Makna Dari Lukisan Raden Saleh 'Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung'

Makna Dari Lukisan Raden Saleh 'Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung'
info gambar utama

Jakarta telah melihat pratinjau terbaru lelang musim gugur Christie, yang direncanakan akan diadakan di Hong Kong Convention and Exhibition Centre pada 23-28 November.

Pratinjau yang berlangsung pada akhir Oktober di Grand Ballroom Grand Hyatt Jakarta, menampilkan banyak barang berharga termasuk tas mewah, aksesoris, dan jam tangan, perhiasan megah, dan karya seni dari berbagai kategori. Di antara kategori karya seni yang ada adalah abad ke-20 Asia dan mahakarya kontemporer dan mahakarya Tiongkok dari klasik hingga kontemporer.

Sejumlah karya seniman Indonesia ditawarkan sebagai bagian dari abad ke-20 Asia dan mahakarya kontemporer. Satu yang paling mencolok, misalnya, adalah 'Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung', yang dibuat oleh Raden Saleh Sarief Bustaman yang legendaris pada tahun 1871.

Werner Kraus, penulis Raden Saleh: Awal dari Lukisan Modern Indonesia, juga diterbangkan ke Jakarta oleh Christie, untuk bertemu pengunjung yang menghadiri pratinjau.

Kraus, yang menggambarkan dirinya memiliki minat mendalam terhadap Raden Saleh, mengatakan bahwa ia akan terus melakukan penelitian terhadap seniman tersebut, mencari tahu lagi lebih dalam terhadap hidupnya sampai ia sendiri menghembuskan napas terakhirnya.

“Beberapa orang memanggil saya Raden Salah,” dia bercanda mengatakan selama pertemuan dengan media, (salah sebagaimana dalam bahasa Indonesia yang berarti keliru, sementara Raden merupakan gelar kerajaan Jawa).

Mengenai lukisan Raden Saleh yang akan dilelang, Kraus mengatakan bahwa itu adalah karya nyata dari sang seniman, Raden Saleh seniman Jawa sejati yang jatuh cinta dengan alam.

“Raden Saleh, untuk waktu yang lama, ia dianggap sebagai semacam anak Belanda, bukan orang Indonesia asli. Orang-orang, terutama nasionalis pertama percaya bahwa dia adalah anggota elit kolonial. Tetapi ini tidak benar. Jika Anda ingat lukisannya, 'Penangkapan Pangeran Diponegoro', sangat kritis terhadap kolonialisme, dan lukisan ini ['Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung'], jika Anda melihat lebih dekat dan jika Anda memikirkannya, apa yang anda lihat? Anda melihat sejumlah orang Sunda [penduduk asli Jawa Barat], dan Anda melihat sejumlah orang Belanda. Siapa yang berjalan, siapa yang menunggang kuda dan siapa yang duduk di kereta? Sangat jelas, ”kata Kraus kepada media.

Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa orang Sunda dalam lukisan itu berjalan dan membawa barang-barang, sementara Belanda menunggang kuda atau duduk di kereta.

"Ini adalah kritik yang sangat halus terhadap situasi kolonial," kata Kraus.

Kemudian ia menunjukkan bahwa apa yang dilihatnya dalam lukisan itu adalah awal dari kehancuran alam, dan bahwa bagian penting dari lukisan baginya adalah pohon besar di tengah, yang kuat, indah dan tumbuh, sementara ada yang lain, pohon di sisi kiri, sudah hampir mati.

"Dia [Raden Saleh] menyatakan bahwa dalam lukisan ini, pada tahun 1871, hampir 150 tahun yang lalu, dia sudah memiliki beberapa gagasan tentang bagaimana lingkungan terancam oleh manusia," katanya.

Selanjutnya, Kraus memahami bahwa Raden Saleh belum diakui sebagai pahlawan nasional Indonesia, tetapi baginya sang pelukis adalah salah satu pria Indonesia modern pertama, berbicara Melayu, Belanda, Jerman, Prancis, dan Inggris.

"Orang yang berpendidikan tinggi," kata Dr. Kraus.


Sumber: Jakarta Post

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini