Dari Konsumen Menjadi Penyayang Penyu, Bisa Gak Sih?

Dari Konsumen Menjadi Penyayang Penyu, Bisa Gak Sih?
info gambar utama

Tepat sekitar pukul 9.40 malam di bulan Maret lalu, seekor penyu tampak di pantai Malaumkarta, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Perlahan ia mulai menggali pasir untuk bertelur. Berdasarkan data, di pantai ini, secara keseluruhan terdapat delapan titik yang menjadi tempat tujuan penyu bertelur.

Jika saat ini penyu-penyu telah kembali bertelur dengan aman di Pantai Kalaumkarta, tidak begitu sebelumnya. Beberapa tahun lalu daging dan telur penyu diambil masyarakat untuk dimakan. Ini terjadi secara turun-temurun. Akibatnya tidak ada penyu yang naik sampai di pantai di pinggir kampung.

Menurut penuturan masyarakat, dulu awalnya di Kampung Malaumkarta terdapat empat jenis penyu: penyu hijau, penyu belimbing, penyu sisik dan penyu lekang. Tapi, karena tingginya penangkapan penyu, dua jenis diantaranya yaitu penyu belimbing dan penyu hijau telah menghilang dari tempat ini.

Namun kebiasaan itu telah mulai berubah sejak awal 2017 yang lalu. Dimotori para pemuda Malaumkarta yang tergabung dalam Persekutuan Angkatan Muda (PAM) Jemaat GKI Silo Malaumkarta, Klasis Malamoi, kelompok ini bergerak aktif lakukan pelestarian alam laut.

Bagi Robert Kalami, Ketua PAM, menjaga penyu bertujuan agar spesies ini terus dapat lestari. Apalagi, Kampung Malaumkarta terkenal sebagai wilayah habitat penyu bertelur terbesar di Sorong.

Menurutnya, tujuan aktivitas mereka adalah untuk melindungi penyu, menanami kembali pohon-pohon di pesisir pantai yang terkena abrasi, juga lakukan identifikasi terumbu karang. Mereka juga lakukan perlindungan wilayah kelola kima di laut agar keseimbangan alam terjaga. Selain mendorong konservasi, kelompok ini juga aktif mendorong munculnya kelompok tani dan nelayan agar ada pendapatan ekonomi masyarakat.

Penyu yang bertelur di pantai Malaumkarta, Sorong | Foto: A. Kalalu
info gambar

“Sejak dulu masyarakat di kampung ini sudah punya tradisi jadikan berburu penyu buat dimakan. Tapi kalau nanti dia hilang, apa kata anak cucu kita nanti. Hanya bisa lihat gambarnya kah?” jelas Kalami.

Pada periode Februari – Agustus 2017 pemuda se-Malaumkarta Raya berhasil lepaskan dua ribu tukik ke laut. Keberhasilan ini tak lepas dari pembuatan sarang relokasi. Telur-telur penyu dipindahkan dari sarang alami ke sarang buatan. Jika tidak dipindahkan, dikhawatirkan telur penyu akan terkena pasang surut, ataupun dimangsa oleh predator.

Apa yang dilakukan para pemuda ini pun tampak berbuah. Jika hingga April hingga Agustus 2017 masih ada warga yang mengkonsumsi penyu. Maka pada bulan Desember 2017 tidak ada lagi warga yang kedapatan mengkonsumsi penyu.

“Kami punya target dalam 10-20 tahun kedepan penyu belimbing dan penyu hijau akan naik dan balik kembali di pinggir pantai Kampung Malaumkarta. Jadi masyarakat bisa lihat seperti apa bentuknya,” jelas Kalami.

Dia pun berharap kepada seluruh suku besar Moi di Sorong dan masyarakat Moi yang tinggal di pesisir pantai untuk dapat terus menjaga alam dan laut. Baginya, suku Moi punya pranata lindungi alam, dengan aturan dan kearifan adat suku Moi yang diwariskan leluhur.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini