Suaq Belimbing, Stasiun Khusus Penelitian Orangutan Sumatera

Suaq Belimbing, Stasiun Khusus Penelitian Orangutan Sumatera
info gambar utama

Tempat menyenangkan melihat orangutan sumatera bergelantungan di pepohonan setinggi 10-30 meter adalah Suaq Belimbing, Kecamatan Kluet Selatan dan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.

Stasiun riset ini ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan bagian dari hutan rawa gambut Kluet. Pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Programme (YEL-SOCP) bersama Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Untuk masuk wilayah ini pastikan kita memiliki surat izin masuk kawasan konservasi (Simaksi) dari Balai TNGL.

Subhan, Manager Stasiun Riset Suaq Belimbing mengatakan, kepadatan populasi orangutan di Suaq Belimbing sekitar tujuh sampai sepuluh individu dalam radius satu kilometer. “Orangutan cukup mudah dilihat. Ini juga menarik minat peneliti lokal maupun asing menyelesaikan tugas kuliah mereka,” sebutnya.

Orangutan sumatera di Stasiun Riset Suaq Belimbing yang mudah dilihat | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Subhan mengatakan, luas habitat orangutan yang dikelola Stasiun Suaq Belimbing mencapai 500 hektar. Tim telah mengidentifikasi sebanyak 110 orangutan yang hidup di wilayah ini. “Kami memberikan mereka nama dan ada catatan perilaku juga,” terangnya.

Pada 11-12 Januari 2019, Mongabay Indonesia berkesempatan mengunjungi stasiun penelitian ini. Turun dari mobil di jalan nasional yang menghubungkan pantai barat selatan Aceh dengan Sumatera Utara, dilanjutkan berperahu selama tiga jam dari Desa Pasie Lembang, Kecamatan Kluet Selatan.

Sebanyak 110 individu orangutan telah diidentifikasi di Suaq Belimbing | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Tiga rumah panggung telah berdiri di sini setelah kamp lama dibakar saat konflik bersenjata di Aceh, April 2004 silam. “Kalau ke kamp baru lebih dekat, sementara kamp lama harus berjalan lagi tiga jam,” sebut Ibrahim, ahli tumbuhan dan satwa hutan Leuser yang turut mendampingi.

Stasiun Suaq Belimbing ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan bagian dari hutan rawa gambut Kluet | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Ibrahim yang merupakan staf Forum Konservasi Leuser (FKL) mengatakan, Suaq Belimbing pertama dibuka pada 1993. Dia bertugas sebagai asisten peneliti asing Carel van Schaik dari Wildlife Conservation International (WCI) yang meriset tingkah orangutan.

Pengamatan tingkah laku orangutan terus dilakukan di Stasiun Riset Suaq Belimbing | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Yang menarik, sambung Ibrahim, saat penelitian itu dilakukan, dia Carel melihat orangutan makan menggunakan ranting kayu.

“Kami melihatnya makan buah cemengang menggunakan kayu. Buah ini berduri, orangutan mencongkel bijinya. Selain itu, orangutan juga mengambil madu di pohon menggunakan ranting,” ujarnya yang pengalaman itu dituliskan dalam penelitian Carel.

Bangunan penelitian di Suaq Belimbing | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Buana Darmansyah, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tapaktuan, BBTNGL menyebutkan, saat ini Suaq Belimbing hanya dikhususkan penelitian. Belum dibuka untuk umum. Namun, saat ini tengah diupayakan Suaq Belimbing menjadi tempat wisata terbatas, dengan tidak mengganggu penelitian.

“Kami berkeinginan menjadikan Suaq Belimbing sebagai tempat wisata terbatas pendidikan,” terangnya.

Menyusuri sungai menggunakan perahu motor selama tiga jam menuju Suaq Belimbing, perjalanan yang tidak hanya menantang tapi juga sarat penelitian | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Buana mengatakan, luas wilayah monitoring Suaq Belimbing sekitar 1.160 hektar. BBTNGL bersama lembaga mitra dan penegak hukum terus menjaga hutan ini bebas pembalakan dan perambahan. “Kami menggelar operasi dan patroli rutin, untuk menekan segala kegiatan liar dan pastinya mencegah adanya perburuan satwa,” tandasnya.


Sumber: Ditulis oleh Junaidi Hanafiah dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini