Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 1]

Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 1]
info gambar utama

Secara kuantitas, Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Namun, dari segi kualitas justru kalah jauh dibanding dua negara di urutan paling atas, Pantai Gading dan Ghana. Salah satu penyebabnya karena pengolahan pascapanen kakao Indonesia masih asal-asalan.

Petani kakao di Kabupaten Jembrana, Bali bagian barat melakukan pengolahan pascapanen sedikit berbeda melalui teknik fermentasi. Hasilnya, mereka mampu mendapatkan biji kakao berkualitas yang dijual ke pasar-pasar internasional maupun domestik.

Kenapa kakao fermentasi dianggap lebih berkualitas dibanding non-fermentasi? Bagaimana petani kakao di Jembrana melakukannya? Laporan berikut membahasnya dalam empat artikel terpisah.

***

I Ketut Pantiana dan I Ketut Agus Suardikayasa terlihat berbeda dari biasanya pada Kamis minggu pertama September 2018 lalu. Sehari-hari, mereka lebih sering mengenakan kaos oblong, celana pendek, dan sandal seperti petani pada umumnya. Namun, pagi itu mereka berpakaian rapi dengan kemeja dan celana panjang. Sepatu pantofel mereka mengilat.

Senyum mereka sumringah. Tak lupa, mereka juga berfoto-foto di depan truk kontainer yang akan membawa biji kakao fermentasi dari Jembrana, Bali ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Dari Surabaya, biji kakao akan dikirim lebih jauh lagi, ke Perancis.

Pagi itu, petani yang tergabung dalam Koperasi Kerta Semaya Samaniya (Koperasi KSS) mengirim 11 ton kakao dengan tujuan 5 ton ke Perancis, 2 ton ke Jepang, dan 4 ton untuk pembeli domestik di Bali. Pantiana dan Suardikayasa termasuk anggota koperasi yang semua anggota dan pengurusnya adalah petani seperti mereka.

“Perasaan saya lelah campur senang. Capek setelah menyiapkannya sampai hari ini, tetapi sangat senang karena kerja keras kami dihargai sampai Perancis,” kata Pantiana.

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian melepas ekspor kakao fermentasi di Negara, Jembrana, Bali, Sabtu (6/9/2018). Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Sehari sebelum pengiriman kakao, Pantiana termasuk yang menyiapkan kakao ekspor dalam karung masing-masing berisi 50 kg ke dalam kontainer di kantor Koperasi KSS di Desa Nusasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana.

Kakao itu berasal dari petani anggota subak-subak abian yang bergabung dalam Koperasi KSS. Pantiana, misalnya, menjual 1 ton kakao kering fermentasi bersama lima petani lain yang tergabung dalam Subak Abian Buana Sari Desa Tuwed, Kecamatan Melaya.

Subak Abian adalah istilah untuk kelompok tani daerah kering di Bali. Berbeda dengan subak di Bali yang pada umumnya di daerah persawahan. Kakao termasuk komoditas pertanian lahan kering selain juga vanili, cengkeh, durian, dan semacamnya.

Bagi Pantiana, pelepasan ekspor kakao pagi itu sekaligus untuk melawan cibiran yang selama ini mereka terima dari sebagian petani lain. “Banyak petani yang meremehkan dan mengecilkan kami. Menganggap kami tidak mungkin bisa menjual kakao fermentasi. Mereka ternyata salah. Buktinya hari ini kami bisa melakukannya,” ujarnya.

Bahkan mereka bisa mengajak pejabat lokal dan nasional menghadiri acara mereka. Pelepasan kontainer dan empat truk pembawa kakao secara simbolik dilakukan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang.

Kakao fermentasi dari Jembrana, Bali, dianggap memiliki aroma khas buah madu dan bunga. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Menjadi Contoh

Seremonial pelepasan dilakukan secara meriah di depan Gedung Kesenian Ir Soekarno, Negara, ibu kota kabupaten paling barat Bali ini. Sekitar 700 orang hadir, termasuk pelajar, petani, dan pejabat setempat, termasuk Bupati Jembrana I Putu Artha,

“Dengan membaca membaca bismillah, saya lepaskan truk-truk pengiriman kakao fermentasi ini ke tujuan masing-masing. Semoga pengiriman-pengiriman selanjutnya juga lancar sehingga kakao dari Jembrana bisa membawa harum nama Indonesia,” kata Bambang sambil mengangkat bendera merah kotak melepas keberangkatan satu truk kontainer, dua truk dan dua pikap di belakangnya.

Pagi itu, Koperasi KSS mengirim biji kakao ke lima pembeli. Dua pembeli internasional yaitu Valrhona, Perancis (5 ton) dan AKP Organic untuk Dari-K Jepang (2 ton) sedangkan tiga pembeli domestik adalah Cau Chocolate (2 ton), POD Chocolate (1 ton), dan Bali Chocolate Factory (1 ton). Seluruh biji kakaonya dalam bentuk kering terfermentasi.

Selain pelepasan pengiriman biji kakao fermentasi, ada pula penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Koperasi KSS dengan POD Chocolate, Mason Gourmet Chocolate, Cau Chocolate dan AKP Organic untuk dukungan kerja sama yang lebih berkelanjutan.

Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Koperasi KSS dengan Cau Chocolate dalam pemasaran kakao fermentasi dari Jembrana, Bali. Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Dalam sambutan pelepasan ekspor, Bambang mengatakan kakao fermentasi dari Jembrana menjadi bukti bahwa Indonesia bisa memproduksi kakao berkualitas. “Jembrana luar biasa karena menjadi percontohan kakao fermentasi nasional. Jembrana bisa menjadi jendela masa depan kakao Indonesia yang berkualitas,” katanya.

Bambang menambahkan saat ini kebutuhan cokelat dunia semakin bertambah. Sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, Indonesia berpotensi menjadi produsen kakao berkualitas di pasar internasional. Dengan kualitas lebih bagus, termasuk melalui fermentasi, kakao Indonesia akan mendapatkan harga lebih tinggi pula.

Indonesia sebagai penghasil kakao terbesar ketiga di dunia justru dikenal sebagai produsen kakao yang terburuk karena tidak terfermentasi. “Kesadaraan untuk mengolah kakao melalui fermentasi itu tumbuh dari Jembrana dan itu pelajaran yang sangat penting untuk kita,” ujarnya.

Masa depan kakao Indonesia, Bambang melanjutkan, akan berjaya seiring dengan perhatian dari para pembeli yang memberikan harga lebih tinggi. Karena itu, Bambang mendesak agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jembrana lebih serius menjadikan kakao sebagai komoditas unggulan daerah. “Pemahaman yang baik akan berdampak terhadap hasil perkebunan yang lebih baik. Pejabat-pejabat daerah masih menganggap sektor perkebunan belum penting. Padahal, sudah terbukti perkebunan adalah fundamental kekuatan ekonomia nasional,” lanjutnya.

Kakao Jembrana, Bali, mendapatkan pengakuan pasar karena kualitasnya yang bagus | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Mission Possible

Bupati Jembrana I Putu Artha menyambut baik saran Dirjen Perkebunan. Pihaknya menyadari sektor pertanian dan perkebunan berperan penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan, tetapi di sisi lain sektor ini justru menghadapi banyak tantangan, seperti alih fungsi lahan dan kurangnya minat anak muda.

Selama delapan tahun terakhir, menurut Artha, Jembrana sudah menyambut baik program Kakao Lestari untuk pengembangan kakao unggulan yang dampaknya sudah dirasakan para petani saat ini. Petani mulai bangkit untuk mengelola kebun kakaonya dari hulu sampai hilir.

Tidak hanya fokus pada perbaikan budi daya, tetapi juga pengolahan pascapanen. “Hasilnya bisa kita lihat pada hari ini bahwa kakao Jembrana bisa merambah dunia internasional. Ini adalah hasil dari komitmen semua pihak,” ujarnya.

Hal itu, lanjutnya, karena secara kelembagaan petani memiliki Koperasi KSS sebagai ujung tombak dalam perbaikan kualitas produksi dan pengolahan kakao di Jembrana. “Ke depannya semoga para petani anggota koperasi tidak berhenti hanya pada produk biji kakao fermentasi, tetapi sampai juga pada produk turunan biji kakao untuk peningkatan nilai tambah produk dan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jembrana,” Artha berharap.

Dengan kualitas kakao yang lebih baik setelah difermentasi, petani di Jembrana kini mengubah posisi petani pula. Jika dulunya mereka harus berjuang keras untuk mendapatkan pasar, tetapi saat ini justru mereka yang dicari-cari oleh pembeli. “Kami bangga karena ini sekaligus membuktikan bahwa petani kakao bisa membawa harum nama Jembrana dan Indonesia ke pasar internasional,” kata Ketua Koperasi KSS I Ketut Wiadnyana.

Kampanye cokelat untuk menjangkau anak-anak muda di Jembrana, Bali | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Agung Widiastuti, Direktur Yayasan Kalimajari yang mendampingi petani kakao Jembrana dalam program Kakao Lestari sejak 2011, mengatakan pengiriman kakao ini membuktikan bahwa petani bisa mengubah pandangan negatif terhadap sektor pertanian selama ini.

“Ini bukti bahwa pasar memang ada di depan mata, tetapi kita harus berjuang untuk mencapainya. Ini bukanlah mission impossible karena kita bisa mewujudkannya,” kata Widiastuti.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini