Cerita Kurangi Plastik di Malang, dari Swalayan Gunakan Kardus sampai Bank Sampah Sekolah

Cerita Kurangi Plastik di Malang, dari Swalayan Gunakan Kardus sampai Bank Sampah Sekolah
info gambar utama

Puluhan orang hilir mudik keluar masuk Toko Swalayan Utama Grosir, Jalan Cipto, Kota Malang, Jawa Timur. Mereka menenteng kardus berisi aneka belanjaan. Heny Rahayu, satu konsumen, belanja beras, susu cair, minyak goreng, tepung, dan gula, tersimpan rapi dalam kardus. Semua barang terbungkus rapi dalam kardus terikat tali rafia.

“Setiap belanja banyak ya bungkus kardus ini,” katanya. Kardus cukup kuat mengangkut beban belanjaan. Dia rutin berbelanja di swalayan ini, tak hanya tergiur harga juga demi mengurangi tas kresek dan plastik.

Untuk berbelanja barang tertentu, Heny menyiapkan kantung berbahan kain.

Di dalam Swalayan Utama Grosir, kasir terlihat sibuk memasukkan barang belanjaan ke dalam kardus. Di sudut meja samping kasir, menumpuk kardus bekas. Cekatan. Dia mengikat dan mengemas barang belanjaan ke kardus.

Andi Susanto, pemilik Utama Grosir bilang, pakai kardus bekas untuk bungkus belanjaan sejak 2,5 tahun lalu lantaran banyak kardus menumpuk tak terpakai. Daripada tak terpakai dan jadi sampai, dia berinisiatif memanfaatkan untuk membungkus belanjaan konsumen.

“Memakai bungkus kardus lebih ramah lingkungan dan murah,” katanya.

Atas terobosan ini, Pemerintah Kota Malang memberikan penghargaan kepada Andi.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang berharap toko yang lain juga menerapkan pola sama seperti Utama Grosir. Sebenarnya, Asosiasi Pasar Tradisional dan Asosiasi Pusat Perbelanjaan sudah berkomitmen mengurangi kantung plastik di Alun-Alun Kota Malang, 21 Februari 2016.

Pramuniaga Utama Grosir menata barang belanjaan pelanggan di dalam kardus bekas.Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

DLH juga sosialissi kepada masyarakat untuk membawa kantung sendiri saat berbelanja agar sampah plastik berkurang, dan tak mencemari lingkungan. “Pelan-pelan kita berusaha mengubah perilaku masyarakat meninggalkan kantung plastik,” kata Rahmat Hidayat, Kepala Bina Kemitraan dan Lingkungan Hidup DLH Kota Malang.

Rahmat mengkampanyekan, diet tas kresek dan memperketat penggunaan kantung plastik. Wali Kota Malang juga mengeluarkan Peraturan Wali Kota agar mengurangi penggunaan tas kresek. Sebanyak 1.500 kader lingkungan digerakkan berkampanye mengurangi tas kresek. Kader lingkungan sosialisasi mulai tingkat rukun warga.

Untuk mengurangi sampah plastik, sebagian memanfaatkan limbah plastik untuk aneka kerajinan, seperti jadi bunga, tas, dan lain-lain.

Sampah plastik, katanya, sulit terurai. Setiap hari, warga Kota Malang, memproduksi sampah 664 ton. “Sekitar 30% didaur ulang, selebihnya masuk TPA Supit Urang,” katanya.

Pada TPA Supit Urang, pemulung juga memilah dan memungut sampah hingga menyusut jadi sekitar 420 ton. Sekitar 30% sampah non organik, terbanyak plastik, kertas dan logam.

Septi Ningsih mengumpulkan kertas, kardus, koran dan botol plastik warga Tlogomas, Lowokwaru, Kota Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

Menabung sampah

Upaya penanganan sampah, salah satu lewat bank sampah. Sejak delapan tahun lalu, berdiri Bank Sampah Malang (BSM) yang menerima sampah kering yang bisa diolah atau didaur ulang. Setiap hari sekitar 4-5 ton sampah masuk BSM. Total omzet setiap bulan Rp400 juta, dari 30.000 nasabah tersebar di Malang. Hasilnya, atas pemilahan sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sampah ke TPA Supit Urang berkurang, tinggal 450 ton.

Layaknya sebuah kantor perbankan, kantor BSM tertata bersih dan wangi. Ia menumpang Kantor Pemakaman Umum di Kasin, Sukun, Kota Malang. Ruang resepsionis penerima tamu terpajang aneka jenis kerajinan daur ulang dari sampah plastik dan kertas. Di bagian belakang disulap jadi gudang penyimpanan sampah. Truk hilir mudik mengangkut sampah.

Rustam Effendi, Koordinator BSM, mengatakan, nasabah terus bertambah, memperlihatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat makin meningkat. Masyarakat, katanya, tak malu lagi mengumpulkan kertas, kardus dan plastik. “Sampah dikelola secara berkelompok,” katanya.

Kelompok atau unit penampungan sampah tersebar di permukiman, sekolah, hotel, restoran dan lembaga pemerintah. BSM menyediakan armada mengambil sampah. Sedangkan data hasil penjualan sampah kering ditabung dalam rekening atas nama kelompok maupun individu.

“Keuntungan BSM sekitar Rp 120 juta,” katanya.

Aneka kerajinan kreasi bahan daur ulang sampah di Bank Sampah Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

Bank Sampah dikelola mandiri. Pemerintah Kota Malang memberi modal awal dana hibah Rp200 juta, lanjut dikelola dengan manajemen mandiri.

Harga pembelian juga disesuaikan di pasaran. BSM, misal, membeli kardus Rp1.800 per kilogram, dan botol plastik bekas Rp3.500 per kilogram. Nasabah tak hanya menabung, uang terkumpul juga bisa dibelanjakan aneka kebutuhan pokok, membayar listrik, atau membeli pulsa telepon seluler.

Masyarakat memetik hasil dari mengumpulkan sampah, seperti kelompok warga Kelurahan Tlogomas, Lowokwaru, Kota Malang, aktif mengumpulkan sampah.

Septi Ningsih, menyediakan lahan di belakang rumah untuk menampung sampah dari kelompok warga Tlogomas. Rutin setiap pekan warga mengumpulkan sampah seperti kardus, kertas karton, botol bekas, dan aneka perabot rumah tangga yang rusak.

Ningsih juga ikut mengumpulkan sampah rumah tangganya, uang hasil penjualan diambil menjelang lebaran. Dia bilang, lumayan menambah belanja lebaran. “Setahun terkumpul Rp300.000.”

Sebagian masyarakat mencairkan uang hasil menabung untuk biaya sekolah, atau membeli seragam sekolah.Warga telaten mengumpulkan sampah, tak hanya menguntungkan secara finansial kampung juga makin bersih.

Dulu, katanya, sampah tercecer di selokan dan sebagian membuang ke sungai. Kini, sekolah bersih dan sepanjang sekolah ditanam aneka tanaman hias dan bunga. Lingkungan makin asri dan indah.

Siswa memilih kudapan di kantin, semua kudapan dilarang menggunakan bungkus plastik, pengawet dan pewarna. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

Sekolah ramah lingkungan

Menanamkan kesadaran lingkungan juga sejak dini, salah satu lewat sekolah. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 10 Malang, sejak tiga tahun terakhir melarang pedagang menjajakan kudapan dan minuman dengan pengawet dan pewarna bahkan dilarang pakai bungkus plastik. Sebagai ganti, mereka gunakan piring dan gelas kaca serta kertas atau daun pembungkus.

“Awalnya susah, takut ga laku. Sekarang sudah terbiasa,” kata Sri Wahyuni, pedagang kudapan. Sampah pun bisa dikurangi, dan makanan lebih sehat.

Sampah dedaunan juga diolah jadi kompos untuk pupuk aneka tanaman hias dan bunga, sayuran maupun buah-buahan.

Sekolah juga punya bank sampah. Ruangan ukuran tiga meter kali tiga meter ini merupakan kantor Bank Sampah Sekolah (BSS). Siswa mengumpulkan, menimbang dan mencatat aneka sampah.

Salsabila, siswa Kelas 8 datang menenteng dua tas kresek berisi kertas koran, dan aneka botol bekas. Sampah mereka kumpulkan dari teman sekelas.

“Lumayan dapat Rp20.000 untuk membeli peralatan kelas seperti sapu dan spidol,” katanya. Setiap kelas memiliki rekening, uang yang terkumpul untuk belanja keperluan masing-masing kelas.

Tak hanya di BSS, kertas koran sebagian menjadi bahan kerajinan tangan seperti tempat tisu, tas dan vas bunga. Sedangkan sisa potongan kerajinan ke BSS.

Guru SMP Negeri 10 Muhammad Syafi’i mengajarkan siswa membuat aneka kerajinan. Kadang bergantian, sekolah mengundang wali murid atau pelaku usaha daur ulang sampah mengajari mereka berkreasi.

Awalnya, sampah plastik dan kertas menumpuk tak karuan. Sampah dibuang di tempat sampah dan dibakar. Sejak berdiri BSS, siswa dan guru pun mengumpulkan sampah. Kini, lingkungan sekolah makin asri, tak ada sampah berserakan.

Beraneka tanaman hias, puluhan jenis pepohonan rindang menaung halaman sekolah. Siswa jadi nyaman belajar. Atas dedikasi mengelola sampah ini, SMP Negeri 10 Malang, mendapatkan Adiwiyata Mandiri.

Truk mengangkut sampah disetor ke Bank Sampah Malang. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

Sumber: DIposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini