Jejak Prestasi Desainer Tanah Air dalam Industri Fesyen Internasional

Jejak Prestasi Desainer Tanah Air dalam Industri Fesyen Internasional
info gambar utama

Sejelas apapun saya mendeskripsikan pengalaman saya berada di Inggris dan bertemu dengan para pegiat fesyen kaliber dunia, tidak akan ada kata-kata yang dapat menjelaskan kebanggaan saya terhadap jejak prestasi desainer Indonesia di kancah industri fesyen internasional.

Diantaranya, saya bertemu dengan Louis Mullane, Enterprise Project Manager dari Center of Fashion Enterprise. CFE sendiri adalah sebuah inkubator di bawah naungan London College of Fashion, untuk melatih talenta-talenta fesyen desainer berbakat agar dapat bersaing dan sukses di beratnya persaingan industri fesyen internasional.

Kontribusi CFE salah satunya juga memberikan kesempatan bagi desainer-desainer berbakat dan menjanjikan dari Indonesia.

"Untuk selalu menyajikan karya yang cantik berakar dari betapa kayanya Indonesia dengan berbagai kerajinan kebudayaan tradisional, sepertinya telah mengalir di setiap DNA para desainer Indonesia."

Louis meyakinkan saya bahwa ia mengatakan hal tersebut dengan sungguh-sungguh, "Hal itu yang menjadi dasar CFE bekerjasama dengan British Council, pemerintahan Indonesia, dan lembaga-lembaga lain yang mendukung industri fesyen di Indonesia untuk mengadakan sebuah program yang bukan hanya memberikan ilmu kepada desainer muda Indonesia. Namun, juga memberikan kesempatan kepada mereka agar mendapatkan kesuksesan di industri fesyen internasional."

Indonesia adalah salah satu negara yang beruntung atas kerjasama yang didapatkan dengan Center of Fashion Enterprise. Hal ini dikarenakan CFE sendiri juga bekerja sama dengan negara-negara di Uni Eropa, Algeria, Mesir, Yordania, Libya, Lebanon, Maroko, Palestina, Tunisia dan Turki.

Hal ini juga dibenarkan oleh Kendall Robbins, Fashion Programme Manager, British Council United Kingdom, "Untuk menyelenggarakan program tersebut, bukanlah sebuah hal yang mudah dan murah. Kami rasa, kami sangat tepat memilih Indonesia dan membina para desainer muda dan berbakat dari negara yang kaya akan warisan kebudayaan."

Kendall menambahkan, para desainer Indonesia memiliki keterampilan yang sangat baik, dikarenakan adanya pengaruh dari kebudayaan serta tradisi yang begitu indah dan seakan selalu menjadi bagian dari dalam diri mereka.

Selain itu menurutnya, pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyadari akan kekayaan pada bidang ini. Dukungan pemerintah pada bidang fesyen adalah hal yang sulit didapatkan ketika mereka ingin melakukan kerjasama dalam mengadakan workshop fesyen seperti yang dilakukan untuk Indonesia.

Program yang dinamakan Indonesia Fashion Forward ini telah diselenggarakan sejak tahun 2012, dan telah berhasil menelurkan hampir 50 desainer muda dengan bakat-bakat emas.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

© British Council UK Design Sector

Beberapa di antaranya adalah Toton, Major Minor, Peggy Hartanto, By Velvet, serta Sean & Sheila yang berhasil terpilih untuk menjual karyanya di Fenwick Department Store, London, Inggris. Tak ketinggalan karya-karya mereka juga terpampang dengan jelas di window display fashion retail terkemuka di Inggris tersebut.

Peggy Hartanto sendiri menjadikan hal tersebut sebagai salah satu rentetan prestasinya, setelah masuk dalam daftar Majalah Forbes 30 under 30 Asia untuk bidang seni.

Ada sepuluh bidangdalam rentetan tokoh yang dipilih oleh Majalah Forbes. Meliputi kategori Entertainment & Sports, The Arts, Media, Marketing & Advertising, Retail & Ecommerce, Finance & Venture Capital, Enterprise Tech, Consumer Tech, Social Entrepreneurs, Manufacturing & Energy serta yang terakhir Healtcare & Science. Masing-masing kategori berisi tiga puluh nama, pada akhirnya terdapat 300 nama tokoh terpilih dalam rentetan daftar tersebut.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

© Forbes Magazine

Menyusul Peggy Hartanto, Toton Januar salah satu punggawa label fesyen TOTON bersama Haryo Balitar, berhasil memenangkan International Woolmark Prize di Hongkong, pada 12 Juli 2016 yang lalu. Dengan menjadi pemenang dalam ajang ini, TOTON dari Indonesia dapat mewakili wilayah Asia Pasifik untuk ronde final International Woolmark Prize kategori busana wanita di kota Paris, Prancis.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Toton Januar (tengah) ketika berhasil menjadi pemenang dalam International Woolmark Prize wilayah Asia Pasifik © WoolmarkPrize.com

The International Woolmark Prize sendiri adalah salah satu ajang penghargaan tertinggi untuk talenta-talenta fesyen terbaik di seluruh dunia yang menampilkan keindahan dan fleksibilitas bahan wol sebagai material busana.

Tidak salah jika penghargaan ini menjadi bergengsi. Sejak diadakan pada tahun 1953, program ini telah mengorbitkan dua orang fesyen desainer terbaik dunia. Yakni, Yves Saint Laurent dan Karl Lagerfeld.

Bukan suatu hal yang tidak mungkin jika Toton Januar maupun desainer Indonesia lainnya bisa menyamai atau bahkan melebihi prestasi desainer terbaik dunia tersebut.

Selain prestasi-prestasi tersebut, Toton, Major Minor, Peggy Hartanto, dan Sean and Sheila juga mempresentasikan koleksi mereka dalam Angela Quintell showrooms di Paris, Perancis, selama ready to wear market week, Paris Fashion Week.

Hal ini dicapai mereka setelah berhasil mencuri perhatian pembeli dari industri fesyen internasional seperti Harvey Nichols, ASOS, dan Question Air. Karya-karya tersebut juga tidak luput dari perhatian penulis buku The Anatomy of Fashion dan kritikus fesyen, Collin McDowell.

Tidak berhenti sampai disitu saja, Sheila Agatha salah satu pendiri Sean and Sheila yang berasal dari kota kecil di Jawa Tengah ini mendapatkan penghargaan Martel Rise Above Award 2016 dan the Elle Emerging Designers Award 2016.

Mengawali karirnya, Sheila menjadi salah satu pemenang pertama Harper's Bazaar Asia NewGen Fashion Award (ANFA) dan berhak mewakili Indonesia pada tahun 2013 di kompetisi yang sama dengan taraf Asia. Lalu, melalui label fesyen-nya tersebut ia mengikuti beberapa peragaan busana internasional.

Seperti, Mercedes Benz Australian Fashion Week 2014, Harper’s Bazaar Fashion Festival, Singapore Audi Fashion Festival, Samsung Fashion Step-Up, Singapore F1 Fashion Show dan Kuala Lumpur Fashion Week.

Saat ini koleksi Sean and Sheila juga tersedia di Singapura dan Jepang. Begitu pula koleksi Major Minor yang juga tersedia di Singapura.

Besar harapan, kedepannya industri fesyen di tanah air selalu menghasilkan bakat-bakat luar biasa seperti Peggy Hartanto, Toton Januar, dan Sheila Agatha. Atau memiliki label fesyen yang dapat dijangkau secara internasional seperti Major Minor dan By Velvet.

Agar kedepannya, generasi fesyen desainer Indonesia bisa terus hidup dan berkembang meneruskan para seniornya. Seperti mereka, atau Dian Pelangi misalnya.

Apa yang dilakukan oleh Dian Pelangi, sangat membekas di hati Louis Mullane dan Kendall Robbins sebagai pegiat fesyen yang selalu berkolaborasi dengan desainer kaliber dunia.

Sehingga, ketika mereka dapat terus mengingat pengalaman bekerja dengan Dian Pelangi adalah pekerjaan yang sangat menggembirakan, adalah sesuatu hal yang sangat membanggakan untuk didengar oleh saya. Sebagai seorang Warga Negara Indonesia, yang juga menggeluti dunia fesyen lewat tinta hitam.

Singkat cerita, Nelly Rose dan Odette Steele adalah lulusan London College of Fashion yang berkolaborasi dengan Dian Pelangi. Mereka datang ke Indonesia untuk belajar dari Dian Pelangi, dan kemudian menghasilkan sebuah karya yang dipamerkan dalam London Fashion Week tahun 2016 lalu.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Mengkombinasikan teknik garmen tradisional Indonesia, dan teknik cetak palet warna dari Nelly, serta teknik sulam khas Afrika dari Odette, mereka menciptakan koleksi kolaborasi aneka bangsa yang dapat dikenakan oleh wanita-wanita di seluruh dunia.

Perjalanan pulang dari Inggris, kerinduan saya akan Indonesia menumpuk sebesar rasa bangga saya kepada para anak bangsa yang selalu berusaha mengharumkan nama besar Republik Indonesia di kancah dunia melalui karya-karya mereka.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini