Wayang Bambu, Harta yang Pernah Hilang

Wayang Bambu, Harta yang Pernah Hilang
info gambar utama

Pernahkah kawan GNFI melihat wayang kulit atau wayang golek? Tentu saja sudah tak asing lagi bagi kalian. Namun wayang khas dari Kota Hujan ini nampak sedikit berbeda dari jenis wayang kebanyakan.

Gerakannya lincah, badannya naik turun dan tangannya menari-nari mengikuti irama musik karawitan Sunda. Wayang Bambu, begitulah sebutannya.

Wayang khas dari kampung Cijahe, Bogor ini termasuk salah satu jenis kesenian yang langka. Pasalnya sudah jarang dijumpai masyarakat yang mengembangkannya. Namun di tangan seorang seniman Drajat Iskandar, kesenian wayang bambu muncul kembali.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Wayang biasanya terbuat dari bahan kulit atau kayu. Oleh pria yang akrab disapa Ki Drajat ini, wayang diciptakannya dengan berbahan dasar dari bambu. Beliau merupakan seorang dalang sekaligus pengrajin wayang bambu. Lewat tangan terampilnya, bambu disulap dan dibentuk sedemikian rupa menghasilkan karakter-karakter wayang yang unik.

Cara Membuat

Wayang bambu jika dilihat sepintas hampir mirip dengan wayang golek dari Jawa Barat. Namun yang membedakan adalah media pembuatan wayang dari bambu dan tokoh wayang yang tidak sama dengan tokoh Mahabharata.

Untuk membuat wayang bambu tidak sembarangan dan cukup rumit. Bambu yang dipilih untuk membuat wayang berasal dari ati bambu, yaitu batang bambu bagian dalam. Sejenis bambu tali ini dipilih karena memiliki sifat lentur dan mudah dibentuk.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Kemudian bambu dianyam dan dibentuk sesuai karakter. Pada proses ini cukup rumit karena dalam menjalin bilah-bilah bambu dibutuhkan ketelitian dan keuletan.

Selanjutnya pemberian warna dan pernak-pernik supaya terlihat indah dan menarik. Wayang juga diberikan kain penutup pada kaki supaya terlihat lebih perkasa.

Beraneka ragam wayang bambu ada yang berukuran besar, sedang dan kecil. Cara mengemasnya juga unik dan merarik, ada yang ditaruh di dalam kotak kaca dan botol beling.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Pernah Hilang

Sebetulnya wayang bambu ini sering dipertunjukkan pada zaman dahulu. Namun kesenian tradisional ini pernah menghilang dan nyaris punah. Padahal kesenian wayang bambu merupakan salah satu harta budaya Indonesia yang paling berharga.

Untungnya pada 2004, Ki Drajat membuat wayang bambu kembali di daerah tempat tinggalnya. Lantas berbagai pertunjukan sering ia gelar untuk berbagai acara seperti pernikahan maupun khitanan.

Pertunjukan wayang bambu sendiri sebenarnya hampir mirip dengan wayang golek. Panggungnya menggunakan gedebog pisang dan di setiap pertunjukannyadiiringi dengan musik karawitan Sunda.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Berbeda dengan kesenian wayang yang biasanya mengangkat cerita Mahabharata atau Ramayana, uniknya cerita dalam pertunjukan wayang bambunya oleh Ki Drajat dibuatnya sendiri. Dimana ceritanya mengangkat kisah kehidupan sehari-hari yang sedang ramai dibicarakan masyarakat.

Uniknya lagi, penggunaan bahasa sunda Bogor ia pilih untuk berkomunikasi dalam pertunjukan wayang bambunya. Menurutnya hal ini menjadi salah satu upaya untuk melestarikan bahasa daerahnya.

Ternyata wayang bambu oleh Ki Drajat tidak hanya dibuat sebagai pertunjukan saja, namun wayang bambu dari Kampung Cijahe, Bogor ini telah dipasarkan hingga menembus pasar Eropa.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Tak heran hasil yang rumit menjadikan hasil karya seni wayang bambu ini banyak diekspor dan diminati pasar di Jepang, Australia, China dan Jerman sebagai cenderamata.

Hebat ya, ternyata wayang bambu sudah dikenal di luar negeri. Sebagai orang Indonesia kita patut berbangga dan terus menjaga kearifan lokal yang dimiliki Indonesia.

Semoga semakin banyak orang yang mengenal wayang bambu. Sehingga salah satu harta budaya Indonesia ini tetap lestari. Wayang bambu, jangan hilang dan punah lagi.

Sumber : diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini