Anak Indonesia Mengulik Tantangan Nasionalisme era Milenial

Anak Indonesia Mengulik Tantangan Nasionalisme era Milenial
info gambar utama

Era globalisasi makin pesat dan makin mengubah hampir tiap aspek di kehidupan kita. Kemajuan teknologi dan informasi saat ini rasanya belum didapat lima hingga sepuluh tahun yang lalu. Kebiasaan dan preferensi juga menjadi hal yang ikut mendapat pengaruh langsung. Budaya luar yang dapat masuk ke Indonesia kapan saja dan berupa apa saja menjadi tantangan tersendiri bagi warga negara terutama anak-anak muda.

Tantangan berupa kontradiktif budaya luar dengan Indonesia, serta beragam budaya yang tidak ada di Indonesia membuat rasa nasionalisme anak muda khususnya di Indonesia kian labil. Belum lagi persoalan-persoalan dalam negeri yang dirasa tidak memberikan kepuasan tertentu terhadap anak-anak muda. Rasa cinta tanah air dan persatuan bangsa pun kian terkikis.

Hal tersebut disadari betul oleh teman-teman We the Youth Indonesia untuk berbagi bersama tokoh Indonesia seputar tantangan anak Indonesia. Mengusung tema “Nasionalisme Versi Gue”, acara bincang yang diselenggarakan di Epicentrum XXI Jakarta hari Sabtu (11/08) lalu bertujuan untuk memantapkan rasa nasionalisme dan kebanggaan anak bangsa.

Widi, Executive Director dari We the Youth, melalui tayangan yang diputar sebelum acara dimulai, menjelaskan secara singkat mengenai tujuan tersebut, “We the Youth adalah gerakan anak muda yang membangun kesadaran dan partisipasi aktif anak muda di dalam masalah sosial. We the Youth bertujuan sebagai wadah anak muda untuk berbagi, berdialog dan berdiskusi, salah satunya dengan adanya talkshow Youth X Public Figure ini”

Acara talkshow yang dihadiri bapak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, bapak Luhur Binsar Pandjaitan dan komedian Ge Pamungkas mencoba memberikan insight mengenai adaptasi anak muda Indonesia pada perkembangan zaman.

“Saat SD dulu, sekitar tahun 1958, saya melihat tentara payung RPKD yang datang ke daerah saya di Pekanbaru. Saya lihat, wah mereka hebat.” Jawab pak Luhut ketika ditanya mengenai awal beliau berminat menjadi tentara. Bahkan, ketika telah menjadi tentara pun, beliau masih mengutamakan pendidikan dengan melanjutkan studi magister di Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS).

Pak Luhut juga bercerita bahwa selama bekerja di Kopassus (Komandan Pasukan Khusus) setelah lulus Akademi Militer, beliau dan tim tidak pernah bertanya asal-usul masing-masing anggota dalam melaksanakan tugas. Beliau dan tim tetap bekerja gigih untuk negara meski pun tidak ada yang tahu mereka besok masih akan hidup atau tidak.

“Nah adik-adik semua, spirit nasionalisme itu harus ada, bahwa pendahulu-pendahulu kita itu sudah mewariskan sesuatu buat kita, dan harus kita jaga negara ini jangan sampai terpecah karena perbedaan-perbedaan kecil”, tambahnya. “Mereka tidak pernah bertanya siapa kamu, siapa itu, itu sudah jadi tugas mereka melindungi dan membela warga dan negara ini. Mereka tinggalkan anak istri mereka. Ayo, generasi kalian sekarang yang akan bawa Indonesia lebih baik lagi”.

We the Youth juga menayangkan nasionalisme versi anak muda pada pertengahan acara, seperti memberikan bahkan menjadi solusi dari sebuah kritik sosial di Indonesia. Mengeluhkan kemacetan di kota-kota besar di Indonesia tetapi tetap berpergian dengan kendaraan pribadi bukanlah contoh yang baik. Selain itu, pembangunan dan program pemerintah harus didukung. Tentu dampaknya tidak langsung dirasakan karena Namanya juga masih dalam tahap pembangunan, sehingga harus tetap didukung.

Mendukung dan membeli produk lokal juga merupakan bagian dari nasionalisme. Anak-anak muda Indonesia saat ini telah banyak berkarya dan berprestasi dalam hal wirausaha dan karya cipta yang selevel dengan internasional. Perkembangan industri kreatif dan wirausaha dalam negeri juga sedang sangat berkembang.

Membiasakan hal-hal kecil yang baik misalnya membuang sampah pada tempatnya dan menyimpan sampah sendiri apabila belum menemukan tempat untuk membuang sampah juga merupakan salah satu wujud nasionalisme untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang bersih dan bebas sampah.

“Tiga hal kunci dalam mengisi nasionalisme bangsa, yaitu tanggap dengan mengasah otak, mental yang bagus dan fisik yang terjaga. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka ya sama saja, akan tertinggal. Boleh beda pendapat, tidak perlu musuhan”, terang bapak Luhut menanggapi fenomena nasionalisme anak muda saat ini pada acara yang juga mengundang teman-teman tuna rungu dan menyediakan penerjemah bahasa isyarat.

Ge Pamungkas sendiri merupakan komedian dan content creator di channel Youtube. Menanggapi pertanyaan audiens mengenai masyarakat Indonesia yang lebih gemar meributkan tayangan kontroversi dibandingkan tayangan berkonten positif, Ge memiliki caranya sendiri, yang tentunya dalam rangka menjaga karakter nasionalisme bangsa Indonesia yang sudah baik.

“Mau bagaimana, ya itu memang sudah naluri manusia untuk menyukai hal kontroversial. Tapi, apa yang bisa kita lakukan setelah itu? Kalau kita melihat postingan jelek, pilihan kalian, mau nonton untuk diri sendiri atau disebar? Itu laku dan viral ya karena kalian yang sebar”, jelasnya.

Gua pernah stand-up membahas agama, dan juga kritik sosial, lalu bedanya ‘silaturahmi’ dan ‘silaturahim’. Tetapi yang ‘laku’ adalah tayangan yang berdurasi lima menit doang yang cuma nunjukkin muka yang ngga enak dilihat juga”, serunya yang diikuti gelak tawa penonton.

“Ini adalah tugas lo sebagai content creator. Ibaratnya ada gelas berisi air kotor. Nah bagaimana mengeluarkan air kotor di gelas itu? Lo tuang air bersih sebanyak-banyaknya sampai air kotornya keluar. Coba lo liat, temen-temen dari Disindo di depan lo adalah penikmat contentlo, dimana mereka ngga bakal bisa menikmati film atau televisi Indonesia karena tidak ada subtitlenya”, terang Ge.

“Tapi di youtube, lo bisa kasih subtitle. Kebayang ngga, kalo yang mereka nikmati adalah konten-konten negatif? Memang tugas kita semua ini untuk menyebarkan hal baik, dan meng-keep hal yang negatif”, tutupnya.

Banyak cara untuk menjaga dan memupuk rasa nasionalisme kita. Melakukan hal-hal baik dan positif yang sederhana juga merupakan cara menjadikan Indonesia menjadi lebih baik di mata dunia. Nah, yuk mulai biasakan hal baik dimulai dari diri sendiri!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini