Anak Muda Surabaya Berkolaborasi Membicarakan Kebencanaan

Anak Muda Surabaya Berkolaborasi Membicarakan Kebencanaan
info gambar utama

Surabaya, Sekolah Cerdas - Bicara tentang bencana, Indonesia termasuk negara yang rawan akan gempa dan tsunami. Hampir seluruh titik di Indonesia berwarna merah, artinya memiliki risiko bencana yang cukup tinggi. Salah satunya Kota Surabaya. Terdapat sesar yang berada di bawah Wiyung dan Wonokromo yaitu patahan Waru dan patahan Surabaya.

Hal itu disampaikan oleh pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh November, Amien Widodo saat menjadi pembicara pada diskusi publik yang bertema “Peran Pemuda dalam Aktivitas Pengurangan Risiko Bencana di Surabaya” di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya, Minggu (23/12).

Amien juga mengatakan bahwa pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang potensi bencana yang ada di sekitarnya itu sangat penting demi mengurangi risiko bencana yang akan terjadi. Menurutnya, gempa itu tidak membunuh namun bangunan roboh yang kemudian menimpa tubuh manusia, itulah yang mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka.

Tak hanya itu, kepanikan saat gempa yang mengakibatkan bencana baru muncul seperti kebakaran karena lupa mematikan listrik juga bisa menimbulkan korban. Senada dengan hal tersebut, Arif Nur Kholis Sekretaris Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pusat selaku pembicara mengungkapkan, bahwa kemampuan manusia untuk melihat dan mengenali risiko bencana yang ada di sekitarnya akan sangat membantu aktivitas Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Arif mengilustrasikan ketika ada sebuah batu di atas bukit dan ada seseorang yang sedang berdiri di bawahnya. “Batu ini sangat berisiko jatuh karena terletak di ujung atau pinggiran bukit,” ujarnya. Kemudian ia melanjutkan, “Jika orang yang ada di bawah bukit itu sadar akan bahaya kejatuhan batu, maka ia bisa mempersiapkan diri seperti melakukan mitigasi atau siap siaga terhadap bencana,” Ucapnya.

“Bila orang itu lari maka ia sedang menjalankan kesiapsiagaan terhadap jatuhan batu, dan ketika dia melindungi diri atau menahan jatuhnya batu tersebut agar tidak berdampak langsung kepada tubuhnya maka itu termasuk dalam mitigasi bencana,” tutur pria kelahiran Kendal Jawa Tengah ini.

Kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh Komunitas Pelajar Mengajar Surabaya ini juga menghadirkan relawan Sekolah Cerdas yaitu Maitsa Putri Shafa dan Anna Desliani sebagai pembicara lainnya. “Dalam penanggulan bencana, tidak hanya orang dewasa atau remaja, tetapi anak-anak juga mesti mengetahui risiko dan belajar bagaimana cara menyelamatkan diri,” ujar mereka.

Mereka menambahkan bahwa anak-anak harus punya bekal dan ambil bagian dalam aktivitas PRB, sehingga dari sana kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana jadi meningkat. Namun, dalam memberikan edukasi kepada anak-anak tidak akan mudah karena bentuk penerimaan mereka terhadap materi itu berbeda dengan orang dewasa.

“Untuk itu, Sekolah Cerdas hadir pada lima daerah di Indonesia yaitu Maluku, NTT, Cianjur, Yogyakarta, dan Surabaya. Kita fokus memberikan edukasi kebencanaan (bencana alam dan bencana sosial) kepada tiap sekolah yang kita dampingi dengan metode yang menyenangkan, salah satunya dengan boardgame bencana,” ucap Shafa, relawan Sekolah Cerdas 2.0.

“Harapannya metode pengenalan bencana menggunakan boardgame ini mampu membuat anak-anak atau remaja “melek” terhadap risiko dan potensi bencana yang ada di lingkungannya, kemudian menyadari peran dan tugasnya masing-masing,” ujar Anna, yang juga relawan Sekolah Cerdas 2.0.

Salah satu peserta, Endang M Putra juga berharap bahwa kegiatan diskusi semacam ini bisa memperkuat kolaborasi berbagai pihak masyarakat dalam aktivitas PRB di Surabaya.(Ann/Shaf)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini