Konservasi di Era Digital: Citizen Science Untuk Konservasi Burung di Indonesia

Konservasi di Era Digital: Citizen Science Untuk Konservasi Burung di Indonesia
info gambar utama

Indonesia termasuk sebagai negara mega biodiversity dikarenakan tingginya keanekaragaman hayati yang dimiliki. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia didominasi oleh jenis burung, yang mencapai 1711.

Ini sangat jauh perbandingannya dengan jenis dari satwa lain seperti mamalia besar dengan 515 jenis, reptil dengan 511 jenis, amfibi 270 jenis, primata 35 jenis, dan kupu-kupu 121 jenis.

Keragaman burung indonesia yang tinggi harus dibarengi dengan usaha konservasi. Beberapa usaha konservasi telah diadakan, baik oleh pemerintah maupun oleh pihak Non-Government Organization (NGO). Pembuatan peraturan yang mengatur mengenai konservasi pun telah dibuat, seperti UU nomor 5 Tahun 1990 serta Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun 1999.

Aksi-aksi peduli konservasi burung telah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga konservasi seperti melalui kampanye, edukasi, hingga aksi penjagaan habitat burung secara langsung. Selain itu dalam usaha konservasi burung di Indonesia, perlu adanya pemetaan persebaran atau keragaman spesies burung di wilayah-wilayah Indonesia.

Namun ternyata data keanekaragaman burung di Indonesia masih minim. Luasnya wilayah Indonesia serta keterbatasan akses membuat banyak wilayah Indonesia belum tersentuh oleh peneliti burung, sehingga data populasi burung di Indonesia yang dipublikasikan secara ilmiah masih sedikit. Padahal pemetaan dan data spesies sangat penting sebagai pijakan mengambil keputusan dalam rangka usaha konservasi burung.

Pada era teknologi modern ini mulai muncul penelitian yang berbasis Citizen Science. Citizen Science merupakan suatu hal baru dalam dunia akademisi. Istilah Citizen Science baru masuk pada Oxford English Dictionary (OED) pada bulan Juni 2014.

Kamus tersebut menyebutkan bahwa citizen science adalah kata benda yang mengacu pada karya ilmiah yang dilakukan oleh anggota masyarakat umum yang sering kali bekerja sama dengan atau di bawah arahan ilmuwan profesional dan institusi ilmiah.

Istilah Citizen Science di Indonesia masih belum terlalu dikenal oleh kebanyakan peneliti dan pengamat burung. Padahal nyatanya mahasiswa, peneliti, dan aktivis konservasi burung di Indonesia, secara tidak sadar telah melakukan kegiatan Citizen Science tersebut melalui kegiatan seperti AWC (Asian Waterbird Census) dan MoBuPi (Monitoring Burung Pantai), yang para pesertanya mengirimkan data catatan perjumpaannya kepada seorang koordinator.

Masyarakat Indonesia diketahui tidak memiliki budaya menulis ilmiah yang baik. Banyak catatan perjumpaan ataupun foto-foto burung di banyak wilayah Indonesia yang hanya menjadi simpanan pribadi. Padahal, jika catatan-catatan ataupun dokumentasi tersebut disatukan akan mempermudah pembuatan peta persebaran burung di Indonesia.

Persoalan ini dapat diatasi dengan melakukan penelitian menggunakan model Citizen Science. Dengan menggunakan Citizen Science, maka seluruh masyarakat dapat turut serta dalam menyumbangkan informasinya mengenai burung-burung yang ada di tempat tinggal mereka.

Seluruh elemen masyarakat dapat ambil bagian dalam proyek pemetaan burung ini, sehingga semangat konservasi terhadap burung juga dapat tersebar bersamaan dengan penggunaan model Citizen Science.

Citizen Science bekerja dengan cara menghimpun data-data dari para kontributor atau relawan yang kemudian dijadikan satu dalam Big Data. Kemudian diolah oleh ilmuwan hingga menghasilkan suatu data penelitian.

Contoh hasil dari penelitian Citizen Science adalah artikel Successful Conservation of Global Waterbird Populations Depends on Effective Governance. Artikel ini dihasilkan melalui data Waterbird Census, yaitu sensus burung air secara global yang diadakan oleh Wetlands International. Di Indonesia kegiatan ini termasuk dalam AWC (Asian Waterbird Census).

Dalam pengerjaan pemetaan burung di Indonesia, data mengenai burung-burung yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia akan disatukan, sehingga akan terbentuk suatu peta persebaran burung Indonesia. Proyek ini sedang diadakan dalam bentuk ABI (Atlas Burung Indonesia).

Aplikasi Burungnesia pada gawai android juga merupakan salah satu media untuk mempermudah penyusunan Atlas Burung Indonesia. Selain merupakan aplikasi panduan identifikasi burung, aplikasi Burungnesia dapat digunakan untuk menuliskan data perjumpaan burung yang dilakukan pengamat di suatu tempat yang akan disimpan menjadi database Atlas Burung Indonesia. Uniknya, kegiatan ini juga merupakan salah satu bentuk dari Citizen Scientist.

Foto:
info gambar

Pengaplikasian dari Citizen Science memberikan manfaat di antaranya yaitu membuka peluang bagi siapa saja yang tertarik untuk berkontribusi dalam penelitian, meminimalisasi biaya penelitian, hasil dari pengamatan dan tulisan maupun foto dapat terpublikasi, serta dapat menjangkau semua wilayah.

Jika aplikasi Citizen Science ini dimanfaatkan oleh semua orang maka kendala kekurangan data akan keragaman burung mungkin sudah tidak menjadi masalah lagi.

Beberapa hambatan yang sering ditemui pada saat mengembangkan Citizen Science adalah jumlah lalu lintas web yang tidak mudah diprediksi, membutuhkan dana yang besar untuk mengembangkan aplikasi dan infrastuktur, membutuhkan ponsel yang canggih, selalu mempertahankan validitas dari orang yang ahli dari setiap data yang dikumpulkan, selain itu metode dalam pengambilan data harus terstandarisasi.

Hal yang paling sulit dari hambatan ini adalah mempertahankan antusiasme dan konsistensi dari masyarakat dalam melakukan kegiatan Citizen Science. Berkurangnya antusiasme dan konsistensi dari masyarakat dalam melakukan kegiatan Citizen Science akan berdampak pada tidak berkembangnya Citizen Science tersebut serta jumlah spesies yang terdata tidak bertambah.

Citizen science menuntut para peneliti untuk siap berhadapan dengan big data yang teknik analisanya memerlukan kreativitas, keterampilan pemrograman data, ketajaman berpikir, kemampuan berkomunikasi, dan lainnya.

Penyusunan strategi oleh setiap peneliti harus dapat dipertanggungjawabkan untuk memilah data yang akan dianalisa, tapi tidak semua kontributor mahir dalam melakukannya, karena setiap kontributor memiliki latar belakang yang berbeda-beda.

Berdasarkan uraian diatas, mari bersama-sama membangun kepedulian konservasi burung lewat Citizen Science. Semoga ke depannya seluruh lapisan masyarakat dapat turut serta dan memahami arti penting konservasi burung, sehingga kelestarian burung di Indonesia tetap terjaga.

Salam Lestari, salam konservasi!


Sumber:

Amano, T., Székely, T., Sandel, B., Nagy, S., Mundkur, T., Langendoen, T., Blanco, D., Soykan, C.U. and Sutherland, W.J., 2018. Successful conservation of global waterbird populations depends on effective governance. Nature, 553(7687), p.199

Wisnubhadra, I., Yuda, and Triatmaja, Y.H., 2014. SISTEM INFORMASI BERBASIS CITIZEN SCIENCE UNTUK PENYEBARAN BURUNG KOTA BERBASIS WEB 2.0. SESINDO 2014, 2014.

Yuda, I.P., 2018. Kesenjangan Informasi Bio-ekologi Jenis Burung Prioritas Nasional dan Potensi Pendekatan Citizen Science di Indonesia1.

www.birdpacker.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BH
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini