Rose Tidak Lagi Hidup di Kandang Besi

Rose Tidak Lagi Hidup di Kandang Besi
info gambar utama

Rose, orangutan sumatera betina korban konflik, yang diselamatkan tim HOCRU-OIC pada 5 Maret 2018, telah dilepasliarkan kembali ke habitatnya, Desember 2018 lalu. Hutan restorasi YOSL-OIC yang berada di TNGL, kawasan Cinta Raja, Desa Mekar Makmur, Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, adalah rumah tujuannya.

Orangutan usia 30 tahun ini diselamatkan dari kebun masyarakat di Dusun Penampean, Desa Sei Musam, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Saat itu, kondisinya menyedihkan. “Ketika masuk Karantina SOCP di Batu Mbelin, Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Rose memang sakit. Sekarang ia sudah sehat dan layak kembali pulang,” ujar Ian Singleton, Direktur Sumatran Orangutan Conservation Orangutan Programme (SOCP).

Ian menyatakan, Rose dipastikan mampu bertahan hidup, karena lahir dan besar di hutan. Tidak ada kesulitan baginya untuk mencari makan, sebab rumahnya memang di alam, bukan di kandang besi.

“Rose merupakan orangutan liar. Jika di lokasi pelepasannya ada orangutan liar lain, itu bukan masalah. Berbeda jika yang dilepasliarkan jantan dewasa, konflik akan terjadi ketika di wilayah tersebut ada orangutan jantan lain. Akan terjadi pertikaian terkait wilayah kekuasaan.”

Ian menjelaskan, selama ini orangutan sumatera yang ada di pusat rehabilitasi dilepasliarkan ke Jantho (Aceh Besar), Jambi, serta lokasi lain yang kaya pakan dan habitatnya cukup baik. “Semoga orangutan yang sudah dirilis dapat hidup dan berkembang biak,” paparnya.

Orangutan sumatera yang hidup di Stasiun Riset Ketambe. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Panut Hadisiswoyo, Ketua YOSL – OIC, mengatakan saat diselamatkan oleh tim, kondisi Rose memang lemah. Berdasarkan pemeriksaan medis, ditemukan sejumlah luka di tubuhnya. Dua peluru senapan angin bersarang, tepatnya di panggul dan selangkangan. Jari telunjuk kiri patah, jari kelingking kaki kiri putus, dan ada luka membusuk. “Lokasi Rose diselamatkan merupakan pintu masuk ke daerah wisata Batu Rongring, bagian Taman Nasional Gunung Leuser.”

Rose dinyatakan sehat di karantina, dan diputuskan dikembalikan ke alam liar. Berdasarkan analisa vegetasi OIC (Orangutan Information Centre), wilayah ini cukup banyak ditemukan pohon pakan. “Selain itu, jenis-jenis tanaman yang ada di lokasi restorasi, merupakan pakan orangutan. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran.”

Rose yang dikembalikan ke hutan di areal Taman Nasional Gunung Leuser. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia
info gambar

Palbert Turnip, Kepala Seksi Wilayah 5 Bahorok, Bidang Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) mengatakan, di lokasi Rose diselamatkan tersedia pakan yang cukup. Orangutan lain yang ada di areal tersebut tidak perlu dipindahkan.

“Hal penting yang harus dilakukan adalah penyadartahuan masyarakat dan pengelola wisata di sana untuk tidak mengganggu orangutan,” jelasnya.

Menurut Palbert, harusnya manusia bisa hidup berdampingan dengan orangutan. Jika orangutan masuk kebun makan durian, bisa dijadikan objek wisata bukan sebagai konflik. Tentunya, harus ada kompensasi atau biaya pengganti bagi pemilik kebun untuk kegiatan tersebut.

“Penegakan hukum tetap akan dilakukan jika ada yang melanggar UU KSDAE Nomor 5 tahun 1990. Bagi siapa saja yang membawa senjata dalam kawasan akan diproses, apalagi menembak orangutan. Pentingnya orangutan bagi ekosistem lingkungan sekaligus sebagai satwa dilindungi harus kita jelaskan kepada masyarakat. Tentunya, sosiopsikologi masyarakat harus kita perhatikan,” tandasnya.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini