Selamat dari Perdagangan Liar, Ayut dan Denali Kini Hidup di Hutan Gunung Tampomas

Selamat dari Perdagangan Liar, Ayut dan Denali Kini Hidup di Hutan Gunung Tampomas
info gambar utama
  • Indonesia memiliki tiga jenis kukang: kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).
  • Berdasarkan IUCN Red List, kukang jawa berstatus Kritis, sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan berstatus Rentan
  • Kukang bukan satwa peliharaan, hidup kukang memang di hutan
  • Perburuan untuk diperjualbelikan merupakan masalah utama yang dihadapi kehidupan kukang. Hukuman untuk pelaku kejahatan satwa liar, mulai dari pemburu hingga penjual harus tegas untuk memberikan efek jera

Ayut terlihat gesit. Bersama bayinya, Denali, ia memanjat pohon sengon yang banyak tumbuh di kawasan Hutan Konservasi Gunung Tampomas, Sumedang, Jawa Barat.

Ayut dan Denali adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus) yang menjadi korban perburuan untuk diperdagangkan. Setelah melewati masa kritis sepuluh hari, mereka dikembalikan ke habitat alaminya, Minggu (20/1/2019), bersama 32 individu kukang lainnya, di areal seluas 1.250 hektar.

Supervisor Survey, Release and Monitoring IAR Indonesia, Hilmi Mubarok mengungkapkan, penilaian habitat untuk menentukan lokasi pelepasliaran kukang harus benar-benar diperhitungkan. Dikaji komprehensif. Daya dukung habitat seperti ketersediaan pakan, naungan memadai, ancaman predator hingga keamanan kawasan harus diperhatikan.

“Gunung Tampomas merupakan habitat alami kukang jawa di Jawa Barat. Kami telah melakukan survei dan kajian habitat bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat,” jelasnya.

Hutan Gunung Tampomas di Sumedang, Jawa Barat menjadi lokasi ideal pelepasliaran kukang berdasarkan hasil survei dan kajian yang telah dilakukan | Foto: IAR Indonesia
info gambar

Himi melanjutkan, program pelepasliaran, selain memberi kesempatan kukang kembali ke habitatnya juga mengembalikan peran ekologisnya dalam rantai ekosistem. “Peran pentingnya pengendali hama pertanian, penebar biji, dan penyerbukan. Artinya, ada jasa kukang dalam tumbuh kembang tumbuhan,” urainya.

Gunung Tampomas ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 423/Kpts/Um/7/1979, tanggal 5-7-1979. Di wilayah ini terdapat beragam potensi fauna. Sebut saja kancil (Tragullus javanicus), lutung (Trachypithecus auratus), babi hutan (Sus vitatus) dan berbagai jenis burung.

yut dan Denali serta puluhan kukang lainnya dikembalikan pulang ke habitatnya, Hutan Gunung Tampomas | Foto: IAR Indonesia
info gambar

Diburu untuk diperdagangkan

Ayut dan Denali bersama 77 individu kukang jawa diselamatkan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Majalengka dari dua pelaku, pemburu dan pengepul kukang, di Dusun Catayem, Desa Cibodas, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Rabu (09/1/2019).

AKBP Mariyono, Kapolres Majalengka kepada Mongabay Indonesia mengatakan, pengungkapan praktik perburuan bermula dari laporan masyarakat. Setelah dilakukan penelusuran informasi, tim mengepung rumah pelaku. “Kami menyelamatkan kukang-kukang malang tersebut yang disimpan dalam puluhan keranjang kecil dan satu kandang kayu,” ujarnya.

Dalam aksinya, kedua tersangka, sehari-hari mencari kukang di hutan dan mengumpulkannya untuk dijual. Mereka ditahan di Mapolres Majalengka dan barang bukti telah diserahkan ke BKSDA.

“Kami serius melawan perburuan dan perdagangan satwa dilindugi. Siapa saja yang memelihara kukang harap segera menyerahkan ke BKSDA atau lembaga berwenang lainnya,” ujar Mariyono.

Pengungkapan ini merupakan kasus terbesar kedua di Indonesia yang sebelumnya pada 2013, petugas SKW I Serang BBKSDA Jawa Barat menggagalkan penyelundupan 238 kukang sumatera di Pelabuhan Merak, Banten.

Perawat satwa rutin memeriksa kondisi kukang sebelum dilepasliarkan ke hutan | Foto: IAR Indonesia
info gambar

Wendi Prameswari, dokter hewan IAR Indonesia yang melakukan perawatan kukang pasca-penyitaan menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, seluruh kukang mengalami masalah yang mengakibatkan penuruan kondisi fisik dan kesehatan. Seperti stres, dehidrasi, kekurangan gizi, hingga luka trauma di beberapa bagian tubuh akibat ditumpuk terlalu lama di tempat kotor dan sempit. Tiga di antara mereka mati dan sebelas lainnya dibawa ke Pusat Rehabilitasi IAR Bogor, Jawa Barat.

“Karena tangkapan dari alam, kondisinya masih baik dan direkomendasikan untuk segera dilepasliarkan,” katanya.

Direktur Program IAR Indonesia, Karmele Llano Sanchez mengapresiasi kepolisian dan masyarakat setempat yang memberikan informasi tindak kriminalitas perdagangan satwa liar dilindungi. “Kami menyambut positif isu perdagangan kukang di Indonesia sudah tidak ditoleransi lagi, baik oleh aparat kepolisian, penegak hukum lainnya, juga masyarakat,” tuturnya.

Satu individu kukang korban perburuan yang diselamatkan Polres Majalengka mengalami luka parah | Foto: IAR Indonesia
info gambar

Kukang bernama latin Nyticebus sp atau yang dikenal di Jawa Barat dengan dengan malu-malu merupakan primata dilindungi UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Primata nokturnal ini juga dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Kukang masuk daftar 25 primata terancam punah di dunia yang dilindungi peraturan internasional, Apendiks I Convention International on Trade of Endangered Species (CITES) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

Berdasarkan ekologi dan persebarannya, di Indonesia terdapat tiga jenis kukang yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).

International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan kukang jawa dalam status Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam. Sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya Rentan (Vulnerable/VU) atau tiga langkah menuju kepunahan di alam liar.


Sumber: Ditulis oleh Reza Septian diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini