Mengunjungi Tugu Tapal Batas Yogyakarta – Surakarta

Mengunjungi Tugu Tapal Batas Yogyakarta – Surakarta
info gambar utama

Setelah perjanjian Giyanti resmi disepakati pada 13 Februari 1755, Kerajaan Mataram kemudian dibelah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Surakarta dipimpin oleh Pakubawa III, sedangkan Yogyakarta berada di bawah kekuasaan Mangkubumi. Setelah menjadi sultan, Mangkubumi kemudian menobatkan diri dengan gelar Hamengkubuwana I.

Perjanjian Giyanti rupanya tetap tidak bisa menyelesaikan persoalan pelik lain, walau kehadirannya mampu meredam konflik antara Pakubuwana III dan Mangkumi. Salah satu masalah yang tidak segera rampung ialah terkait batas kerajaan.

Baru tujuh dasawarsa setelahnya, ketika pemerintah kolonial kerepotan atas meletusnya Perang Jawa di 1825 – 1830, muncul lah inisiatif untuk mendirikan batas kerajaan yang jelas dan permanen.

Seperti yang tertulis dalam Tirto, tepat pada 27 September 1830 yakni dua bulan setelah Perang Jawa berakhir, Belanda mendorong kedua kerajaan itu untuk menetapkan satu batas di antara mereka. Kemudian diadakanlah kesepakatan yang terkenal dengan sebutan Perjanjian Klaten.

Bangunan yang pada akhirnya dijadikan sebagai penanda ialah Tugu Tapal Batas yang berada di antara lereng pegunungan daerah Klaten dan Gunung Kidul.

Hingga hari ini, tugu itu menjadi satu penanda besar akan perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tugu ini, secara administratif, berada tepat di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tugu Tapal Batas Yogyakarta - Surakarta | Sumber dok: Tirto
info gambar

Hal lain yang perlu diketahui ialah Tugu Tapal Batas ini sebenarnya ada dua. Satu milik Kasunanan Surakarta dan satu lagi milik Kasultanan Yogyakarta. Jika dilihat dari Klaten maka milik Surakarta berada di sebelah kiri dan Yogyakarta di sebelah kanan. Sampai saat ini keduanya pun masih berdiri kokoh, walau milik Kasunanan Surakarta terlihat kurang terurus.

Tugu milik Kasunanan Surakarta didirikan lebih dulu daripada Kasultanan Yogyakarta. Yakni pada 22 Redjeb 1867. Tugu ini berwarna putih dan biru, yang menjadi warna khas Kasunanan. Di bagian atas terdapat lambang Kasunanan yang terbuat dari lempengan logam.

Sementara Tugu Kasultanan Yogyakarta didirikan pada 29 Djoemadiawal 1867. Tugu ini hanya berwarna putih dan memiliki lambang Kasultanan di bagian atas. Bentuknya pun serupa dengan tugu milik Kasunanan, hanya terdapat perbedaan pada warna dan lambang.

Tak hanya itu, Tugu milik Yogyakarta rupanya telah ditetapkan menjadi benda cagar budaya lewat SK Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 185/KEP/2011.

Kedua tugu ini kemudian dikenal masyarakat setempat dengan sebutan gapura. Lebih dari itu, tugu ini, dulunya, memiliki peran sebagai simbol atas kedaulatan masing-masing kerajaan dan menjadi batas permanen Surakarta dan Yogyakarta. Keduanya pun menjadi penanda jangkauan terkait kekuasaan kerajaan-kerajaan suksesor Mataram. Sampai detik ini, kedua tugu tersebut merupakan artefak yang memiliki nilai historis tinggi, yang juga banyak memberikan pelajaran terkait sejarah masa lampau.

Bagaimana? Kawan-kawan GNFI sudah pernah berkunjung ke sana belum?


Sumber: Tirto

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini