Profil PNS Inspiratif 2018: Akhmad Ritaudin, Kombinasi Edukasi dan Komedi

Profil PNS Inspiratif 2018: Akhmad Ritaudin, Kombinasi Edukasi dan Komedi
info gambar utama

Edukasi dan komedi dulunya berjalan beda arah. Edukasi dan komedi, dulunya dianggap dua hal yang saling bertentangan. Edukasi dengan segala bentuk keseriusan selama menjalani proses pendidikan, sedangkan komedi yang berhiaskan beragam candaan dan hiburan.

Namun perlahan keduanya mulai membaur. Dengan istilah edutainment yang merupakan gabungan kata education (pendidikan) dan entertainment (hiburan), kedua aspek tersebut terus dijaga kesatuannya dengan dua tujuan: membuat proses edukasi menjadi lebih santai, dan membuat hiburan menjadi lebih berpendidikan.

Konsep itu kemudian diterapkan Akhmad Ritaudin dalam kesehariannya mengajar di Kelas 6 SDN Percobaan 3, Pakem, Sleman, DI Yogyakarta. Sebagai guru, pria lulusan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ini, mencampurkan aspek komedi dalam menyalurkan pesan edukasi ke para muridnya.

Komedi yang diperagakan Akhmad Ritaudin sangat beragam. Mulai dari pantomim, sampai seni komedi atau dagelan Mataram. Berkat inovasi ini, siswa yang punya bakat melakukan dagelan bisa tersalurkan kemampuannya, dan akhirnya meraih prestasi membanggakan.

Contohnya di lomba Dagelan Mataram tingkat Provinsi DIY, SDN Percobaan 3 Sleman sukses menjadi pemenang di ajang itu. Kemudian di bidang seni pantomim, anak didik Akhmad Ritaudin berhasil menyabet juara pertama tingkat kabupaten.

Kemampuan untuk mendidik muridnya menjadi komedian berasal dari latar belakang Akhmad Ritaudin yang punya pengalaman di bidang seni komedi. Pria kelahiran Bantul 33 tahun silam ini bahkan sempat menjuarai lomba stand up comedy berbahasa Jawa, meraih vlog terbaik SD tingkat nasional, dan sukses sebagai sutradara lomba vlog anak Kuis Ki Hajar.

Akhmad Ritaudin dan inovasinya | Foto: Kementerian PANRB
info gambar

Inovasi agar murid terpacu berprestasi

Tak hanya mencampurkan aspek komedi ke cara mengajarnya, pria humoris ini juga membuat sejumlah inovasi untuk memacu para anak didiknya agar terus berprestasi. Beberapa di antaranya adalah program Sedekah Ilmu, Serangan Fajar, dan Carian Semutlis.

Sedekah Ilmu, merupakan sistem belajar kelompok yang bertempat di salah satu rumah orang tua atau wali murid. Waktu belajarnya di malam hari selepas maghrib sampai jam 8 malam, menyesuaikan jam belajar masyarakat.

Program ini bertujuan agar para murid mendapat suasana belajar yang berbeda dan lebih rileks, juga untuk membantu para orang tua murid mengatasi kecemasan karena anaknya akan menghadapi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).

Hasilnya langsung bisa dipetik di tahun pertama Sedekah Ilmu dilakukan. SDN Percobaan 3 Sleman meraih peringkat pertama USBN tertinggi se-kabupaten Sleman, dan bisa dipertahankan di tahun berikutnya.

Kemudian di tahun ketiga penyelenggaraan program Sedekah Ilmu, SDN Percobaan 3 Sleman menjadi juara pertama nilai rata-rata USBN di tingkat provinsi DIY, dan dapat dipertahankan selama dua tahun beruntun.

“Padahal sebelum-sebelumnya, SDN Percobaan 3 belum pernah meraih prestasi seperti itu,” ujar Akhmad Ritaudin.

Berlanjut ke inovasi yang kedua, Akhmad Ritaudin menamakannya Serangan Fajar. Eiitss… sabar dulu, Kawan GNFI. Serangan Fajar di sini beda arti dengan istilah di bidang politik. Sebab, inovasi ini bertujuan melatih para murid agar rajin bangun pagi.

Dalam penerapannya, Akhmad membuat grup WhatsApp yang berisi para orang tua atau wali murid. Di grup itu, ia membagikan tugas atau pekerjaan rumah (PR) tepat menjelang waktu adzan Subuh, untuk diteruskan para orang tua ke anaknya. Tugas itu nantinya akan dibahas di kelas pada jam 7 pagi.

Siswa yang mengerjakan tugas dengan baik akan mendapat ganjaran. Sebuah inovasi yang terbukti sukses, karena sejak adanya Serangan Fajar para murid rajin bangun pagi untuk merapikan tempat tidur, salat berjamaah, dan membuatkan teh hangat untuk orang tuanya.

Lalu di inovasi ketiga, Akhmad menamainya Carian Semutlis, akronim dari Catatan Harian Sepuluh Menit untuk Lingkungan Sekolah. Di program ini siswa diminta menjaga kebersihan lingkungan sekolah, seperti membersihkan sampah, menanam da merawat tanaman, yang mencatatkan kegiatan itu di buku harian masing-masing.

Akhmad menerangkan, Carian Semutlis akan membentuk sinergi antara penguatan karakter dengan kemampuan literasi.

Melestarikan budaya Jogja

Inovasi Akhmad tak berhenti sampai di situ. Selain merancang program-program unik untuk medium pembelajaran, ia juga membuat kegiatan ekstra kurikuler bernama Ekskul Mataraman.

Ekskul yang digelar sebulan sekali ini bertujuan mengenalkan kembali dan melestarikan dolanan (permainan) lawas asli Jogja. Di antaranya yaitu dakon, kubuk, cuthit, ganepo, boiboinan, dan cublak-cublak suweng.

Menurut Akhmad, yang terpenting murid bisa memainkan permainan ini dulu. Jika sudah bisa memainkan, maka kecintaan akan tumbuh, dan dengan sendirinya akan memiliki inisiatif untuk melestarikannya.

Sebagai Pegawai Negeri Sipil di bidang pendidikan masa kini, guru memang harus kreatif menyusun metode pembelajaran. Akhmad Ritaudin salah satu contoh terbaik, yang bisa menggabungkan edukasi dengan komedi agar bisa berjalan beriringan di kelas 6 SDN Percobaan 3 Sleman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini