Upaya Tingkatkan Literasi Melalui Ubud Writers and Readers Festival, Bagaimana Caranya?

Upaya Tingkatkan Literasi Melalui Ubud Writers and Readers Festival, Bagaimana Caranya?
info gambar utama

Ubud Writers and Readers Festival memang telah sukses digelar beberapa waktu lalu di Ubud, Bali. Kegiatan yang telah berlangsung hingga memasuki tahun ke-15 ini memang selalu mendulang banyak cerita sejak sukses diadakan pertama kali di tahun 2004.

Tahun ini, dengan hadirnya lebih dari 200 program dan lebih dari 180 pembicara dari berbagai negara, membuat Ubud Writers and Readers Festival muncul sebagai salah satu festival literasi terbesar yang rutin diadakan di Indonesia.

View this post on Instagram

Over 200 volunteers from across Indonesia and beyond helped bring the 15th year of UWRF to life. Volunteers work in almost every area of the Festival, from Box Office to MC, Special Events to content creation, photography to AV. We could not deliver the Festival without them. To all our volunteers we say a huge thank you for your energy, enthusiasm and dedication. We hope you'll join us again next year! ___ Lebih dari 200 volunteers dari Indonesia dan negara-negara lainnya telah membantu membawakan perayaan 15 tahun UWRF. Para volunteer bekerja di hampir semua area Festival, dari Box Office hingga MC, Special Events hingga kreasi konten, fotografi hingga AV. Festival tidak mungkin berlangsung tanpa mereka. Kepada semua volunteer #UWRF18 kami mengucapkan terima kasih untuk energi, antusiasme, dan dedikasi kalian. Semoga kalian akan bergabung lagi untuk UWRF19!

A post shared by Ubud Writers & Readers Fest (@ubudwritersfest) on

Dari Indonesia sendiri, selain penyair Sapardi Djoko Damono yang menerima penghargaan Lifetime Achievement Award, Menteri Kelautan dan Perikanan yakni Susi Pudjiastuti turut hadir untuk membicarakan isu-isu kelautan yang sedang marak diperbincangkan. Selain itu, Susi juga membahas motonya yang terkenal di kalangan berbagai lapisan yakni ‘tenggelamkan!”.

Diketahui melalui CNN Indonesia, bahwa UWRF mulanya hadir berkat inisiasi dari Janet DeNeefe, sebagai healing project pasca Bom Bali 1 yang meluluhlantakkan Bali. Disebut oleh Janet bahwa UWRF merupakan wadah yang menenangkan untuk memulihkan komunitas dan mendorong semangat masyarakat.

Festival yang berakhir di tanggal 28 Oktober 2018 itu tentunya juga menjadi salah satu ruang yang bertugas mengantarkan aktivitas publikasi dan misi-misi literasi yang tentu sering digagas oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia.

View this post on Instagram

Lima belas tahun yang lalu, Ubud Writers & Readers Festival diselenggarakan pertama kali sebagai upaya penyembuhan atas tragedi dari bom Bali. Kini, UWRF telah menjadi wadah bagi para penulis, seniman, sutradara, pegiat, dan cendekiawan dari seluruh dunia untuk merayakan gagasan, ide, serta kisah-kisah hebat mereka. Dari Indonesia ke Jepang, Pakistan ke Inggris, Spanyol ke Vietnam, lebih dari 180 pembicara dari 30 negara termasuk Indonesia berkumpul di UWRF untuk merayakan tahun ke-15 festival. Pada tanggal 24-28 Oktober lalu, UWRF telah berhasil menghadirkan lebih dari 200 program acara mulai dari panel diskusi, lokakarya, acara spesial, pemutaran film, peluncuran buku, pameran seni, pertunjukkan musik, dan masih banyak lagi. Simak cerita mengenai perayaan pertukaran gagasan dan ide dalam tahun ke-15 Ubud Writers & Readers Festival ini selengkapnya di Blog website kami.

A post shared by Ubud Writers & Readers Fest (@ubudwritersfest) on

Lebih lagi, melalui PR Market Focus Country London Book Fair 2019 yang hadir untuk mempresentasikan persiapan Indonesia dalam London Book Fair di Inggris tahun depan menyampaikan bahwa Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang terpilih sebagai Market Focus Country.

Dengan demikian, hadirnya berbagai festival literasi berskala internasional tentu mampu menjadi aroma yang menggembirakan bagi seluruh lapisan untuk memberikan usaha juga upaya yang baik dalam meningkatkan kualitas minat baca masyarakat Indonesia yang terbukti masih cukup rendah.

Dalam sejumlah survei diketahui bahwa Indonesia seringkali menempati peringkat yang tidak menyenangkan. Seperti halnya pada survei UNESCO di tahun 2012 yang mencatat bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001 persen, yang artinya dari seribu orang hanya ada satu orang yang serius membaca.

Sementara pada riset yang dilakukan The World’s Most Literate Nations (WMLN) oleh Central Connecticut State University pada 2016, Indonesia berada di posisi ke-60 dari 61 negara yang mengikuti survei. Menyedihkan bukan?

Namun, tentunya tetap ada harapan baik bagi Indonesia untuk menunjukkan peningkatan terhadap budaya literasi. Salah satunya dengan hadirnya festival semacam UWRF atau MIWF (Makassar International Writers Festival) yang dapat menjadi wadah atau ruang untuk mempertemukan penulis juga pembaca. Dengan demikian, diharapkan mampu mengubah kondisi yang ada terkait budaya literasi itu sendiri.

Semangat menghadirkan budaya literasi!

Maju terus Indonesia!

Sumber: CNN Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini