Secara Sukarela Kelompok Ini Menjaga Penyu di Sulawesi Utara

Secara Sukarela Kelompok Ini Menjaga Penyu di Sulawesi Utara
info gambar utama

Sejumlah lembaga di Sulawesi Utara berinisatif membentuk kelompok Relawan Pecinta Penyu Ranowangko II di wilayah Kecamatan Kombi, Minahasa, Sulawesi Utara. Inisiatif itu didorong oleh status keterancaman juga minimnya data mengenai populasi penyu. Ada dua lembaga yang menggagas terbentuknya kelompok relawan itu. Mereka di antaranya, Manengkel Solidaritas dan Chaetodon Manado.

“Ide awal, kami memandang, pantai timur Minahasa sebagai wilayah paling besar bertelurnya penyu. Tapi sayang sekali, data tentang itu masih minim. Kemudian, ancaman di sana juga diyakini cukup besar, entah karena faktor alam maupun intervensi manusia,” ujar Ketua Chaetodon Manado, Jenly Johanis Ponga ketika ditemui Mongabay di Manado, Senin (26/3/2018).

Manengkel Solidaritas dan Chaetodon Manado kemudian menyepakati pembentukan jaringan relawan untuk kegiatan tersebut. Hasilnya, beberapa lembaga lain mulai ikut bergabung dalam kelompok Relawan Pecinta Penyu Ranowangko II.

Bahkan, Manengkel Solidaritas juga akan mengajak turis mancanegara yang menginap di Rumah Singgah Manado, sebagai relawan kegiatan tersebut. Mereka berharap, meluasnya jaringan relawan, berbanding lurus dengan upaya pelestarian penyu.

“Saat ini kami masih akan komunikasi dengan DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Provinsi untuk meminta mereka jadi pelindung. Kemudian, akan mengajak lembaga-lembaga seperti BPSPL Makassar, Gakum KSDA hingga akademisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, sebagai pembina kelompok relawan ini,” tambah Jonly.

Selain melakukan penjaringan, kelompok relawan ini juga telah menetapkan empat zona untuk memudahkan pendataan penyu. Panjang zona diperkirakan mencapai 2,5km, yang terbentang di sepanjang pesisir desa Ranowangko II.

“Baru 2 hari monitoring sudah hampir 200 penyu lekang terdata dan langsung dipindahkan ke lokasi yang aman,” masih dikatakan Jonly. “Saat ini tim relawan pecinta penyu sedang mempersiapkan kebutuhan infrastruktur, pembuatan hatchery, papan nama untuk tempat telur penyu dan stik untuk mendeteksi telur.”

Baru sekali melakukan monitoring tim relawan berhasil menemukan 200 telur penyu lekang di pesisir pantai Ranowangko, Kombi, Minahasa, Sulut. Foto : Manengkel solidaritas/Mongabay Indonesia
info gambar

Edwin, salah satu relawan yang tergabung dalam kelompok tersebut mengatakan, beberapa relawan yang baru bergabung akan mendapat pembekalan, khususnya teknis monitoring dan pengisian data. Lewat pengenalan tadi, dia berharap, relawan yang baru bergabung dapat membagikan pengetahuan kepada orang lain.

“Program relawan ini baru 1 bulan. Dalam waktu ini, kami sudah melibatkan masyarakat dan coba mengajak lembaga-lembaga lain. Kabar terakhir, Karang Taruna setempat menyatakan bersedia bergabung,” ujarnya.

Menurut Edwin, masyarakat di desa Ranowangko II sebenarnya sudah pernah membuat pendataan penyu. Namun, data tersebut dinilai tidak begitu rinci. Sehingga, lewat kegiatan ini, pihaknya coba menawarkan metode baru.

Metode baru yang dimaksud adalah melakukan pendataan jenis penyu, panjang dan lebar karapas, jumlah telur, hari dan tanggal naik penyu, serta jenis kelamin. Kemudian, data-data yang telah dicatat itu akan dikirim ke kantor Manengkel Solidaritas untuk diinventarisir.

Masih dikatakan Edwin, monitoring dilakukan tiap hari, dari jam 23.00 hingga 4.00. Setidaknya, ada 3 orang yang ditugaskan melakukan monitoring di seluruh zona. Dalam kurun itu diperkirakan, relawan bisa melakukan hingga dua kali monitoring.

Telur penyu diletakkan dalam keranjang untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman oleh Tim Relawan Pecinta Penyu di Kecamatan Kombi, Minahasa, Sulut. Foto : Manengkel Solidaritas/Mongabay Indonesia
info gambar

Kepada Mongabay, dia menjelaskan, petugas monitoring bisa mengetahui tempat telur lewat jejak penyu dan gundukan pasir. Setelah menemukan lokasi itu, mereka memindahkan telur dengan menggunakan keranjang yang terlebih dahulu diisi pasir, untuk dipindahkan ke tempat yang lebih aman.

“Kami masih akan mempersiapkan pembangunan hatchery. Lokasinya nanti akan menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Misalnya, layak tidaknya tempat itu. Jadi, cari tempat yang aman dari predator.”

“Tidak susah melibatkan warga, karena mereka sudah punya dasar, tinggal diperkuat pada bagian lain. Metode pemindahan telur ini sama, yang beda pencatatan dan monitoring,” papar Edwin.

Denny Taroreh, ketua Talun Kentur, yang juga bergabung dalam kelompok relawan ini, terdapat pembagian tugas dalam kegiatan ini. Selain monitoring dan pendataan, individu atau lembaga tertentu mendapat peran untuk melakukan pemetaan spasial.

Denny sendiri mengaku mendapat tugas untuk menyusun materi kampanye yang berhubungan dengan kegiatan Relawan Pecinta Penyu Ranowangko II. Selain itu, ia juga berupaya menyebarkan informasi awal tentang penyu, siklus hidup penyu, konsekuensi hukum jika berburu, memelihara atau memperdagangkan penyu.

“Rata-rata warga tahu bahwa penyu adalah satwa dilindungi. Tapi keterancamannya masih tetap ada. Meski demikian, karena akan juga menggunakan media sosial, materi kampanye akan menjangkau sasaran yang lebih luas,” pungkasnya.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini