Adakah Pengusaha atau Perusahaan Indonesia yang Berniat Membeli Malaysia Airlines?

Adakah Pengusaha atau Perusahaan Indonesia yang Berniat Membeli Malaysia Airlines?
info gambar utama

Kabar mengejutkan datang dari Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Muhammad. Belum lama ini, Dr. Mahathir mengatakan bahwa pemerintahannya sedang mempertimbangkan apakah akan menutup, menjual atau membiayai kembali operasional maskapai nasional Malaysia Airlines. "Kami akan mengkaji dan menyelidiki apakah kami harus menutupnya atau menjualnya, atau kami harus membiayai kembali. Semua opsi masih terbuka untuk diputuskan oleh pemerintah," tambah Mahathir.

Maskapai nasional negeri jiran tersebut memang sedang didera berbagai tantangan dan sedang berada dalam situasi sulit. Hal ini setelah dua musibah skala besar menimpa, yaitu pesawat MH370 menghilang pada Maret Maret 2014 dan pesawat MH17 ditembak jatuh di bagian timur Ukraina Juli 2014. Hingga saat ini penyebab hilangnya MH370 belum diketahui.

Salah satu penanam modal Malaysia Airlines, Khazanah Nasional Bhd., meminta pemerintah Malaysia segera memutuskan apakah akan menyuntik modal tambahan atau membiarkan maskapai itu terus berada dalam kesulitan.

Pembaca bisa menggali sendiri berbagai sebab mengapai maskapai yang pernah menjadi salah satu maskapai terbaik dunia ini kini berada di ujung tanduk. Penulis hanya kemudian terpikir, jika pemerintah Malaysia akhirnya memutuskan untuk menjualnya ke penawar terbaik, adakah pengusaha, atau perusahaan Indonesia, swasta dan BUMN, yang punya keberanian untuk membelinya.

Land Rover, kini milik India | butterscolorado.com
info gambar

Jika berani, ini akan menjadi hal baru bagi Indonesia yang, seingat penulis, amat sangat jarang (bahkan mungkin tidak pernah) membeli perusahaan asing yang besar dan kemudian mengembangkannya menjadi lebih besar dan lebih ekspansif. Tak hanya keberanian, perlu begitu banyak keahlian untuk melakukannya. Meski begitu, jika kita tak pernah memulainya, entah apapun resikonya, maka kita takkan pernah tahu tantangan-tantangannya, pun bagaimana membangun pengalaman dan portfolionya.

Telah begitu lama perusahaan-perusahaan nasional begitu mudah jatuh dibeli asing. Beberapa yang penulis ingat adalah XL, Bank Internasional Indonesia (BII), BTPN, dan banyak lagi bank lain, Indosat, dan tentu masih banyak lagi. Dan kita tak pernah berusaha keras 'membalasnya'. Siapa yang tak bermimpi suatu saat negeri ini akan punya perusahaan raksasa seperti Samsung, atau Tata, atau Sinopec misalnya. India yang belum menjadi negara kaya pun, telah lama menjadi 'pemborong' perusahaan asing, termasuk membeli perusahaan mobil legendaris Jaguar, dan Land Rover yang keduanya berasal dari negeri penjajahnya, Inggris. China tentu lebih 'rakus' lagi membeli perusahaan-perusahaan asing.

Bukankah sedih rasanya jika kita jatuh bangun membangun sebuah perusahaan dalam negeri, mencari uang di dalam negeri, besar dari berbagai kemudahaan di dalam negeri, dan tiba-tiba dijual ke negara lain? Saya pernah bertanya pada salah satu petinggi BUMN, mengapa tak tertarik mengakuisisi perusahaan luar negeri, di luar negeri, dan kemudian beroperasi di sana. Jawabnya membuat saya tak mampu berkata-kata. "Lha Wong pasar dalam negeri saja masih luas kok, mas". Saya membatin, "sampai kapan mengandalkan dalam negeri, lalu kalau di dalam negeri sudah jenuh, sekalinya bersaing di kawasan maupun global, sudah ketinggalan dari perusahaan-perusahaan negara lain".

Penulis sadar, sangat kecil kemungkinan pemerintah Malaysia menjual Malaysia Airlines, apalagi ke luar negeri. Tulisan ini sebenarnya berusaha untuk memantik kembali kesadaran kita, bahwa sebagai sebuah bangsa yang begitu besar, tak ada alasan lagi untuk melangkah, dan berekspansi ke manapun, dengan resiko apapun.

Bagaimana menurut anda?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini