Konferensi Film Indonesia, Mengkaji Film dengan Ilmu

Konferensi Film Indonesia, Mengkaji Film dengan Ilmu
info gambar utama

Asosiasi Pengkaji Film Indonesia (Kafein) bekerjasama dengan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IK UMY) menghelat Konferensi Film Indonesia. Ini merupakan konferensi pertama yang dihelat untuk mengkaji film Indonesia.

Menurut Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Seno Gumira Ajidarma pada Republika, genda yang berlangsung di kampus UMY ini merupakan forum kajian film yang bukan berupa kritik, melainkan lebih pada penelitian tentang film. Baginya, kegiatan yang berlangsung pada 28-31 Agustus 2017 ini penting untuk meningkatkan literasi media bagi masyarakat.

Agar masyarakat mengerti apa yang ditonton merupakan salah satu tujuan literasi tersebut. Inilah yang menjadi alasan bagi pentingnya penelitian untuk memperbanyak kajian metode, yang semestinya digunakan dalam meneliti film melalui diskusi, referensi maupun sejarah.

Konferensi ini hadirkan sejumlah pembicara yang telah mendalami kajian mengenai film Indonesia, sesuai latar belakang keilmuan masing-masing. Selain Seno Gumira Ajidarma yang hadir sebagai Pembicara Kunci dengan kajian berjudul "Kritik Esensialis dan Kajian Konstruktivis", hadir pula sejumlah peneliti lain. Diantara mereka adalah:

1. Zaki Habibi

Peneliti bidang media dan budaya visual ini menjelaskan kajiannya berjudul "Menelaah Film melalui “Media Practice”: Sebuah Tawaran Teoretis". Kajian ini meletakkan film dalam bingkai keseharian, untuk menelaah film sesuai konteks sosial kultural yang melingkupinya.

2. Tito Imanda

"Membuat Film Mistis dan Mistis Membuat Film: Praktik Kolaborasi Bersama Kelompok Wayang Orang di Kaki Gunung Merapi" merupakan judul kajian yang ditampilkan antropolog sekaligus pembuat film ini. Ia mencoba menggantikan seni pertunjukan di sebuah kampung petani untuk ritual keselamatan dan pertanian, dengan pembuatan film kolaboratif bersama warga. Proses adaptasi seniman panggung tradisional ke proses pertunjukan dalam film ini, dikaji secara etnografi.

3. Sys W

Pegiat Komunitas Film Tasikmalaya ini menjabarkan tentang "Dongeng Pasar: Pergerakan Film di Priangan Timur, dan Analisa Soundscape di Pasar Tradisional dalam Film Staartster". Film ini berkisah tentang keberpihakan yang dianalogikan seperti sebuah dongeng, disertai alegori bunga sebagai ungkapan bisu dari perasaan manusia. Kajiannya melihat kemampuan medium film untuk mengubah dongeng menjadi kenyataan.

4. Renta Vulkanita Hasan

Abstraknya yang berjudul "Para Harimau Yang Menolak Punah: Estetika Dokumenter Televisi di Era Pasca Reformasi" menjelaskan konteks kontinuitas dan perubahan estetika dokumenter televisi, dalam kurun era pasca reformasi dengan era orde baru sebagai pembanding. Kampanye pelestarian lingkungan di masa orde baru bersifat propagandis, di masa kini justru menjadi kritik konter bagi pemerintah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini