Perempuan dengan Seruni

Perempuan dengan Seruni
info gambar utama

Perempuan Indonesia sesungguhnya memiliki sejarah yang sama gemilangnya dengan laki-laki. Pada masa pergerakan, misalnya, nama-nama seperti Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati, Cut Nyak Meutia, Martha Christina Tiahahu dan juga Dewi Sartika serta R.A Kartini, masing-masing telah berjuang dengan cara mereka sendiri dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dialami masyarakat pribumi akibat datangnya bangsa penjajah. Mulai dari mendampingi suami di medan perang, hingga mendirikan sekolah untuk perempuan.

Indonesia juga patut bangga atas sejarah perempuannya di bidang pendidikan. Menurut Soenarjati Djajanegara dalam bukunya Bahasa, Sastra dan Wanita (2010), berkat perjuangan R.A Kartini, bahkan sebelum Perang Dunia II, baik anak laki-laki mau pun perempuan, meskipun terbatas dari kalangan mampu, dapat bersekolah ke sekolah Belanda paling bergengsi, yaitu Hogere Burger School (HBS), bahkan ke universitas di Jakarta atau Belanda sekali pun.

Padahal, menurut Banner (1980: 234) seperti dikutip Djajanegara (2010) di buku yang sama, bahwa Universitas Yale, salah satu universitas terkemuka di Amerika, pertama kali mewisuda mahasiswinya baru pada tahun 1973, yang juga sebagai hasil perjuangan gerakan perempuan gelombang kedua yang muncul di Amerika sekitar tahun 1963.

Dengan kemunculan gelombang paham feminis kedua pada tahun 1960-an tersebut dan mendapat sambutan hangat di berbagai belahan dunia, meskipun tidak terlalu berdampak di Indonesia, telah menyadarkan para perempuannya akan pergerakan perempuan. Tahun 1970-an, muncul penulis-penulis perempuan Indonesia yang mulai berani menulis tentang seksualitas perempuan, di antaranya N. H Dini, Marga T. dan Ike Supomo.

Gelombang paham tersebut, meskipun kian pasang-surut, terus berkembang dengan munculnya berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang khusus bergerak di urusan perempuan. Menyusul LSM-LSM lain yang mengusung visi serupa, terbentuklah Seruni. Serikat Perempuan Indonesia atau Seruni adalah organisasi perempuan yang berfokus membahas dan mengadvokasikan isu-isu perempuan dan anak, baik isu yang berpusar di perkotaan mau pun perdesaan yang kental dengan nilai-nilai adat setempat tetapi tidak jarang merugikan perempuan.

Seruni telah banyak memberikan tanggapan dan usaha advokasi pada tiap-tiap isu sosial seperti penggusuran paksa, kesejahteraan buruh dan tani serta isu sosial di lingkungan kerja yang terjadi, dengan perpektif perempuan. Seruni sendiri beranggotakan perempuan dari segala kalangan sosial, baik akademisi mau pun buruh dan juga ibu rumah tangga. Seruni selalu terbuka untuk perempuan yang membutuhkan tempat untuk bergerak, berorganisasi dan belajar, bahkan untuk mereka yang belum pernah mengenal teori-teori sosial politik.

Seruni juga telah mengadakan kongres pertamanya bertema “Membangun Organisasi Perempuan Demokratis Untuk Memajukan Perjuangan Perempuan dan Rakyat Indonesia” pada April 2017 lalu, yang membahas garis besar haluan keorganisasian yang dihadiri oleh perwakilan LSM seperti AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria), GSBI (Gabungan Serikat Buruh Indonesia), KABAR BUMI (Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia) dan para mahasiswa serta aktifis dan pemerhati pergerakan perempuan Indonesia.

Seruni juga turut menginisiasi kongres perempuan pertama yang diadakan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada akhir April 2017 yang dihadiri narasumber dari berbagai kalangan mulai dari akademisi perempuan dan pegiat LSM perempuan seperti Women Research Institute dan LBH APIK, sebagai bentuk kajian dan diskusi bersama mengenai persoalan yang dihadapi perempuan di Indonesia. Kegiatan rutin seperti kajian dan pernyataan sikap disertai kegiatan turun lapangan misalnya penggalangan dana dan berpartisipasi politik juga dilakukan untuk makin menciptakan iklim yang aktif dan kritis di kalangan perempuan Indonesia.

Selain mengajak perempuan belajar berorganisasi dan berdialektika, Seruni juga memiliki program bagi perempuan untuk belajar seperti halnya mahasiswa, seperti Women’s traveling journal yaitu kegiatan berkeliling ke lokasi yang telah dilibatkan. Women’s traveling journal mendokumentasikan dan mengamati kehidupan perempuan dan anak baik di tingkat provinsi mau pun di negara yang juga tergabung dalam Asian Rural Women Coalition (AWRC). Dengan sembari mengampanyekan kesetaraan dan hak-haknya, perempuan dapat saling berbagi kisah dan inspirasinya.


Sumber: Seruni

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini