Film Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak: Mengenal Lebih Wajah Sumba

Film Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak: Mengenal Lebih Wajah Sumba
info gambar utama

Film Indonesia berjudul Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak ini akhirnya ditayangkan untuk pertama kalinya di tanggal 16 November 2017 lalu. Film ini akan ditayangkan di 18 negara berbeda termasuk Amerika Serikat, Kanada, negara di Eropa dan Asia Tenggara dengan judul versi Bahasa Inggris, Marlina The Murderer in Four Acts.

Sebelum ditayangkan di Indonesia, Marlina The Murderer in Four Acts ditampilkan di berbagai festival film internasional. Film ini diputar perdana di Directors Fortnight Festival Film Cannes 2017. Selain Festival Film Cannes, Marlina The Murderer in Four Acts juga masuk seleksi New Zealand International Film Festival dan Melbourne Film Festival serta Toronto International Film Festival.

Proyek Marlina The Murderer in Four Acts sebelumnya masuk seleksi Asian Project Market (APM) di Busan International Film Festival 2015, dan juga terpilih sebagai salah satu penerima Next Masters Support Program dari ajang Talents Tokyo 2015.

Sangat membanggakan ya, bahwa anak bangsa dapat mengharumkan bangsa dengan karya yang dibuat.

Film Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak ini mengambil lokasi syuting di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pulau yang terletak dibagian timur Indonesia ini memang terkenal dengan kekayaan alam dan budayanya.

Charles Amalo membagikan cerita mengenai Wajah Sumba pada akun Indonesaga miliknya. Terdapat 4 Wajah Sumba yang ia muat beserta cerita dibalik Wajah Sumba yang ia abadikan tersebut. Berikut postingan Charles Amalo mengenai Wajah Sumba:

Mama penjual yang selalu menyapa para pembeli. Memiliki warung di pinggir jalan akses utama dari kota Waingapu menuju ke desa Nggongi, tempatnya menjadi tempat peristirahatan bagi para penumpang dan supir saat melakukan perjalanan yang sangat melelahkan selama 8 jam dengan kondisi jalan yang hancur tapi sudah terasa biasa. Nasi bungus, air mineral Aguamor, minuman Nadia, minuman Vita dan masih banyak lagi aneka makanan dan minuman yang di jual. Selain itu, ada satu hal yang dijual, yang sebenarnya jika untuk orang bukan berasal dari sana, akan merasa asing, tapi pasti akan menyukainya, ya itu lah Telor Rebus, yang menjadi favorit andalan untuk para supir dan konjak (kenek) untuk menambah stamina.
info gambar
Mama pengrajin Tenun Ikat ini merupakan mama yang berasa dari desa adat Rende. Desa Adat yanga jaraknya tidak jauh dari ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Desa adat Rende merupakan salah satu dari sekian desa adat yang menandai bahwa masyarakat Sumba dulunya memegang teguh agama Marapu. Sumba sendiri terkenal dengan kain adat yang berasal dari hasil tenun dari kumpulan benang yang diwarnai secara alami, seperti tumbuhan Indigo untuk warna biru dan mengkudu untuk warna merah. Mama Ida merupakan salah satu warga desa adat Rende yang sampai saat ini masih melakukan proses memintal kapas menjadi benang, mewarnai benang, dan menenun benang menjadi sebuah kain dengan motif yang sesuai dengan lambang keluarga, selain itu msayarat Sumba terkenal dengan pola pikir mereka yang dapat menciptakan motif baru jika diinginkan oleh para pecinta tenun. Salah satu cerita yang diceritakan oleh Mama Ida adalah pernah saat jaman dahulu raja dari salah satu negara Eropa ingin membuat kain dengan motif yang di inginkan oleh Raja itu, setelah mencari keseluruh dunia tidak ada yang bisa menerjemahkannya kedalam bentuk motif sebuah kain, hingga sampai ke Tanah Sumba dan jadilah motif yang diinginkan | Charles Amalo
info gambar
Ini cerita tentang bapak yang setiap harus menempuh perjalanan 8 jam untuk pergi ke kota Waingapu dan pulang lagi ke desa Nggongi yg berada di Sumba Timur bagian selatan. Waktu tempuh yang lama itu selain jaraknya yang jauh tapi juga karena kondisi jalan yang sangat parah. Setiap hari, 16 jam ia habiskan hanya dengan duduk diatas bus kayu. Bus kayu adalah satu-satunya transportasi umum bagi para warga di Desa Nggongi untuk bisa pergi ke pusat kota. Pergi ke pusat kota bukan tanpa tujuan melainkan untuk menjual hasil ternak, tani dan untuk mengurus segala urusan agar dapat melawan ganasnya kehidupan. Tapi, bapa ini selalu tersenyum walaupun kursi di Truck sangat keras dan selalu terbanting karena rusaknya jalan. Bapa ini adalah salah satu dari masyarakat Sumba, yang masih menggunakan kain adat di kepala sebagai penanda | Charles Amalo
info gambar
Disetiap wajah sumba terlihat pada goresan bibir ada warna merah yang selalu terlihat. Ya, itu lah warna khas bibir masyarakat sumba karena mengunyah siri, pinang, dan kapur. ____ Warna merah itu muncul jika kita lama mengunyah sirih, pinang dan kapur sekaligus. ____ Caranya pertama kita harus mengunyah pinang dahulu, lalu ditambah menggigit sirih, dan ditambah lagi dengan kapur. Setelah itu yang kita buang atau ludahkan hanya airnya saja. Maka akan keluarlah warna merah berani tersebut. Jika kita bertamu ke rumah masyarakat sumba 3 bahan itu lah yang akan disuguhkan sebagai penghormatan kepada tamu. Mengunyah sirih, pinang dan kapur hanyalah kebiasaan atau adat dari masyarakat sumba untuk mengisi kekosongan saat jaman dahulu sebelum adanya makanan cemilan dan rokok. Selain itu konon katanya sirih, pinang dan kapur bisa membuat gigi kita semakin kuat | Charles Amalo
info gambar

Sumber: Wikipedia | indonesaga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini