Sebanyak kira-kira 5.000 lampion tergantung di pusat kota Surakarta, dari Pecinan Sudiroprajan, Pasar Gede, Kelenteng Tien Kok Sie, hingga alun-alun kota Surakarta. Area di tiga jalan utama di Surakarta, yaitu Jl. Jend. Sudirman, Jl. Urip Sumoharjom dan Jl. RE Martadinata dihiasi dengan lampion berbagai warna dan bentuk.

Tugu jam Pasar Gede juga dihiasi dengan lampoon, seperti alun-alun kota Surakarta, yang menawarkan lampion dalam bentuk 12 tanda zodiak Tiongkok dan Punokawan (sebutan umum untuk karakter para pengikut kesatria dalam khasanah kesusastraan Indonesia, terutama di Jawa).
Sungai Pepe dan jembatannya yang berada di depan Pasar Gede juga terlihat lebih cerah dengan hiasan lampion, dan berfungsi sebagai latar belakang untuk kapal yang membawa mereka yang ingin menghidupkan kembali hari-hari ketika Sungai Pepe digunakan sebagai jalur perdagangan.

Lampion-lampion tersebut dipasang di pusat kota Surakarta dalam rangka perayaaan Tahun Baru Imlek, yang jatuh pada tanggal 5 Februari. Lampion tersebut dinyalakan pada 27 Januari dan lampu tidak akan dimatikan sampai perayaan Cap Go Meh.
Tradisi mendekorasi kota dengan ribuan lampion ini sudah dimulai sejak tahun 2007, bersamaan dengan Grebeg Sudiro, perayaan Tahun Baru Imlek yang diciptakan sebagai hasil akulturasi antara budaya Jawa dan Cina.
Penduduk Surakarta dan pengunjung dari kota-kota tetangga berbondong-bondong ke lokasi perayaan yang penuh dengan lampion tersebut. Mereka datang beramai-ramai bersama teman atau keluarga, mengabadikan momen tersebut dengan selfie.

Penjual makanan, minuman, dan mainan semakin memeriahkan keramaian jalanan. Orang-orang yang mengenakan kostum karakter film juga berkeliaran, menawarkan untuk berfoto bersama untuk mendapatkan uang.
Hiburan seperti musik karawitan, tarian tradisional Jawa, dan tarian barongsai ditampilkan di atas panggung di alun-alun Pasar Gede untuk menghibur pengunjung.
Sumber: Jakarta Post
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News