Literatur : Estetis-Nasionalis

Literatur : Estetis-Nasionalis
info gambar utama

Di tengah wabah berita palsu (re:hoax) dan bermacam-macam puisi serta kata-kata mutiara berbau cinta yang kunjung tak ada habisnya, belum lagi informasi bernada SARA yang makin membuat Indonesia terpecah belah baik secara langsung maupun tidak langsung. Seni menulis yang sekiranya bisa menyatukan perbedaan malah disalahgunakan menjadi ajang untuk berkelahi dan meningkatkan populasi keyboard warrior. Dekadensi nyata adanya dan menyerang literasi Indonesia perlahan-lahan, namun daripada hanya mengeluh, lebih baik kita menjadikan tokoh-tokoh literasi Indonesia dibawah ini sebagai role model yang sesungguhnya dan bisa menyemangati kita, kaum muda, untuk menggerakkan kembali tujuan menulis untuk menyatukan Indonesia dan Dunia!

Chairil Anwar : Si Binatang Jalang

Penyair legendaris kelahiran Medan, 26 Juli 1922 ini memiliki segudang prestasi disamping umurnya yang singkat. Puisi "Aku" dan "Krawang-Bekasi" sukses menorehkan popularitasnya sebagai penyair muda tanah air. Banyak topik yang ia angkat dari puisi-puisinya, diantaranya individualisme, pemberontakan hingga multi-interpretasi. Bahkan, walaupun ia tidak dapat melanjutkan pendidikan, Chairil Anwar dapat menguasai beberapa bahasa asing seperti Belanda dan Jerman. Beberapa kata yang tersisip dalam karya seorang Chairil Anwar menampar para pembacanya, untuk berubah, dan lakukan sesuatu untuk dunia.

"Kita -anjing diburu- hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang"

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Taufiq Ismail

Sastrawan besar Indonesia ini kerap kali menimbulkan polemik yang menghiasi media di Indonesia. Sebut saja saat ia membacakan puisi yang 'menyentil' keberadaan PKI. Memang benar adanya, opini seharusnya disuarakan. Di beberapa kesempatan, Taufiq Ismail menyindir hal-hal yang sedang ramai. Penyair lulusan Universitas Indonesia ini kembali menyuarakan opininya terhadap kasus kemanusiaan Rohingya yang ramai di sosial media. "Berapa dan Bagaimana Rohingya", puisinya yang sarat akan doa, harapan, serta penyatu bagi kaum Rohingya, Indonesia, dan warga negara yang lain agar kita senantiasa membasmi adanya pelanggaran HAM, meskipun hal terkecil sekalipun.

"Jika di Cina koruptor ditembak mati.

Jika di Negara Arab koruptor dipotong tangannya,

Tapi di Indonesia, koruptor malah dipotong masa tahanannya"

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

WS Rendra : Si Burung Merak

Seorang penyair, penulis skrip drama dan esai sastra di berbagai linimasa di Indonesia. Lahir dengan nama Wilibrodus Surendra Broto Rendra di Solo, 7 November 1935. Si Burung Merak ini meramaikan bumi literasi di Indonesia sejak di bangku SMP dengan karyanya yang berjudul "Kaki Palsu". Lalu pementasan dramanya yang berjudul "Orang-Orang di Tikungan Jalan" berhasil mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bengkel Teater Rendra adalah salah satu dari upayanya untuk menyatukan dan menghasilkan berbagai seniman muda di Indonesia seperti Adi Kurdi, Sitok Srengenge dan lain-lain. Meskipun Bengkel Teater mengalami gencetan politik yang memaksanya untuk beberapa kali menghentikan pentas, namun tempat ini tetap berdiri,berkembang dan mewarnai budaya di Indonesia. Drama dan puisi yang berkutat dengan realita kehidupan dan opini satir terhadap pemerintahan saat itu cukup membuat sosoknya begitu berkesan dibenak masyarakat.

"Kita ini dididik untuk memihak yang mana? Ilmu yang diajarkan disini akan menjadi alat pembebasan ataukah alat penindasan?"

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Aan Mansyur : Pujangga Muda asal Bone

"Tidak Ada New York Hari Ini" adalah salah satu buku kumpulan puisi yang digubah dalam film "Ada Apa Dengan Cinta 2" yang kemudian sukses menggaet banyak penikmat literasi baru. Lahir dengan nama Martan Aan Mansyur di Bone pada tanggal 14 Januari 1982 ini juga memiliki nama pena 'huruf kecil' yang ia gunakan di sosial media. Aan mengembangkan Kata Kerja, sebuah wadah bagi para pecinta literasi, lebih tepatnya yaitu perpustakaan dan rumah bagi dirinya sendiri. Aan sendiri merupakan tokoh penting dibalik gelaran tahunan Makassar International Writer Festival, sebuah ajang penghargaan yang mengapresiasi penulis yang berdomisili di Makassar. Dengan semangat menulis, ia terus mengajak pemuda pemudi Indonesia agar selalu menyuarakan opini, kegundahan, dan keraguan dalam diri masing-masing dengan caranya tersendiri yaitu dengan menulis.

"Karena orang baik itu tidak lahir

di dunia

Namun hidup dengan hati

Yang menerima keburukan

Tanpa membalasnya dengan dendam"

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Begitu banyak bukan, pegiat sastra di Indonesia? Daripada menggunakan bakat menulis untuk menyebarluaskan postingan-postingan yang menuai kebencian dengan maksud ingin mendapatkan ketenaran belaka, lebih baik menghabiskan waktu kita yang berharga untuk memulai menulis hal-hal yang positif. Dari tokoh-tokoh diatas, esensi literasi seharusnya murni sebagai sarana untuk meluapkan kegundahan, opini, penuai kebersamaan, semangat nasionalisme serta penyatu Indonesia dengan beragam budayanya.

Jenis-jenis literasi memang beragam, dan hal itulah yang memadukan warna warni bumi menulis di Indonesia. Konflik terus terjadi , namun langkah nyata dalam menyuarakan opini itu lebih penting!

Semangat menulis dan mewarnai literasi Indonesia!

Sumber:

wikipedia.org

normantis.com

wartapilihan.com

duniasastra.net

hype.idntimes.com

showbiz.liputan6.com

(dengan beberapa perubahan)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini