Kisah Legenda Kera Macaca Maura

Kisah Legenda Kera Macaca Maura
info gambar utama

Macaca Maura merupakan salah satu satwa endemic yang mulai terancam punah, Macaca Maura dapat dijumpai di Desa Labuaja, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Terdapat patung Kera Macaca Maura yang berdiri mengangkang di Bantimurung Maros tepatnya di puntu gerbang wisata pemandian alam.

Patung tersebut merupakan simbol bahwa di wilayah tersebut banyak kera, terutama di jalan lintas Maros-Bone. Macaca Maura dalam bahasa lokal disebut dare. Kera ini memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kera jenis lain karena memiliki kecerdasan yang lebih karena memiliki otak yang lebih kompleks.

Dilansir dari detik. Berkisah ada sebuah kerajaan kera yang berada di Kampung Abbo, Kelurahan Leang-leang, Kecamatan Bantimurung. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja bernama Toakala. Raja ini digambarkan sebagai sosok kera tinggi besar, berbulu putih, dan pintar berbicara layaknya manusia.

"Di Kampung Abbo itu ada beberapa reruntuhan batu yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Toakala. Selain itu, ada juga batu berbentuk ranjang yang konon itu tempat tidur I Marakondang," kata seorang budayawan Maros, Lory Hendrajaya.

Toakala sangat senang berburu, pada suatu hari berangkat ke hutan mencari rusa. Namun, saat di perjalanan tepatnya di telaga Kassi Kebo, yang berada di atas air terjun Bantimurung, ia tak sengaja melihat seorang wanita yang sangat cantic tengah mandi di danau itu.

Wanita itu adalah seorang putri dari Kerajaan Pattiro bernama Bissu Daeng. Putri ini memiliki kulit punih dengan rambut yang sangat panjang yang membutuhkan tujuh tiang jemuran untuk mengurai rambut panjangnya. Hal inimembuat ZToakala jatuh cinta kepadanya.

Sepulang dari berburu itu, Toakala mengirim utusannya ke Kerajaan Pattiro dengan maksud meminang. Namun perasaan cintanya bertepuk sebelah tangan saat pihak Pattiro menolak dan bahkan mengolok-olok dirinya, tidak pantas memperistrikan Bissu Daeng yang jelita lantaran ia hanya seekor kera.

Toakala pun akhirnya menculik Bissu Daeng ke kerajaannya. Namun, tidak berselang lama, Bissu Daeng diselamatkan oleh seerkor ular sanca besar dan membawanya pulang ke Pattiro. Toakala pun kembalimurka dan memerintahkan seluruh rakyatnya untuk bersiap menyerang Kerajaan Pattiro.

"Nama Pattiro itu adalah salah satu dusun di Desa Labuaja. Jaraknya dengan Abbo mungkin ada sekitar 10 km kalau kita tidak lewat jalan umum. Di Dusun Pattiro itu juga ada beberapa reruntuhan batu yang diyakini bekas kerajaan. Selain itu, ada batu seperti ular melilit, konon itu ular sanca yang selamatkan putri," terang Lory.

Mendapat kabar akan diserang, nyali Raja Pattiro ciut dan mengatur siasat jahat. Ia mengutus panglimanya untuk bertemu dengan Raja Toakala. Ia berpesan agar Toakala dating melamar secara baik-baik dengan syarat, seluruh rakyatnya harus ikut tanpa terkecuali.

"Karena cintanya kepada Bissu Daeng, amarah Toakala pun luluh dan mengiyakan permintaan itu. Ia pun mengerahkan seluruh rakyat dan pasukannya datang ke Pattiro untuk melamar gadis pujaannya itu," lanjut Lory.


Sumber:detik.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini