Budaya Empang, Tradisi Melayu Tak Lekang oleh Waktu

Budaya Empang, Tradisi Melayu Tak Lekang oleh Waktu
info gambar utama

Mengutip, website wikipedia.org disebutkan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa Indonesia, mengambil data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka 1.340 suku bangsa. Indonesia terkenal dengan kekayaan adat istiadat dan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang dan para pendahulu yang mempertahankan budaya tersebut. Salah satu budaya yang mendominasi di Indonesia adalah suku Melayu. Hampir diseluruh semenanjung pulau Sumatera suku ini dapat ditemui. Adapun budaya yang paling menonjol pada suku melayu yaitu adat istiadat pada pernikahan.

“Makan sirih, berpinang-pinang” suara biduan mendendangkan lagu khas melayu dibarengi alunan gesekan biola yang mendayu-dayu menambah suasana mistis di pagi yang dihiasi awan mendung. Orang-orang ramai berkumpul lalu berbondong-bondong mengiringi sepasang kekasih yang akan segera melaksanakan akad nikah.

Dalam suku melayu, terkenal dengan istilah Empang yang terdapat pada akad pernikahan. Empang merupakan penghadangan pihak pengantin wanita terhadap rombongan pengantin pria. Di kalangan Melayu Langkat, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara, empangan terdiri dari lima empang, yaitu empang batang dikawal oleh pendekar negeri, empang halaman dikawal oleh impal larangan, empang pintu dikawal oleh anak beru, empang pelaminan dikawal oleh para makcik, dan empang kipas dikawal oleh mak bidan pengantin. Sebelum adat empang dimulai, kedua belah pihak harus mempersiapkan segala sesuatu sesuai waktu yang telah disepakati. Sesampainya di depan rumah pengantin wanita, rombongan pengantin pria kemudian berhenti di depan empang batang. Di barisan paling depan terdapat penghulu telangkai pria dengan dikawal bentara kiri dan kanan, kemudian diikuti pembawa balai, pembawa tepak dan bunga rampai. Di tengah terdapat pengantin pria yang dikawal dua orang wanita, sementara di barisan belakang ada pembawa koper, pembawa keranjang, pembawa kue-kue dan buah-buahan.

Seorang budayawan melayu, Zainal Arifin menjelaskan bahwa proses empang merupakan proses yang sangat dijaga oleh masyarakat melayu, Langkat khususnya. Pembawa tepak oleh rombongan pria dan wanita maju berhadapan. Keduanya duduk bersimpuh dan bertukar tepak, ditutup dengan saling bersembah. Rombongan melangkah hingga pintu halaman sembari membaca shalawat sebanyak tiga kali, kemudian para pembawa bunga rampai dan bertih saling bersiraman gembira. Di pintu halaman, rombongan pengantin pria kembali dihadang oleh dua pria yang merupakan impal larangan. Pihak pria menyerahkan uncang atau uang kepada impal, maka empang halaman pun dibuka. Rombongan disambut tari persembahan, dan tepak disorong kehadapan pengantin pria untuk mengambil sirih dan memakannya sembari mengisi tepak dengan uang. Selesai tari persembahan, rombongan disambut dengan marhaban dan sambutan dari pihak mempelai wanita.

Selanjutnya rombongan pengantin pria berada di empang pintu dan dihadang kain oleh anak beru. Di empang pintu, pengantin pria diperiksa sudah berinai atau belum. Kemudian, pengantin pria memijak batu lagan dan meniti di atas kain panjang yang dibentang. Pengantin diarahkan duduk menyembah kedua mertua yang duduk di sisi pelaminan. Ibu makcik kemudian mengempang pelaminan dengan membentangkan kain penghalang yang lebih tipis, pengantin pria harus memberi uncang kepada penjaga empang pelaminan. Empangan yang terakhir adalah empang kipas. Wajah pengantin wanita ditutup dengan kain atau kipas sebelum dipertemukan dengan pengantin pria, kemudian bidan pengantin diberi uncang sebagai kunci membuka empang kipas.

Bukan hanya budaya empang, di dalam akad pernikahan budaya melayu ada tradisi makan hadap-hadapan. Makan hadap-hadapan merupakan proses awal untuk makan bersama antar suami istri yang baru saja menikah. Di lingkungan melayu, sebagian besar pernikahan terjadi melalui proses perjodohan. Untuk itu, budaya makan hadap-hadapan sebagai media untuk kedua keluarga mempelai agar saling mengenal.

Prosesi adat tersebut diakhiri dengan acara serah terima pengantin yang dilakukan kedua telangkai oleh penghulu telangkai sebelum rombongan pengantin pria pulang. Dilanjutkan dengan ucapan terima kasih dari keluarga pengantin wanita. Ucapan terima kasih disampaikan dalam bentuk nasihat kepada kedua mempelai. Akhir dari acara ini ditandai dengan tukar balai atau tukar bunga balai.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini