Maestro Keroncong Termuda yang Diabadikan Columbia Records: Annie Landouw

Maestro Keroncong Termuda yang Diabadikan Columbia Records: Annie Landouw
info gambar utama

Tak ada warna selain hitam dalam penglihatannya. Saat usia satu tahun gadis kecil itu terserang penyakit mata yang tidak dapat disembuhkan dan membawanya pada kenyataan pahit: ia harus melihat hitam seumur hidupnya.

Tapi rupanya Tuhan memang selalu punya agenda lain yang tidak bisa ditebak manusia. Ia sengaja menyimpan kejutan untuk gadis kecil tunanetra bernama Annie Landouw itu hingga si gadis menginjak usia 14 tahun. Kejutan itu berupa kemenangannya dalam kontes menyanyi keroncong di Surakarta pada 1927 dan pada tahun-tahun berikutnya membawa ia pada dapur rekaman tersohor dunia, Columbia Records.

Kroncong Pearls, album milik Annie Landouw dibawah label raksasa, Columbia Records (dok/wahrweb)
info gambar

Gemar Keroncong Sejak Kecil

Annie kecil lahir di Solo pada Desember 1913, tanpa ada data akurat mengenai tangga kelahirannya. Kondisinya yang tunanetra sejak kecil membuat sang paman bernama Anton Ferdinand Roland Landouw yang seorang Belanda merasa iba, hingga akhirnya ia diangkat sebagai anak dengan nama belakang Landouw.

Dalam beberapa catatan diketahui bahwa kecintaan Annie terhadap musik keroncong menurun dari ayah angkatnya AFR Landouw yang sangat mencintai aliran musik tersebut. Ia dikatakan sering mengikuti perlombaan menyanyi keroncong di Solo, hingga akhirnya ia menularkan kecintaannya tersebut kepada putri angkatnya, Annie Landouw yang berhasil membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah segalanya. Kebutaan yang dialaminya tidak dapat menghalanginya untuk berprestasi. Dalam usia 14 tahun ia telah menorehkan sejarah baru dengan usia yang begitu muda.

ilustrasi pemain keroncong (dok/liputan6)
info gambar

Kemenangan tersebut membawa ia untuk pertama kalinya menginjak dapur rekaman dengan waktu kontrak tidak main-main: 3 tahun lamanya, di bawah naungan BEKA Records. BEKA Records sendiri diketahui merupakan label rekaman yang bertempat di Jerman, bekerjasama dengan Inggris dan aktif sejak 1903 sampai 1925. Karena beberapa hal BEKA Records akhirnya menjual label rekamannya kepada Columbia Gramophone Company pada tahun 1926.

Tahun 1930 hingga 1940, jagad musik Indonesia memang dikenal sebagai “the age of female vocalists”. Di mana-mana penyanyi perempuan menjadi fokus publik, dengan penyanyi pria sebagai staff orchestra. Yang unik adalah, penyanyi perempuan saat itu ditambahi titel ‘Miss’ di depan nama mereka.

Ilustrasi Miss Riboet di prangko (dok/pinterest)
info gambar

Peter Keppy dalam Linking Destinies: Trade, Towns and Kin in Asian History menyebut mereka sebagai “Lady Crooners” yang termasuk di antaranya ialah Miss Riboet (yang dikatakan sebagai legenda tahun 1920-an), Miss Titing, Miss Lee, Miss Netty, Miss Ijem, Miss Jacoba, Roekiah, dan yang paling muda di antara mereka semua—Miss Annie Landouw. ‘The Blind Miss Annie Landouw’ seperti yang diucap Peter Keppy ini kemudian menjadi legenda musik keroncong, dan bahkan menginspirasi Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru dalam menulis novel legendarisnya yang berjudul Belenggu.

Maestro Keroncong Indonesia yang Dikontrak Columbia Records

Columbia Records sama sekali bukan nama baru di jagat hiburan internasional. Label rekaman yang didirikan pada tahun 1887 oleh seorang stenographer sekaligus hakim asli New Jersey bernama Edward D. Easton ini sudah menelurkan banyak artis dan musisi legendaris dunia. Di antaranya ialah Bob Dylan, Frank Sinatra, David Bowie, Pink Floyd, Paul Mc Cartney, hingga The Rolling Stones. Columbia Records yang saat itu masih mengeluarkan rekaman phonograph pun mulai masuk ke Hindia Belanda pada awal abad 20, tepatnya kurun waktu 1903—1917.

ThoughtCo mengungkapkan bahwa pada 1912 Columbia Records menjadi label utama dalam ranah jazz dan blues. Namun yang menarik adalah di Hindia Belanda, selain menelurkan musisi-musisi jazz, ia juga bersedia menandatangani kontrak dengan salah satu penyanyi perempuan Indonesia yang nantinya akan menjadi maestro keroncong kawakan, Annie Landouw.

Annie Landouw, salah satu maestro keroncong Indonesia
info gambar

Suara Annie yang unik dan mendayu-dayu berhasil menjadi sorotan publik dan membuatnya menjadi salah satu primadona musik keroncong pada zamannya. Tercatat, tahun 1930-an adalah masa-masa terproduktifnya. Pada periode tersebut ia menjadi pengisi acara khusus keroncong di sebuah radio milik pemerintah di Bandung, bergabung dalam grup keroncong bentukan S. Abdullah dan Rukiah, Lief Java, bahkan juga menjajal dunia akting dalam film “Siti Akbari” dan “Fatimah”.

Tak menunggu waktu lama, namanya semakin menggema di sepenjuru negeri dan melahirkan banyak penggemar yang begitu mengaguminya. Para penggemar ini bahkan mengumpulkan sejumlah uang pada tahun 1940 untuk menolong Annie Landouw menjalankan operasi mata, agar ia dapat kembali melihat; namun ia menolak. Ia sudah cukup bahagia meski hanya dapat melihat warna hitam dalam penglihatannya. Cukup baginya jika suaranya dapat mewarnai hidup banyak orang.

album Annie Landouw yang dikeluarkan oleh Columbia Records
info gambar

Keterbatasannya tersebut rupanya menjadi daya tarik tersendiri hingga ia dilirik label besar Columbia Records pada awal tahun 1940-an. Dalam album berjudul “Keronchong Pearls” di bawah Columbia Records, ia menyanyikan beberapa judul lagu di antaranya Air Laut, Stamboel O Tuhan, Fatimah, Keroncong Spesial, Kr. Moritsko, dan Stambul Masuk Keluar Kampung. Membanggakannya lagi, ia mengaransemen dua lagu dalam albumnya sendiri yaitu Stamboel O Tuhan dan Keroncong Spesial.

Saat ini tak banyak yang tahu bahwa Ia, dengan segala keterbatasannya berhasil membawa musisi Indonesia sejajar dengan musisi sekelas Frank Sinatra pada zamannya. Istimewanya lagi, ia tak perlu menjadi “orang lain” untuk mencapai posisi tersebut. Ia mampu membawa Indonesia hingga dikontrak label raksasa lewat jalur yang ia senangi sejak kecil dan menjadi napas kehidupannya; musik keroncong.


Sumber utama:

100 tahun musik Indonesia karya Dannie Sekrie

Linking Destination: Trade, Towns, and Kin in Asian History karya Peter Boomgard dkk

discographics.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini