rasa ironi. Bagaimana tidak dengan label penghasil ikan terbesar di Indonesia, fasilitas penunjang pelabuhan masih jauh dari kata baik. Menurut Sugiyanto, Ketua Paguyuban Nelayan Muncar, sebagai wilayah dengan hasil perikanan yang banyak, seharusnya sudah diikuti dengan peningkatan fasilitas di bidang pengolahan perikanan yang baik. “Banyak tangkapan ikan yang seharusnya berdaya jual mahal, karena dengan tidak adanya fasilitas pendingin atau cold storage menyebabkan ikan tersebut hanya diasinkan. Ya harganya jelas jauh merosot,” terang Sugiyanto, pria dulunya berprofesi sebagai nelayan.

Sebenarnya nelayan tidak tinggal diam meyikapi permasalahan tidak adanya pendingin tersebut, mengawetkan ikan menggunakan es balok menjadi solusinya. Namun hal tersebut tidak mutlak menyelesaikan permasalahan, penggunaan es balok untuk mendinginkan ikan tidak bisa lama seperti halnya menggunakan mesin pendingin atau cold storage.

Berantas illegal fishing, kesampingkan Port Fishing?

Komitmen pemerintahan era Joko Widodo untuk membangun poros kemaritiman tentu tidak diragukan lagi. Melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Susi Pujiastuti, memberikan secercah harapan bagi negara ini untuk bangkit dan menunjukkan tajinya sebagai negara maritim terbesar. Harapan muncul ketika pemberantasan illegal fishing oleh nelayan asing getol dilakukan oleh pemerintah. Tak main-main, tercatat hingga bulan Februari 2016 sudah 151 kapal nelayan asing ditenggelamkan oleh Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan illegal fishing yang dikenal dengan Satgas 155 yang melibatkan berbagai kementerian dan instansi terkait lainnya. Tujuan utama dari Satgas 115 adalah mempertahankan dan menjaga sumber daya perikanan untuk ketahanan pangan Negara Indonesia.

Tentu komitmen inilah yang dinantikan oleh para nelayan, khususnya nelayan tradisional seperti nelayan yang ada di Muncar. Maraknya illegal fishing oleh negara lain sama seperti merenggut rejeki nelayan Indonesia. Ikan yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di curi habis-habisan oleh bangsa lain, ini mungkin bentuk lain penjajahan era sekarang. “Seharusnya pelanggaran seperti illegal fishing memang harus ditindak tegas. Penenggelaman kapal sebagai upaya memberi efek jera, jangan sampai bangsa ini terus di eksploitasi asing,” ujar Umar salah satu nelayan yang sudah lama mengais rejeki di Muncar.

Upaya yang saat ini dilakukan pemerintah saat ini juga bisa dibilang akan sia-sia jika hasil laut nelayan melimpah dengan minimnya illegal fishing, namun hasil laut tersebut masih belum maksimal dikelola. Jelas hal tersebut merupakan masalah yang nantinya akan timbul apabila pemerintah lambat dalam menyikapi masalah minimnya fasilitas pelabuhan ikan di Indonesia.

Jika mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006 tentang pelabuhan perikanan, disebutkan bahwa Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh atau bongkar-muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra- dan antarmoda transportasi. Berdasar peraturan tersebut, apakah Muncar masih layak disebut sebagai pelabuhan ikan apabila hingga kini fasilitas yang ada sangat minim.

Jangankan untuk fasilitas pengelolaan ikan, jalan becek dan berlubang masih banyak dijumpai disekitar pelabuhan Muncar. Pembangunan infrastruktur yang belum optimal membuat kawasan ini sulit berkembang. Padahal, potensi perikanan dan pariwisata yang terdapat di balik citra negatif itu bagaikan permata yang belum terasah. “Ya kondisi disini memang tidak jauh berubah, walaupun dari segi kunjungan ke pelabuhan Muncar naik secara signifikan sejak sering digelarnya berbagai festival budaya disini,” terang Umar. Walaupun begitu, menurut Umar, tidak ada pengaruh secara langsung terhadap pendapatan para nelayan di Muncar, karena para nelayan tetap bergantung pada tangkapan ikan yang didapat setiap harinya.

Impikan pelabuhan ikan modern

Di berbagai wilayah di Eropa, kawasan pelabuhan umumnya merupakan kawasan yang maju. Jika berkiblat pelabuhan ikan yang ada di Eropa, tentu banyak pelajaran yang bisa dipetik oleh pemerintah guna mewujudkan cita-cita membangun poros maritim dunia. Sebagai contoh, salah satu pelabuhan ikan modern ada di Scheveningen, Belanda.

Salah satu pelabuhan modern dengan berbagai pusat bisnis modern skala internasional ini memiliki tempat pelelangan ikan, pasar ikan beku dengan yang didukung cold storage skala besar dan modern, serta pasar ikan segar untuk semua restoran di Den Haag. Industri pengolahan ikan yang berinteraksi langsung dengan pedagang pasar lokal dan pelaku pasar ekspor juga dibangun di sini. Ditambah dengan pemandangan pantai Laut Utara yang berpasir putih menjadikan Scheveningen sebagai salah satu tempat tujuan wisata di Den Haag dan Belanda umumnya. Hotel bintang lima dan resor modern tumbuh di sini.

Bayangkan saja apabila konsep pelabuhan modern yang ada di Belanda tersebut bisa diterapkan di berbagai wilayah Indonesia yang luas wilayah perairannya lebih luas ketimbang luas daratannya. Mungkin masih banyak pekerjaan rumah untuk para pemimpin negeri ini dalam memaksimalkan potensi alam di bidang kelautan dan perikanan.

Scheveningen juga memperlihatkan pengelolaan atau manajemen yang modern dan terintegrasi. Suatu wilayah minapolitan yang hendak diwujudkan di Indonesia tanpa memiliki sistem pengelolaan yang baik, terpadu dan modern sangat sulit. Tentu juga perlu sumber daya manusia yang terlatih,terampil, dan professional. Mengembalikan kembali kejayaan negara ini melalui sektor kelautan dan perikanan yang kaya namun belum juga di kelola secara serius.

Artikel ini diikutkan dalam Kompetisi Menulis Kabar Baik GNFI #2



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini