Tarian Memikat Cendrawasih Botak Menaklukkan Pasangan

Tarian Memikat Cendrawasih Botak Menaklukkan Pasangan
info gambar utama
  • Cendrawasih botak merupakan salah satu burung endemik Raja Ampat yang hanya bisa dilihat di Pulau Waigeo dan Pulau Batanta
  • Jenis ini sudah popular ketika seorang peneliti avifauna dan naturalis, Daniel Giraud Elliot, mendokumentasikannya dalam gambar
  • Perilaku unik cendrawasih botak adalah sang jantan akan menari untuk memikat perhatian betina. Pejantan akan menari vertikal di ranting pohon kecil. Ia memamerkan bulu hijau kebiruan di bagian dada, dan ekornya. Bila betina tertarik, akan mendekati batang yang sama, kemudian, jantan naik ke punggung betina dan melakukan perkawinan kurang lebih satu detik
  • Ada delapan jenis cendrawasih di empat pulau di Raja Ampat, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool, yang seluruhnya dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018

Cendrawasih botak merupakan salah satu burung endemik Raja Ampat yang hanya bisa dilihat di Pulau Waigeo dan Pulau Batanta. Jenis ini hidup di hutan dataran rendah, perbukitan, hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut [mdpl].

Cicinnurus respublica, sudah populer sejak 1873, ketika seorang peneliti avifauna dan naturalis, Daniel Giraud Elliot, mendokumentasikan dalam bentuk gambar. Elliot melakukan banyak perjalanan ke berbagai belahan dunia hanya untuk belajar dan mengumpulkan gambar jenis ini.

Ada sebuah gambar perihal cendrawasih botak yang telah diterbitkan di London pada 1873. Bersama Josep Wolf [1820-1899] yang mewarnai dan Joseph Smit [1836-1929] sebagai ahli litografi, Elliot mendidikasikan gambar tersebut untuk Alfred Russel Wallace dan Charles Darwin yang telah membangun pandangan baru dunia evolusioner biologi.

Cendrawasih botak jantan | Foto: Fransisca N Tirtaningtyas/Mongabay Indonesia
info gambar

Adakah hal istimewa pada cendrawasih botak?

Tidak banyak yang meneliti perilakunya. Tulisan gabungan beberapa peneliti yaitu Richard A Noske, Trevor Ford, Chris Barnes, dan Shita Prativi berjudul Synchronised Displaying of Three Adult Male Wilson’s Birds-of-paradise Cicinnurus respublica on Batanta Island, West Papua, and an Undescribed Display Posture dalam Jurnal Kukila 2012, coba menceritakan perihal kawin tiga jantan dengan tiga betina.

Menurut Richard dan kawan-kawan, jantan akan membuat dan mempertahankan suatu lokasi di lantai hutan untuk menarik perhatian betina. Sebutannya, tempat perkawinan. Di tempat ini, jantan mempertunjukkan daya tariknya sambil bertengger di batang dekat tanah.

Biasanya jantan akan menarik perhatian betina secara individu, namun disebutkan dalam artikel tersebut, terdapat juga tiga jantan dalam satu lokasi untuk menarik perhatian tiga betina. Mereka menari bergantian. Selain “bernyanyi” ada lima gerakan yang diperagakan jantan untuk marayu sang betina. Satu gerakan yang belum dijelaskan pada penelitian sebelumnya adalah “membungkuk” untuk memperlihatkan bagian belakang kepala berwarna kuning kepada betina.

Gambar cendrawasih botak oleh J Wolf dan J Smith tahun 1800-an | Sumber: Buku Archieve of The American Museum of Natural Histroy Library
info gambar

Ritual tarian

Tidak berbeda dengan laporan Richard dan kawan-kawan, ada peneliti burung yang merupakan Koordinator Keanekaragaman Hayati Fauna & Flora International-Indonesia Programme, yang beberapa kali mengamati perilaku cendrawasih botak. Namanya Maurits Kafiar.

Menurut dia, burung dari surga ini merupakan jenis pengicau yang selalu membersihkan lantai tanah untuk melakukan ritual tariannya. Satu tempat menari dibersihkan dan dirawat oleh satu ekor pejantan. Aktivitas yang dilakukan setiap pagi dan sore hari.

“Saya amati jenis ini mulai 5.30 WIT dan pejantan sudah di tempat bermainnya. Kira-kira, butuh 30 menit untuk membersihkan daun berserakan. Berikutnya, burung ini beristirahat sembari memanggil betina, ciuk..ciukciukciuk. Panggilan sebanyak empat kali dengan durasi 5 hingga 10 menit,” jelasnya.

Maurits menambahkan, jantan tetap di tempatnya hingga betina datang. Terkadang, sang jantan menari di batang pohon, bahkan naik ke pohon lebih tinggi. Berkicau memanggil pasangannya, lalu kembali ke bawah, membersihkan bulunya.

“Ketika betina menghampiri, akan tampak pemandangan aduhai. Mereka berkejaran di antara batang pohon. Jantan menari dengan gerakan khas dan mengeluarkan biji buah palem 2-4 buah dari paruhnya, sebagai ritual menarik perhatian betina,” terangnya.

Maurits menambahkan, dalam ritual kawin cendrawasih botak, pejantan akan menari vertikal di ranting pohon kecil. Ia memamerkan bulu hijau kebiruan di bagian dada dan ekornya. Dari atas, betina memperhatikan gerakan dan bulu indah sang jantan.

“Bila betina tertarik, akan mendekati batang yang sama. Kemudian, jantan naik ke punggung betina dan melakukan perkawinan kurang lebih satu detik. Di sini, tarian jantan berhasil memikat betina,“ tuturnya.

Cendrawasih botak berukuran 16-19 cm dengan warna indah di tubuhnya. Jantan terlihat lebih menarik ketimbang betina, namun keduanya memiliki warna biru di bagian atas kepala. Ciri utama jantan, ada warna hijau di bagian bawah, dada, hingga perut, serta warna merah dominan dan kuning di belakang leher. Pada ekor, terdapat tambahan berbentuk antena melengkung.

 Cendrawasih botak [bawah] dan sang betina [atas] | Foto: Andhy PS/Mongabay Indonesia
info gambar

Birds of Paradise

Berdasarkan penelitian BBKSDA Papua Barat dan Fauna & Flora International – Indonesia Programme 2016 hingga 2018, tercatat delapan jenis cendrawasih berada di empat pulau di Raja Ampat, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.

Delapan jenis ini adalah cendrawasih merah [Paradisaea rubra], cendrawasih botak [Cicinnurus respublica], cendrawasih mati-kawat [Seleucidis melanoleucus], cendrawasih raja [Cicinnurus regius], manukodia kilap [Manucodia ater], cendrawasih belah-rotan [Cicinnurus magnificus], manukodia leher-keriting [Manucodia chalybatus], dan cendrawasih kecil [Paradisaea minor]. Seluruh anggota suku Paradisaeidae ini, dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.

Dewi Malia Prawiradilaga, peneliti burung dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] mengatakan, pemantauan dan penelitian berkala di alam harus dilakukan untuk menjadi kelestarian populasi cendrawasih botak. Melibatkan mahasiswa dalam riset dan mengikutsertakan penduduk setempat perlu dilakukan agar kegiatan tersebut lebih intensif.

“Masyarakat dibekali pelatihan, sehingga dalam pemantauan mereka paham, apa saja data yang harus dicatat. Informasi itu nantinya bermanfaat untuk masyarakat dalam mengembangkan wisata pengamatan burung. Tidak adil, jika pengamatan burung hanya menjadi ‘objek ekowisata’, sementara tidak ada penelitian khusus untuk burungnya,” papar Dewi, baru-baru ini.

Kekhawatiran Dewi beralasan. Banyaknya jenis cendrawasih di Raja Ampat harus menjadi perhatian serius. Berdasarkan kasus pelanggaran tindak pidana kehutanan tumbuhan satwa liar di Papua Barat, pada Oktober 2015, terdapat perburuan enam individu cendrawasih merah yang berhasil diungkap.

Meskipun ancaman terhadap cendrawasih botak tidak seperti cendrawasih merah, akan tetapi akibat perburuan ditambah hilangnya habitat, dapat menyebabkan berkurangnya populasi spesies ini di alam.

Referensi:

BirdLife International (2019) Species factsheet: Cicinnurus respublica. Downloaded from https://www.birdlife.org on 08/04/2019.

Noske, R.A., Ford, T., Barnes, C., Prativi, S. 2012. Synchronised Displaying of three Adult Male Wilson’s Birdsof-paradise Cicinnurus respublica on Batanta Island, West Papua, and an Undescribed Display Posture. Kukila 16 (1): 39-48

Baione, T. 2012. Natural Histories: Extraordinary Selections from the Rare Book Archieve of The American Museum of Natural Histroy Library. The American Museum of Natural History, Sterling Publishing, New York


Sumber: Ditulis oleh Fransisca N Tirtaningtyas dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini