Lupakan Tambang Emas, Kopi Arabika Gayo yang Membuat Masyarakat Bangga

Lupakan Tambang Emas, Kopi Arabika Gayo yang Membuat Masyarakat Bangga
info gambar utama
  • Pertambangan emas merupakan ancaman serius kerusakan hutan aceh selain pembalakan liar dan perambahan untuk kebun
  • Rencana penambangan emas di di Proyek Abong, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah oleh PT. Linge Mineral Resources mendapat peolakan dari masyarakat Aceh Tengah
  • Selama ini, masyarakat Gayo makmur bukan karena tambang, tapi hasil biji kopi arabika yang mendunia
  • Linge Mineral Resource mendapat izin usaha pertambangan eksplorasi Nomor 530/2296/IUP-EKSPLORASI/2009, seluas 98.143 hektar, di Kecamatan Linge dan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah yang izinnya diterbitkan Bupati Aceh Tengah

Rencana penambangan emas kembali menggema di Aceh. Tepatnya di Proyek Abong, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, yang akan dilakukan oleh PT. Linge Mineral Resources. Perusahaan ini telah mendapat izin eksplorasi pada 2009 dengan luas lahan sekitar 98.143 hektar.

Pada 4 April 2019, PT. Linge mengumumkan rencana usaha dan kegiatannya dalam rangka studi analisis mengenai dampak lingkungan [AMDAL] di media massa. Dalam pemberitahuan itu, selaku kuasa Direktur PT. Linge Mineral Resource, Achmad Zulkarnain menyatakan, perusahaan akan menambang dan mengolah bijih emas dmp seluas 9.684 hektar di Desa Lumut, Desa Linge, Desa Owaq, dan Desa Penarun, Kecamatan Linge. Jumlah produksi maksimal 800.000 ton per tahun.

Perusahaan ini mengklaim, tambang emas akan memberi dampak positif. Sebut saja meningkatkan ekonomi dan kesehatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, hingga menumbuhkan pembangunan daerah.

“Sementara dampak negatifnya adalah perubahan bentang alam, penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, kualitas air permukaan menurun, dan gangguan terhadap habitat satwa liar beserta vegetasi,” terang Achmad dalam pengumuman tertulis itu.

Kawasan Ekosistem Leuser yang merupakan hutan mengagumkan di Sumatera | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Terhadap rencana tersebut, Koordinator LSM anti korupsi di Aceh Tengah, Jang-Ko, Maharadi, menyatakan bersama masyarakat mereka menolak tambang emas. Alasannya, selain merusak lingkungan dan mencemari air dengan limbah, kehadiran perusahaan tidak bermanfaat untuk masyarakat.

“Pemerintah Aceh dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] harus mencabut izin PT. PT Linge Mineral Resources. Kami jelas menolak,” jelasnya Senin [08/4/2019].

Maharadi mengatakan, jika perusahaan yang saham terbanyaknya dimiliki perusahaan asal Kanada beroperasi, pertambangan itu tidak hanya merusak hutan dan habitat satwa tetapi juga perkebunan dan pertanian masyarakat. “Kami tidak mau hutan dan alam tempat kami menggantungkan hidup hancur.”

Hutan Leuser terjaga akan membuat air tetap mengalir | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Ketua Aceh Green Community Kabupaten Bener Meriah, Sri Wahyuni, menyampaikan hal senada. Secara umum, rencana pembangunan jangka panjang Provinsi Aceh, datarang tinggi Gayo yang terdiri dari Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues, sebagai daerah pertanian, perkebunan rakyat, dan wisata. Sebagian besar daerah aliran sungai [DAS] di Aceh, hulunya di dataran tinggi Gayo.

“Pertambangan bukan hanya mengancam masyarakat Gayo, tapi juga pesisir Aceh. Kopi Arabika Gayo yang merupakan terbaik di dunia juga akan terkena imbas karena hutan dan sungai rusak,” jelasnya.

Sri Wahyuni menambahkan, lokasi pertambangan emas itu merupakan tempat bersemayam raja-raja Linge. Salah satu daerah cikal bakal lahirnya masyarakat Gayo, suku tertua di Aceh. “Kami tidak ingin daerah keramat di diganggu perusahaan,” ungkapnya.

Air bersih yang mengalir di sungai tidak hanya digunakan masyarakat Gayo Lues untuk kebutuhan sehari-hari tetapi juga untuk pengairan sawah | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Aliansi tolak tambang

Senin, 8 April 2019, masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Gayo Menolak Tambang berunjuk rasa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten [DPRK] dan Kantor Bupati Aceh Tengah. Mereka mendesak agar rencana tambang itu ditolak.

Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar, dalam surat Nomor: 540/239/2019 yang ditujukan kepada Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mendukung perpanjangan moratorium izin usaha pertambangan di Aceh.

“Sehubungan dengan Fakta Integritas Nomor: IST/2019, 8 April 2019, yang ditandatangani oleh Aliansi Organisasi masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, kami mendukung Plt. Gubernur Aceh melanjutkan moratorium izin usaha pertambangan mineral dan batubara di Aceh. Khusus di Kabupaten Aceh Tengah,” terang Abubakar.

Penandatanganan surat dilakukan Bupati Aceh Tengah setelah menerima kunjungan perwakilan organisasi dan masyarakat di Aceh Tengah yang meminta PT. Linge Mineral Resource angkat kaki dari wilayah ini.

Kebun kelapa masyarakat dan potensi ekonomi lainnya harusnya didampingi pemerintah agar produksinya terjaga, bukan memberi izin tambang emas yang justru merusak hutan dan lingkungan | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Catatan Walhi

Catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh menunjukkan, PT. Linge Mineral Resource mendapat izin usaha pertambangan eksplorasi Nomor 530/2296/IUP-EKSPLORASI/2009, seluas 98.143 hektar, di Kecamatan Linge dan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah.

“Izin diterbitkan Bupati Aceh Tengah. Dari luas tersebut, 19.628 hektar berada di Kawasan Ekosistem Leuser dan berstatus hutan lindung, dan sisanya di hutan produksi,” terang Muhammad Nasir, Kepala Divisi Advokasi Walhi Aceh.

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur mengatakan, aksi penolakan PT. Linge merupakan bentuk kesadaran masyarakat akan dampak buruk yang terjadi. Pemerintah Aceh Tengah dan Provinsi, harus serius terhadap kondisi ini. “Aceh Tengah dikenal dunia dengan komoditas kopi, bukan tambang,” jelasnya.

Kopi arabika yang harus diperhatikan sebagai sumber ekonomi masyarakat | Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia
info gambar

Muhammad Nur berpendapat, hingga saat ini belum ada pertambangan di Indonesia, khususnya emas, yang tidak merusak lingkungan hidup dan ekosistem. Juga, berdampak buruk pada masyarakat lokal.

Potensi kerusakan besar dari kegiatan ini adalah lubang, air asam tambang [acid mine drainage), limbah beracun [tailing] berupa lumpur kental, pekat, asam dan mengandung logam berat berbahaya. Selain itu, pertambangan emas merupakan industri rakus air.

“Lupakan saja pemberian izin pertambangan di dataran tinggi Gayo. Maksimalkan kebun kopi rakyat. Pendapatan negara dan masyarakat akan lebih banyak dan pastinya tidak merusak lingkungan. Selama ini, masyarakat Gayo makmur bukan karena tambang, tapi biji kopi yang mendunia,” tandasnya.


Sumber: Ditulis oleh Junaidi Hanafiah dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini