Wonder Woman Tani di Hulu Kapuas

Wonder Woman Tani di Hulu Kapuas
info gambar utama

Riuh tawa memecah keheningan hutan karet di Desa Mangat Baru, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Mereka adalah petani perempuan yang tergabung dalam kelompok Mulya Jaya dan Usaha Bersama, yang berikhtiar untuk menerapkan pertanian berkelanjutan. Seperti mayoritas pekerjaan penduduk desa di Kabupaten Sintang, kehidupan mereka ditopang dengan pertanian dan menyadap karet.

Ibu Kepedah, dari Mulya Jaya mengatakan, ia dan kelompok taninya tergerak menanam padi yang panennya dua kali setahun. Mereka menerapkan metode Hazton, tapi tidak dengan teknik utuh. Beberapa dimodifikasi dengan kondisi lahan yang minim pengairan. Lahan demplot Desa Mangat Baru, selain jauh dari rumah warga, berada di bawah hamparan bukit.

Ini musim tanam kedua. Musim tanam pertama, walau hasilnya tidak banyak tapi menjanjikan. “Walau tidak sampai satu ton, ini cukup bagi kami dengan beberapa penyesuaian. Kami lebih semangat,” tukas Bernadetha Imi, Ketua Kelompok Tani Usaha Bersama.

Imi bilang, beberapa faktor yang menyebabkan hasil panen tidak maksimal adalah musim tanam yang lewat, ditambah walang sangit dan tikus yang menyerang. “Tahun lalu masih menggunakan bahan kimia untuk membasmi hama dan penyakit. Sekarang, kami upayakan berbahan organik semua,” tambahnya.

Aloysius Kusnadi, pemuda setempat yang mendampingi ibu-ibu petani mengatakan, mereka menanam serai dekat pematang sawah. “Tikus dan walang sangit tidak suka bau serai,” katanya, baru-baru ini. Dia pemuda yang menolak masuknya perusahaan sawit di desa tersebut.

“Bukan sedikit masyarakat yang terpikat uang ‘cepat’ menjual lahannya untuk perkebunan sawit. Terkadang janji muluk para perantara membuat warga desa terbuai. Beberapa desa yang tergiur melepaskan lahan kelola desa untuk perusahaan, kini hanya menjadi pekerja,” terangnya.

Dua jam berjalan, melewati hutan bambu dan sungai kecil, rombongan tiba di sebuah lahan, di kaki bukit. Demplot yang luasnya tak sampai satu hektar. Sebuah ember berukuran besar, berisi adukan beberapa bahan organik sudah menanti. Baunya cukup menyengat karena isinya hasil tumbukan terasi, akar tuba, daun sirsak, bawang putih, ubi gadung, serai dan brotowali yang didiamkan tiga minggu.

Cairan ini adalah pembasmi hama. Petani mendapatkan resepnya dari Tris Harris Ramadhan, akademisi dari Universitas Tanjungpura. Mereka juga diajari membuat pupuk kompos dan mol.

Sekitar 110 kilometer lebih ke hulu, para petani di Desa Tekudak, Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu, juga melakukan hal serupa. Mereka tak pernah bersawah. Padi yang ditanam jenis padi tahunan yang sistem irigasinya mengandalkan tadah hujan. Persiapan lahan dilakukan dengan cara tradisional, tebas dan bakar. Bagi petani yang memiliki kemampuan membeli bahan kimia biasanya akan menggunakan bahan kimia (herbisida).

Rosalia, petani perempuan di Desa Tekudak mengakui, saat menyiapkan sawah tadah hujan hanya membersihkan lahan dengan mencangkul. “Tak pernah dipupuk. Habis ditanam, disemprot racun-racun dan dibiarkan hidup begitu saja. Benar-benar diserahkan ke Tuhan,” katanya. Kelompok taninya, Sungai Sepangin, baru kali pertama diajari pemupukan organik.

Perempuan berperan besar dalam hal pertanian dan pengelolaan sumber daya alam | Foto: Putri Hadrian/Mongabay Indonesia
info gambar

Dukungan perempuan

Konsorsium Perempuan Kalimantan Barat mendampingi kegiatan pertanian perempuan ini di sepuluh desa di Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu. Menurut statistik, pertanian merupakan salah satu lapangan pekerjaan terbesar di dua daerah ini, terutama padi dan karet.

“Program ini memberikan dukungan kepada 500 lebih perempuan yang tergabung dalam 20 kelompok di 10 desa. Enam desa berada di empat kecamatan di Kapuas Hulu dan empat desa pada dua kecamatan di Sintang,” ujar Sri Ranti Zachrani, Program Manager Inisiatif Penguatan Pembangunan Ekonomi Kelompok Perempuan dan Pertanian Berkelanjutan, Lembaga Gemawan. Program yang didukung oleh The Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-Indonesia).

Masyarakat dan pemerintahan desa dilibatkan langsung dalam berbagai kegiatan. Ada penataan kawasan desa, inisiasi dan perluasan usaha kelembagaan ekonomi kelompok perempuan, percepatan pengembangan kelembagaan ekonomi baik koperasi maupun badan usaha, serta praktik pertanian berkelanjutan ramah lingkungan.

“Program ini berupaya meminimkan input zat kimiawi dalam pertanian. Zat kimia dalam jumlah besar dan waktu lama dapat merusak tanah dan biota serta memaksa penguapan zat metan dari tanah,” kata Sri.

Konsorsium juga melibatkan dan memberikan ruang khusus kepada perempuan yang mempunyai keterbatasan. Sebut saja perempuan kepala keluarga yaitu yang menjadi kepala keluarga, menafkahi semua anggota keluarga yang tinggal bersamanya, serta yang bekerja baik formal maupun formal.

Selama ini mereka hanya menjadi pekerja di ladang, sawah atau kebun orang lain. “Kita juga melibatkan perempuan penyadang disabilitas, terutama dalam proses pengembangan kapasitas diri. Bahkan, dari kelompok yang sudah terbentuk terdapat perempuan petani yang belum bisa baca tulis,” tambahnya.

Pertanian merupakan sektor andalan Indonesia yang harus terus diperhatikan | Foto: Rhett Butler/Mongabay
info gambar

Laili Khairnur, Direktur Gemawan dan Penanggung Jawab Program Konsorsium Gemawan mengatakan, hampir 80% proses pertanian dilakukan perempuan. Di beberapa wilayah Kalimantan Barat, proses pertanian pangan, bahkan sepenuhnya dimainkan perempuan. Ini terjadi setelah para bapak menggarap sektor pertanian non-pangan dan informal lainnya. “Bagi perempuan, menjadi petani tidak hanya bicara tentang menghasilkan makanan, tetapi bagian dari keterikatan batin yang menrupakan sumber daya alam dan ruang kelola mereka,” kata Laili.

Penguatan perempuan dalam isu pertanian ini tidak semata dilihat dalam hal teknis. Program penguatan dikemas dengan mendorong munculnya kepemimpinan. Perempuan tani ini diharapkan membangun perekonomian di daerahnya, melalui pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Penerapan pertanian berkelanjutan di desa ini, sedikit banyak diharapkan berkontribusi dalam mitigasi dampak perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan perempuan beserta keluarganya,” tambah Laili.

Melalui organisasi ini, mereka dapat membangun akses dan kontrol perempuan terhadap sumber daya alam yang menjadi wilayah kelolanya. “Semua yang dicapai pada tahap ini menjadi pondasi untuk menapaki ekonomi yang lebih kuat,” tandasnya.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini