Sayangnya Hanya 47 Menit di Udara

Sayangnya Hanya 47 Menit di Udara
info gambar utama

Dalam perjalanan pulang saya dari Bandar Lampung ke Jakarta beberapa waktu lalu, saya mendapatkan kejutan menumpang Business Class di Garuda Indonesia GA077, dan kebetulan berada di barisan 6A, paling depan. Pesawat kali ini cukup berbeda, karena sengaja disematkan livery retro tahun 1961-1959. Jadul tapi retro..dan menarik perhatian, karena rasanya tak ada lagi (sejauh saya tahu) maskapai yang 'berani' mendesain eksteriornya seperti itu.

Persiapan berangkat. Livery baru | foto by Akhyari Hananto
info gambar

Saya sudah lama mengikuti kiprah dan sepak terjang Garuda Indonesia sejak lama, sejak sebelum krisis 1998 (saya masih kecil ), saat dilarang terbang ke Eropa, hingga kini menjadi maskapai Bintang-5 dan salah satu maskapai terbaik dunia, yakni peringkat 10 dunia.

Livery retro Garuda Indonesia
info gambar

Saya sering naik maskapai ini sebelumnya, dan saya setuju sepenuhnya bahwa Garuda Indonesia memang layak menyandang gelar World's Best Economy Class. Saya pun tentu saja ingin sesekali mencoba yang business class, karena beberapa kawan yang sudah merasakannya, mereka bilang it's truly a great experience.

Memasuki pesawat pertama kali, saya dengan mudah menemukan kursi saya, deretan 6A, paling depan, dengan legroom sangat lega. Ada dua jendela yang ada di depan kursi saya, pandangan ke luar pun jauh lebih leluasa. Bagi saya, hal ini cukup penting, karena saya suka (sangat suka) mengambil gambar/video di saat pesawat berada di angkasa. Gambar awan yang berada di kejauhan, bergelimang di cahaya senja Sumatera, tentu adalah hal yang tak mungkin ingin saya lewatkan.

Lega
info gambar

"Mau minum apa, pak Arry?" sapa seorang pramugari yang entah dari mana dia tahu nama saya. "Coke with ice, please" Pramugari berkostum warna biru khas Garuda Indonesia tersebut dengan sangat santun merespon "Boleh, pak. Kami juga punya jus apel, jambu, melon, ...dan (saya lupa apa lagi)".

Saya pikir, jus buah akan lebih baik bagi penerbangan sore hari, dibandingkan minuman bersoda.

Bandara Radin Inten II Lampung
info gambar

Tak lama, minuman jus jambu yang saya pesan datang, dan sang pramugari menawarkan hal lain. "Bapak mau membaca apa? Ada majalah (ini) dan koran (itu)". Kesantunannya begitu khas Indonesia. Saya beberapa kali mencoba berbagai maskapai dari berbagai negara, dalam penerbangan jarak jauh antar benua. Dan, saya tiba-tiba teringat, ada beberapa pengalaman di udara di mana flight attendants-nya kurang responsif, bahkan ada juga yang (maaf) jauh di bawah ekspektasi saya. Sangat berbeda dengan perlakuan para awak pesawat Garuda Indonesia saat itu.

Masuk pertama
info gambar

Pesawat itu belum juga terbang, tapi saya sudah ditawari minum (2 kali ) dan berbagai pilihan majalah (selain majalah Colours-nya Garuda) . Saya pun mencoba kursi yang punya banyak feature (selain bisa disenderkan ke belakang dengan sangat nyaman). Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-800 ini berkonfigurasi kursi kelas bisnis 2-2, yang tentu saja menjadikannya lapang. Saya tak sempat mengukur berapa lebar kursinya, tapi saya yakin lebih dari setengah meter, dan tinggi lebih dari 1 meter. Setiap seatnya dilengkapi dengan privacy screen, lampu baca yang bisa diatur tingkat cahayanya, dan tentu saja tempat penyimpanan yang memadai.

Salah satu kelebihan penerbangan-penerbangan Garuda Indonesia adalah kita sudah bisa menikmati inflight entertainment sejak kita duduk, dan bahkan hingga pesawat berhenti (stationary) di tempat tujuan. Dan sepertinya, ada yang baru di inflight entertainment Garuda Indonesia. Yep...screen-nya diberi pilihan warna background yang bisa kita pilih (cool small detail).

Dan yang lebih terasa, adalah screen-nya makin touch-sensitive, yang dengan sentuhan lembutpun akan direspon dengan cepat. Penumpang di kelas bisnis memiliki ukuran screen yang lebih besar dari ukuran screen di kelas ekonomi, juga headphone besar dengan feature noise-canceling. Saya melihat ada USB-plug in. Saya tak sempat bertanya apa fungsinya, bisa jadi untuk menonton film yang kita simpan di USB, dan untuk charging smartphone kita. Pun ada colokan untuk laptop (semoga saya tak salah lihat).

Sayangnya, ada beberapa film berbahasa Inggris yang masih bersubtitle bahasa mandarin (atau Jepang), dan bahasa Arab. Sebenarnya lumayan untuk melatih TOEFL, namun tentu akan menjadi tantangan sendiri jika kita kurang mahir memahami bahasa Inggris.

"Mau minum lagi, pak Arry?" ketika saya sedang 'sibuk' memfoto-foto awan di luar pesawat, sang pramugari kembali menawari saya minum. Sudah 3 kali saya ditawari minum, dan....saya memang mau lagi. (Anyway, saya masih tak tahu bagaimana pramugari itu tahu nama saya").

Saya minta coke with ice kali ini. Dan tiba-tiba pesawat memasuki turbulensi, berguncang sebentar, dan ....di sinilah luar biasanya punya 2 jendela di sisi kira saya. Awan hitam yang bergumpal di senja menjelang malam, dan kilatan kilat di kejauhan sana, terlihat sangat jelas. Saya cukup sering terbang, turbulensi adalah hal yang masih membuat saya deg-degan dan dengkul terasa kaku.

Padahal sebenarnya turbulensi bukanlah hal yang perlu ditakuti, saya sudah berkali-kali bertanya pada pilot dari berbagai maskapai (termasuk maskapai Garuda Indonesia) tentang turbulensi, dan semuanya menjawab senada. "We are okay and perfectly fine with turbulence" kata mereka. So...rasanya kita mulai perlu belajar menikmati turbulensi, tentu sambil banyak baca doa.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Pesawat mendarat mulus di Bandara Soekarno-Hatta Terminal 3. Garuda Indonesia sangat beruntung kini bermarkas di bandara besar paling baru di Asia Tenggara tersebut. Selain besar, terminal bandara ini besar, cantik, dengan fasilitas digital yang melengkapi kenyamanan pengguna jasa bandara.

Saya membawa 2 tas ukuran sedang, satunya adalah tas plastik besar berisi kerupuk dan keripik pisang khas Lampung. Saat menurunkan barang-barang 'mudah pecah' itu, saya merasa ada yang memperhatikan di belakang saya. Dan benar saja. beberapa flight attendant sedang mencari tahu, kira-kira apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu saya mengemas barang-barang saya. Laptop, kamera, masuk tas, menurunkan tas berisi barang-parang mudah patah (kerupuk, keripik, dan cemilan dari Lampung).

Koridor yang cantik dan ..panjang
info gambar

"Terima kasih, jumpa lagi, pak" sapa mereka seiring saya memasuki aveobrige di T3 Soekarno-Hatta. Saya kemudian berpikir dan mengangguk-angguk, tak salah Skytrax menganugerahkan World's Best Cabin Crew kepada Garuda Indonesia, empat tahun berturut-turut. Karnea..mereka memang berbeda.

Sayang sekali, Bandar Lampung - Jakarta hanya 47 menit saja.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini