Dunia Berkumpul di Bali, Begini Dampaknya Bagi Indonesia

Dunia Berkumpul di Bali, Begini Dampaknya Bagi Indonesia
info gambar utama

Oleh : Jodhi Satyagraha Boediono, Asisten Manajer Bank Indonesia.

(Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja)

Suasana Bali nampaknya akan riuh di bulan Oktober 2018 nanti, bahkan mungkin saja jadi bulan paling ramai sepanjang sejarah pariwisata Bali. Padahal, bulan Oktober bukan termasuk peak season bagi Pulau Dewata. Kenapa bisa begitu? Tidak lain karena IMF-World Bank Annual Meeting akan digelar di Bali mulai tanggal 8 sampai 14 Oktober 2018.

Apa sih IMF-World BankAnnual Meeting itu?

Mungkin sebagian dari kita belum tahu pasti seperti apa pertemuan tahunan International Monetary Fund-World Bank Group (IMF-WBG) Annual Meeting ini.

IMF-WBG Annual Meeting merupakan pertemuan rutin yang diselenggarakan tiap tahun oleh IMF dan Grup Bank Dunia untuk membahas isu-isu yang memiliki dampak global. Setiap tahun, topik yang dibahas berganti sesuai kebutuhan global saat itu.

Di Bali nanti, pertemuan tahunan ini setidaknya akan membahas isu gejolak ekonomi global, syariah, dan digitalisasi. Ketiganya merupakan isu panas yang sedang terjadi di dunia. Perang dagang Amerika-Tiongkok yang hampir setiap hari beritanya tersiar di TV hingga perkembangan digital (seperti transportasi online dan online shop) yang kita pakai sehari-hari merupakan fenomena “Zaman Now” yang berdampak besar bagi ekonomi.

Lantas apa kita perlu bangga jadi tuan rumah acara itu? Pastinyaaa! Kesempatan menjadi tuan rumah acara tahunan ini sangat langka dan menjadi rebutan negara-negara di dunia.

Bagaimana tidak, pertemuan ini akan dihadiri oleh 189 negara. Sebagai pembanding, pagelaran Miss World 2013 silam di Bali dihadiri 127 negara, dan Asian Games Jakarta – Palembang Agustus 2018 dihadiri sekitar 45 negara. Sehingga bukan tak mungkin perhelatan akbar para ekonom ini akan mengukir rekor baru sebagai jamuan terbesar Indonesia di kancah internasional.

Eh, tapi Kenapa di Bali ya?

Setelah berjuang selama setahun, bersaing dengan 189 negara lain termasuk Mesir dan Senegal yang memiliki kans sangat kuat, akhirnya tim Indonesia mampu “meminang” IMF-WBG untuk melakukan Annual Meeting di Indonesia dengan pesona Pulau Dewata sebagai “mas kawin”.

Sering banget kita tuh denger kalau bule-bule itu tidak kenal dengan Indonesia, tapi malah kenal banget dengan Bali, Pulau Dewata kebanggaan kita. Nah loh, jadi saya penasaran untuk mengulik sedikit tentang ini. Dan hasilnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, mayoritas atau 40% wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai di Bali, baru disusul melalui Bandara Soekarno-Hatta Jakarta sebanyak 18% turis.

Pengalaman Bali menjadi tuan rumah wisatawan yang sudah kawakan, tak hanya keindahan alam tetapi lengkap dengan keramahan orang lokal dan kearifan budaya lokal, hingga lengkapnya infrastruktur pariwisata, merupakan alasan yang cukup untuk memilih Bali sebagai lokasi menjamu 189 negara (sekali lagi, ini banyaaak binghiiits).

Lalu apa untungnya pertemuan ini bagi Indonesia?

Bisa dibilang, Indonesia akan menuai banyak sekali keuntungan ketika IMF-World Bank Annual Meeting diselenggarakan di Bali. Artinya, akan ada dua periode untung yang akan dirasakan, yaitu Keuntungan Jangka Pendek dan Keuntungan Jangka Panjang.

Keuntungan jangka pendeknya seperti apa?

Bayangkan saja, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Sentral, hingga para CEO Industri Keuangan dari berbagai negara akan ngumpul jadi satu di Bali. Dan tentu saja, mereka akan memboyong tim pendampingnya.

Pertemuan mereka juga akan menyedot ribuan pengamat dan pengusaha terkemuka di dunia untuk datang ke Bali. Tak kurang dari 15 ribu orang diperkirakan akan datang untuk acara ini. Dari sisi waktu, 15 ribu orang tersebut akan menghabiskan waktu sekitar 1 minggu (termasuk pra-event dan 2 hari acara utama Annual Meeting). Belum lagi puluhan tim persiapan dari IMF dan panitia dari Indonesia yang lebih dulu datang sekitar sebulan sebelumnya.

Pertemuan tersebut akan menggerakkan perekonomian Bali dan mendorong berbagai sektor bisnis seperti transportasi dan perhotelan.

Bayangkan, tambahan 15 ribu orang tamu pertemuan akan berebut sewa transportasi dengan wisatawan lain, jadi bisa dibayangkan kenaikan tarif karena high demand. Etiket pesawat baik penerbangan internasional maupun nasional akan laku keras. Kamar hotel akan penuh dan harganya bisa meroket hingga dua kali lipat atau bisa jadi lebih loh.

Sektor pariwisata juga akan menggeliat karena tempat-tempat wisata akan ramai dikunjungi peserta pertemuan. Ketua Kadin Bali pun mengatakan harga bunga diperkirakan akan melonjak saat pertemuan tersebut karena kebutuhan yang tinggi dari sektor pariwisata dan perhotelan. Itu baru contoh kecil saja dari begitu banyak persiapan.

Di sektor makan minum, pengusaha-pengusaha restoran juga harus menyiapkan diri memenuhi lonjakan permintaan. Luar biasanya lagi, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bali telah membahas bagaimana memenuhi kebutuhan telur yang diperkirakan tidak bisa dipenuhi oleh produksi lokal Bali. Dibutuhkan tambahan pasokan telur dari provinsi lain.

Terbayang kan bagaimana pertemuan ini memberikan dampak positif juga buat provinsi selain Bali. Itu baru dari 1 komoditas, telur saja. Masih banyak kebutuhan dari sektor makanan dan minuman lainnya, misalnya saja oleh-oleh.

Turis kan biasanya beli oleh-oleh di akhir kunjungannya. Jangankan turis asing, kita turis domestik aja senang cari oleh-oleh di Bali, ya kan? Ada juga oleh-oleh yang bentuknya kain adat, baju, atau kerajinan yang dapat mendorong aktivitas UMKM.

Lalu bagaimana keuntungan jangka panjangnya?

Ribuan media internasional akan datang untuk menyiarkan acara tersebut ke seluruh dunia. Bisa dibilang, acara ini merupakan momen berharga bagi Indonesia untuk membangun kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, termasuk mempromosikan pariwisata.

Yup betul, inilah yang saya maksud dengan manfaat jangka panjang, salah satu manfaat yang mungkin baru bisa dirasakan di kemudian hari.

Pernah tahu dari mana wisatawan mancanegara terbanyak yang datang ke negara kita? Saya coba telusuri lagi data BPS. Ternyata selama tahun 2016, 77% wisatawan mancanegara kita berasal dari Asia (seperti dari Tiongkok, Malaysia, dan Singapura) serta Australia. Wisatawan yang datang hanya didominasi 4 negara itu saja.

Jadi, momen IMF-World Bank Annual Meeting ini sangat penting bagi Indonesia untuk mengembangkan pasar lebih luas lagi ke negara Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia lainnya.

Dengan menjadi tuan rumah IMF-World Bank Annual Meeting, saatnya Indonesia membuktikan kita siap menjadi tuan rumah International Event lainnya. Sangatlah penting untuk membangun kepercayaan global.

Belajar dari Peru, mereka telah merasakan manisnya hasil menjadi tuan rumah IMF-World Bank Annual Meeting tahun 2015 lalu. Peru menjadi destinasi penyelenggaraan acara di kawasan Amerika Latin karena telah berhasil membangun citra global yang baik.

Itu baru promosi dari sektor pariwisata saja. Promosi lain bisa dilakukan juga, seperti potensi besar pengembangan syariah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim besar di dunia. Diharapkan investor asing akan datang untuk turut menggarap pasar syariah di tanah air.

Selain itu, Indonesia juga dapat mempromosikan kesiapannya dalam memasuki era digital. Kita sering lihat istri kita melototin hape untuk belanja online, anak-anak kita menggunakan jasa pengiriman memesan makanan online. Kita sendiri pergi ke sana ke mari langsung pesan transportasi online. Bayar tol sekarang tidak lagi pakai uang kertas tapi menggunakan kartu uang elektronik. Kehidupan kita terasa lebih mudah dan cepat karena sedang mengalami digitalisasi.

Beberapa investor dari Tiongkok sudah menyadari potensi ini dan kita perlu terus menarik investor untuk datang karena potensi pengembangannya masih sangat besar.

Tapi ada juga lho keuntungan jangka panjang yang bisa dirasakan dari sekarang, yaitu… Infrastruktur!

Menurut Bappenas, terdapat empat proyek besar untuk mendukung IMF-World Bank Annual Meeting dengan total biaya mencapai Rp 4,9 triliun (Kompas, 27 April 2018).

Keempat proyek infrastruktur tersebut adalah Underpass Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK), dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Suwung.

Yup, saya memang sengaja memasukkan infrastruktur sebagai manfaat jangka panjang. Terkadang orang lupa bahwa proyek-proyek infrastruktur tersebut dibangun tak hanya dipakai untuk IMF-World Bank Annual Meeting saja. Sudah pasti infrastruktur-infrastruktur itu digunakan dalam jangka panjang untuk menunjang pengembangan pariwisata Bali.

Malahan, kita patut bersyukur dengan adanya IMF-World Bank Annual Meeting, keempat infrastruktur tersebut bisa dikebut untuk selesai. Bahkan seingat saya, Patung GWK sudah mulai dibangun sejak 28 tahun silam dan akhirnya dikebut selesai menjelang IMF-World Bank Annual Meeting.

Underpass Ngurah Rai sangat penting dibangun untuk mengupas kemacetan di sekitar Bandara Ngurah Rai Bali. Sangat membekas di ingatan istri saya yang pernah bekerja di Bali, bahwa kemacetan sering menjadi momok saat perhelatan akbar, termasuk saat KTT ASEAN tahun 2011 silam. Itu baru acara ASEAN yang cuma beranggotakan 10 negara. Nah, antisipasi kemacetan memang perlu dilakukan jelang kedatangan 189 negara di IMF-World Bank Annual Meeting.

Pembangunan Pelabuhan Benoa juga sangat penting untuk membuka akses wisatawan yang menggunakan kapal pesiar. Tren berkeliling dunia di atas kapal pesiar meningkat dewasa ini. Perairan Indonesia memang dilewati oleh jalur kapal-kapal Cruise International yang berasal dari Asia, Australia, bahkan Eropa. Sangat disayangkan jika kita tidak memiliki pelabuhan yang dapat menampung kapal-kapal wisatawan tersebut.

Pembangunan TPA Sampah Suwung juga berperan krusial karena diperkirakan empat tahun lagi TPA tersebut sudah tidak mampu memuat sampah lagi.

Masih jelas di ingatan saya ketika kuliah di Bandung tahun 2008, sampah tak tertampung tumpah hingga ke jalan-jalan umum menjadi masalah yang tidak dapat disepelekan karena sangat mengganggu aktivitas dan merusak pemandangan kota. Jadi pembangunan TPA sangat penting bagi pengembangan Bali.

Patung GWK merupakan icon yang mencerminkan budaya Bali dan menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia, perlu diselesaikan untuk ditunjukkan kepada dunia, melalui kedatangan 189 negara dalam IMF-WB Annual Meeting.

Pada akhirnya, bagaimana Indonesia menuai manfaat dari IMF-WB Annual Meeting tergantung dari kerjasama pemerintah dan swasta dalam menyukseskan acara itu. Tak kalah penting adalah dukungan seluruh masyarakat Indonesia untuk menciptakan suasana kondusif karena ribuan pasang mata di seluruh penjuru dunia akan melihat bagaimana Indonesia menjadi tuan rumah IMF-WB Annual Meeting.

Semoga Indonesia semakin bersinar di mata dunia!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini