Inilah 3 Tantangan Yang Harus Dihadapi Untuk Membangun Reputasi Indonesia

Inilah 3 Tantangan Yang Harus Dihadapi Untuk Membangun Reputasi Indonesia
info gambar utama
Membangun sebuah reputasi adalah kebutuhan yang diperlukan sebuah negara untuk menarik perhatian dari luar negeri. Tetapi dengan reputasi yang baik pula sebuah negara akan mendapatkan dukungan dari masyarakatnya. Untuk tujuan itulah Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) Indonesia mengajak generasi-generasi muda di Indonesia untuk #IndonesiaBicaraBaik lewat Konvensi Nasional Humas 2017 berlangsung di IPB International Convention Center, Bogor 28/11.

Dalam dialog Era Digital: Fungsi Strategis Komunikasi Sosial di Konvensi Nasional Humas (KNH) 2017 yang dihadiri oleh Wicaksono "Ndoro Kakung", Advisor Maverick Communications; Enda Nasution, pendiri Sebangsa.com; Shinta Dhanuwardoyo, Founder Bubu.com; Myrna Soeryo (Arka Media Network by A+) dan Founder Good News From Indonesia, Akhyari Hananto terungkap bagaimana komunikasi sosial banyak mengubah cara kerja masyarakat berinteraksi. Beberapa cerita disampaikan oleh pembicara. Seperti bahwa ternyata ada tiga tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan reputasi.

Tiga tantangan tersebut adalah rendahnya knowledge masyarakat tentang Indonesia, kemudian bagaimana membangun optimisme generasi muda dan komentar orang luar negeri yang melihat Indonesia banyak keributan. Tiga tantangan ini disampaikan oleh Akhyari Hananto sebagai hal yang perlu dijawab generasi saat ini.

"Sewaktu saya ke Solomon Island, ada rombongan orang dengan bawaan yang cukup banyak. Ternyata mereka mau vacation atau liburan ke sana. Kenapa tidak ke Indonesia. Jawaban mereka adalah kau punya orang banyak bertengkar antara satu dengan yang lain," ujarnya.

Baca juga: Solomon Island, Inilah Tulisan Pertama di Good News From Indonesia

Melihat reputasi Indonesia yang kurang bagus di mata dunia, tidak lama setelah gempa Yogyakarta tahun 2006 Goodnews melakukan survei tentang tanggapan pemuda Indonesia terhadap reputasi negaranya. Survei di empat kota yaitu Yogyakarta, Klaten, Solo dan Karanganyar dengan dua pertanyan yakni bagaiaman anda memandang Indonesia di masa depan, optimis atau pesimis.

“Hasilnya mengerikan (bagi saya), sekitar 86% responden (4 ribu responden) pesimis Indonesia bisa menjadi negara maju dan pesimis Indonesia bisa sejajar dengan negara maju. Dari seluruh responden itu, muaranya satu, mereka tidak mendapatkan informasi yang baik tentang Indonesia, ini mengerikan,” ujarnya.

Padahal di tahun 60an ada negara ASEAN yang maju dan paling makmur setelah Jepang. Tapi tidak sampai satu generasi atau bahkan kurang dari 40 tahun, negara tersebut “nyungsep”. Negara itu adalah negara Filipina.

Menurut Prof. Eduardo H dari Manila, salah satu penyebab jatuhnya Philipina adalah lingkaran setan pesimisme yang menghinggapi semua elemen masyarakat. Dan itu dimulai dari beredarnya berita-berita negatif di Philipina.

“Waktu itu sosmed belum marak. Sosmed kita masih banyak konten dan informasi yang tidak begitu bermanfaat. Kita tidak mau Indonesia jatuh seperti Filipina,” tambahnya.

Sementara itu, narasumber lainnya Wicaksono "Ndoro Kakung", Advisor Maverick Communications mengatakan banyak persepsi buruk orang di luar negeri terhadap Indonesia. Mulai soal tidak tertib berlalu lintas, kekanak-kanakan, koruptif hingga tidak taat hukum. Di sinilah peluang bagi siapapun baik pemerintah, perusahaan swasta, maupun masyarakat luas untuk mengubah persepsi orang terhadap Indonesia karena sesungguhnya tidak semua persepsi tersebut benar. Opini buruk tentang negara ini harus dijawab dengan bicara hal-hal positif tentang Indonesia.

Pada kesempatan yang sama Enda Nasution, menceritakan pengalamannya menjadi penggagas awal donasi melalui sosmed. “Kasus "koin keadilan" untuk Prita menjadi pelajaran berharga bagaimana mewujudkan sebuah gerakan masyarakat/sosial yang menjadi kekuatan nyata berbagi kebaikan. “Saya mendirikan sebangsa.com untuk memantik kepedulian orang untuk berbagi kebaikan dengan sesama sebagai salah satu bentuk kontribusi positif bagi bangsa ini.

Hal serupa juga dilakukan oleh Shinta Dhanuwardoyo, yang akan terus menumbuhkan inisiatif-inisiatif untuk mendukung dan mendorong para start up agar bisa menjadi world class player sekaligus membangun reputasi positif Indonesia.

Dan Myrna Soeryo mengatakan digital public relations menjadi sangat penting untuk #IndonesiaBicaraBaik. Penting adanya kolaborasi antara media dan humas agar masing-masing stakeholders memegang peranan pentingnya masing-masing.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini