Ignatius Slamet Rijadi, Anak Muda Yang Berhasil Mengusir Kempeitai Dan Menumpas RMS

Ignatius Slamet Rijadi, Anak Muda Yang Berhasil Mengusir Kempeitai Dan Menumpas RMS
info gambar utama

Ignatius Slamet Rijadi (1927-1950) adalah salah seorang di antara ribuan anak yang sejak detik pertama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia secara sukarela terjun memenuhi panggilan revolusi.

Awal November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pangkat Pahlawan Nasional sekaligus anugerah Bintang Mahaputera Adipradana kepada Brigadir (Anumerta) Ignatius Slamet Rijadi.

Pak Met ( panggilan akrabnya) merupakan seorang pemuda yang sejak umur belasan tahun telah tumbuh menjadi seseorang yang berani menunjukkan sikap nasionalismenya, baik pada masa penjajahan Belanda, sewaktu masih duduk sebagai pelajar MULO ( setingkat SLTP) di Solo, maupun pada masa penjajahan Jepang, dan waktu mengikuti pendidikan di Sekolah Pelayaran Tinggi di Cilacap.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada usia masih sekitar 20 tahun, Slamet Rijadi telah dipercaya untuk menjabat Komandan Batalyon di Pacitan. Beliau bukan hanya tentara profesional yang bertugas melaksanakan pertahanan dan keamanan, tetapi juga sebagai seseorang yang peduli atas kesejahteraan rakyat. Dengan anak buahnya, Pak Met sangat dekat dan akrab. Banyak di antara mereka adalah teman sepermainan sejak masih di Solo.

Dalam usia relatif muda, 22 tahun, setelah peristiwa pemberontakan PKI di Madiun dan sebelum terjadinya Angresi Belanda II, beliau telah dinaikkan jabatan dan pangkatnya, dari seorang Komandan Batalyon dengan pankat Mayor menjadi Komandan Brigade V Devisi II dengan pangkat Letnan Kolonel sekaligus Komandan Wehrkresie (WK) I, meliputi daerah Surakarta dan Madiun. Mengingat luasnya daerah tanggung jawab tersebut, WK I dibagi ke dalam Sub-Wehrkreise (SWK) 100 sampai 106, yang masing-masing dipimpin oleh Komandan Batalyon dalam lingkungan Brigade V Devisi II.

Pada 7-10 Agustus 1945 di Solo dilakukan serangan umum selama empat hari yang berhasil menduduki separo lebih Kota Solo. Letnan Kolonel Slamet Rijadi lah yang merancang dan melaksanakan serangan umum tersebut.

Pertempuran demi pertempuran dilalui Slamet Rijadi, dari mengusir Jepang, melawan Belanda, pemberontak Komunis, dan Darul Islam, hingga menumpas Republik Maluku Selatan.

Profil Singkat Slamet Rijadi

Slamet Rijadi dilahirkan pada rebo pon tanggal 26 mei 1929 dengan nama Soekamto. Merupakan anak dari pasangan Idris Prawiropralebdo dan Soetati yang tinggal di kampung Danukusuman, Solo, Jawa Tengah. Idris adalah seorang abdi dalem prajurit Keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan Soetati pedagang buah-buahan di Pasar.

Slamet memiliki kakak yang bernama Soekati, mereka hanya dua saudara sehingga sangat akrab. Soekati melukiskan adik kandungnya sebagai pendiam, santun sekaligus pemberani, cerdas, dan berjiwa pemimpin. “Dia senang berlatih pencak silat sejak remaja. Ibu sering cemas mendapati adek saya pulang sekolah dalam keadaan memar, karena berantem sama sinyo-sinyo Belanda.”

Berhasil Menyergap Kempeitai dari arah Barat

Sebagai bekas bintara Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang batal dikirim ke Tokyo karena Perang Pasifik berakhir lebih cepat, Slamet Rijadi kemudian tampil memimpin aksi penyerbuan ke markas Kempeitai (Polisi Rahasia Jepang) di Solo.

Ada beberapa versi menyebutkan bahwa. “Serbuan ke Markas Kempeitai di mulai setelah Slamet Rijadi berhasil masuk ke dalam markas dengan meloncati tembok serta membongkar genteng. Para anggota Kempeitei sedang berjaga sangat kaget ketika dengan tiba-tiba melihat seorang pemuda ternyata sudah berhasil masuk ke dalam markas.”

Versi lain menyebutkan. “Slamet Rijadi didamping Roedjito menyerang dari arah barat markas. Dari tempat persembunyiannya, Slamet Rijadi berhasil menembak mati seorang anggota Kempeitai yang sedang berjaga di lantai atas.”

Masa langsung ikut menyerbu masuk ke dalam markas, menyebabkan para prajurit Kempeitai merasa kewalahan. Mereka dilanda kepanikan dan tidak lama kemudian, di luar dugaan, langsung mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

Menumpas Gerombolan Darul Islam

Dalam opesi di Jawa Barat, satuan-satuan Brigade V/TNI selain melakukan gerakan penghancuran, pembersihan, dan pengejaran juga banyak melakukan social approach kepada masyarakat setempat. Hampir semua gunung dan hutan tempat konsentrasi gerombolan DI/TII telah didatangi pasukan Brigade V TNI. Tidak terhitung banyaknya bangunan-bangunan darurat yang dipakai bersembunyi gerombolan berhasil dimusnahkan.

Salah satu kunci keberhasilan anak buah Slamet Rijadi dalam menumpas gerombolan DI/TII di Jawa Barat, selain kemampuan tempur adalah keberhasilan mereka merebut hati dan pikiran masyarakat.

Membebaskan Pulau Buru dari Kekuasaan RMS

Persenjataan Republik Maluku Selatan (RMS) lebih modern dibandingkan persenjataan prajurit pemerintahan, sehingga lebih menjamin keunggulan dalam daya tembak. RMS sudah dilengkapi dengan senapan otomatis jungle riffle, owen gun, dan lain-lain, sesuatu yang masih asing bagi prajurit TNI. Bahkan, dalam hal perorangan pun pasukan RMS Jauh lebih baik. Mereka misalnya memakai sepatu boot dari karet hitam yang sangat ringan dan bisa meredam suara.

Tanggal 16 juli 1950 pukul 05.30 pagi dipimpin oleh Slamet Rijadi, dengan menerobos alang-alang serta hutan kayu putih, dimulailah serangan ke Namlea. Dalam serangan pagi tersebut ternyata RMS tidak bisa mempertahankan posisinya. Mereka kocar-kacir untuk menyelamatkan diri. Pada sekitar pukul 07.00 pagi, seluruh Namlea sudah berhasil dibebaskan oleh pasukan pemerintah.

Menikah dengan Soerachmi

Sebelum menikah, Slamet Rijadi pernah berjanji akan membawakan bendera Republik Maluku Selatan sebagai mas kawin saat pernikannya. Keberhasilan membebaskan Pulau Buru dari kekuasaan RMS membuat Slamet bisa memenuhi janjinya membawa pulang bendera RMS.

Pernikahan Slamet Rijadi dengan Soerachmi berlangsung tanggal 19 Agustus di Kantor Urusan Agama, Menteng, Jakarta Pusat, sesuai domisili calon pengantin perempuan.

Pernikahan tersebut tanpa diiringi dengan bulan madu karena paginya, tanggal 20 Agustus, Slamet Rijadi sudah harus berangkat kembali ke tempat tugasnya di Maluku.

Gugurnya Slamet Rijadi

Slamet Rijadi gugur dengan pangkat Letnan Kolonel sebagai Komandan Operasi Maluku Selatan setelah tertembak oleh seorang snipper Baret Merah RMS di depan Fort Victoria, Ambon, Maluku.

Peristiwa itu terjadi saat Slamet Rijadi berada di depan, duduk di atas panser. Kemudian, nasib menentukan lain. Srentetan tembakan bren dari seorang prajurit RMS mengenai perutnya dengan parah. Tembekaan ini dilepaskan dari sebuah kendaraan berbendera merah putih yang berisikan baret merah lawan.

Pukul 21. 15 waktu setempat, Slamet Rijadi menghembuskan nafas terakhirnya pada usia masih sangat mudah 24 tahun lebih enam bulan. Dia meninggal di atas meja operasi ruang darurat KM Waibalong.

Pemakaman Slamet Rijadi

Pada hari Minggu siang tanggal 5 November 1950, jenazah Letnan Kolonel Ignatius Slamet Rijadi dikebumikan dengan upacara militer sederhana pada sebuah makam darurat di tengah kebun kelapa pantai Tulehu, Pulau Ambon bagian Timur.

Setelah kondisi keamanan di Ambon dan Maluku berhasil dipulihkan, makam Slamet Rijadi dengan upacara kebesaran militer dipindahkan dari Pantai Tulehu ke Taman Makam Pahlawan Ambon.

sumber: Buku berjudul “Ign. Slamet Rijadi, dari Mengusir Kempeitei sampai Menumpas RMS” Karya Julius Pour

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini