Sekolah Waldorf Kini Hadir di Indonesia

Sekolah Waldorf Kini Hadir di Indonesia
info gambar utama

A healthy social life is found only when, in the mirror of each soul, the whole community finds its reflection, and when, in the whole community, the virtue of each one is living. (Rudolf Steiner)

Beberapa bulan yang lalu sempat viral tentang kisah para petinggi Google, Apple, Yahoo, HP, hingga eBay yang mengirim anak-anaknya ke sekolah yang sama sekali tak punya komputer. Dari situ bahasan kemudian menuju sebuah sekolah yang kini hadir juga di Indonesia, yakni Sekolah Waldorf.

Petikan menarik seputar pilihan pada Sekolah Waldorf saya kutip juga di artikel ini dengan sumber dari sini.

Ketika sekolah-sekolah lain memasukkan komputer dalam kurikulum dan berlomba membangun sekolah digital, Waldorf School of the Peninsula justru melakukan sebaliknya. Sekolah ini dengan sengaja menjauhkan anak-anak dari perangkat komputer.

Sekolah Waldorf justru fokus pada aktivitas fisik, kreativitas, dan kemampuan keterampilan tangan para murid. Anak-anak tak diajarkan mengenal perangkat tablet atau laptop. Mereka biasa mencatat dengan kertas dan pulpen, menggunakan jarum rajut dan lem perekat ketika membuat prakarya, hingga bermain-main dengan tanah setelah selesai pelajaran olahraga.

Guru-guru di Waldorf percaya bahwa komputer justru akan menghambat kemampuan bergerak, berpikir kreatif, berinteraksi dengan manusia, hingga kepekaan dan kemampuan anak memperhatikan pelajaran.

Para petinggi di dunia IT ini membela keputusan Sekolah Waldorf untuk tak memperkenalkan komputer ke anak-anak mereka.

Banyak yang menganggap bahwa kebijakan yang dibuat Waldorf itu keliru. Meski metode pembelajaran yang mereka gunakan sudah berusia lebih dari satu abad, perdebatan soal penggunaan komputer dalam proses belajar-mengajar masih terus berlanjut.

Menurut para pendidik dan orang tua murid di Sekolah Waldorf, sekolah dasar yang baik justru harus menghindarkan murid-muridnya dari komputer.

Karya anak di sekolah waldorf
info gambar

Sekolah Waldorf tampil dengan gaya ruangan kelas yang klasik. Tak banyak perangkat elektronik, layar-layar komputer, atau kabel-kabel yang menghiasi ruangan.

Berhias dinding-dinding kayu, kamu hanya akan menemukan papan tulis penuh coretan kapur warna-warni. Ada rak-rak penuh berbagai jenis ensiklopedia hingga meja-meja kayu dengan tumpukan buku-buku catatan dan pensil.

Andie yang duduk di kelas 5 mendapat pelajaran membuat kaos kaki. Keterampilan merajut dipercaya membantu anak-anak belajar memahami pola dan hitungan.

Menggunakan jarum dan benang bisa mengasah kemampuan memecahkan masalah dan belajar koordinasi. Saat pelajaran bahasa di kelas 2, anak-anak akan diajak berdiri melingkar.

Mereka diminta mengulang kalimat yang diucapkan guru secara bergiliran. Gilirannya ditentukan dengan melempar penghapus atau bola. Ternyata, metode belajar ini bisa jadi salah satu cara untuk mensinkronkan tubuh dan otak.

Guru kelas Andie, Cathy Waheed, mengajarkan anak-anak mengenal pecahan dengan metode yang sangat sederhana. Yup, Waheed menggunakan buah apel, kue pai, atau roti yang dipotong-potong lalu dibagikan pada murid-muridnya.

Pendekatan Waldorf

Waldorf berasal dari Jerman dan telah menyebar ke seluruh dunia. Banyak yang tertarik dengan pendekatan ini karena mereka melihatnya sebagai sebuah alternatif untuk pendidikan tradisional dan sebagai inspirasi untuk memperbaiki pendidikan.

Model pembelajaran di Waldorf bertujuan untuk meningkatkan lingkungan pembelajaran yang sehat, tidak tergesa-gesa sesuai perkembangan bagi anak-anak.

Pendidikan anak usia dini Waldorf telah diterapkan pada berbagai tempat pelayanan termasuk rumah dan tempat penitipan anak. Program dukungan orang tua, dan program-program taman kanak-kanak dan berbagai usia bagi anak-anak 3-7 tahun.

Pendekatan ini dibuat oleh Rudolf Steiner (1861-1925). Sekolah Waldorf di sebagian tempat dikenal sebagai Sekolah Steiner, yang diambil dari nama Rudolf Steiner.

Kemudian nama sekolah Waldorf diambil dari nama sekolah pertama yang didirikan dan dikembangkan Rudolf Steiner. Sekolah itu dibangun di Kota Stutgart Jerman tahun 1919 sekolah tersebut dibangun untuk mendidik anak-anak pekerja pabrik.

Sekolah Waldorf bertambah hingga tahun 2011. Sudah ada 1.003 sekolah Waldorf di 60 negara, serta lebih dari 2000 pendidikan anak usia dini. Sekolah-sekolah tersebut menerapkan model pendidikan yang dikembangkan oleh Rudolf Steiner.

Model pembelajaran Waldorf bertujuan untuk meningkatkan lingkungan pembelajaran yang sehat, tidak tergesa-gesa, sesuai dengan perkembangan bagi anak–anak.

Pendidikan anak usia dini di Waldorf telah diterapkan pada berbagai tempat pelayanan termasuk rumah dan pengasuhan anak pusat, kelompok orang tua dan anak, program dukungan orang tua, dan program-program taman kanak-kanak dan berbagai usia bagi anak-anak berusia 3 hingga 7 tahun.

Sekolah Waldorf menggunakan papan tulis hitam yang artistik
info gambar

Sekolah Waldorf di Indonesia

Berawal dari tahun 2013 di Bandung, sekelompok pegiat pendidikan alternatif membentuk sebuah komunitas belajar yang melakukan kajian-kajian serta praktik pembelajaran Pendidikan Waldorf.

Komunitas ini menerapkan pendekatan pendidikan Waldorf pada sekolah-sekolah alternatif di Kota Bandung. Selama berproses, komunitas ini rutin melakukan kegiatan pelatihan dan kuliah umum seputar pendidikan Waldorf.

Kegiatan ini dilakukan dengan menghadirkan guru-guru Sekolah Waldorf dari berbagai negara seperti Jerman, Amerika, Swiss, dan lain-lain dengan peserta para guru, orang tua, dan pegiat pendidikan alternatif yang tertarik dengan pendekatan belajar di sekolah waldorf.

Dari semangat itu kemudian Sekolah Waldorf secara perlahan muncul lebih luas dengan mengadakan Grade School Teacher Training angkatan pertama di Kota Bandung.

Peserta yang datang dari berbagai latar belakang dan daerah ini semakin menguatkan benih-benih kehadiran Sekolah Waldorf. Secara perlahan Sekolah Waldorf dengan nama Arunika Waldorf lahir tahun 2019 tepat ketika Pendidikan Waldorf berusia 100 tahun di dunia. Di Sekolah Arunika Waldorf, selain ada jenjang TK yang terdiri dari dua kelompok, juga ada jenjang SD. Sekolah Arunika Waldorf adalah sekolah komunitas yang keberadaannya ditopang dengan baik oleh orang tua dan yayasan.

Selain Sekolah Arunika Waldorf, di Bandung juga ada Jagad Alit yang fokus pada early childhood. Di Bali ada Madu Playhouse yang merupakan cikal bakal Sekolah Waldorf di Bali.

Inisiatif Sekolah Waldorf juga mulai bermunculan di beberapa daerah seperti di Jakarta, Waldorf Jakarta hadir dengan kegiatan seperti mengadakan kelompok belajar dan workshop.

Di Yogyakarta hadir di jenjang early childhood yakni Kulila. Di Balikpapan, kini ada Denia Buen yang mengadakan aktivitas sekolah jenjang TK. Denia Buen juga kerap mengadakan kegiatan parenting dan workshop untuk orang tua dan guru.

Kehadiran Sekolah Arunika Waldorf dan Sekolah Waldorf lainnya merupakan angin segar bagi pendidikan alternatif di Indonesia.

Semoga saja kehadirannya memberikan banyak kebaikan untuk pertumbuhan manusia merdeka yang mengerti dengan arti hadirnya di dunia ini serta mampu memberikan kontribusi untuk kehidupan yang lebih baik terutama untuk negara Indonesia.


Sumber: www.iden.web.id, www.arunikawaldorf.blogspot.com, www.bukukelas.blogspot.com, www.nytimes.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

IW
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini