Inikah Cara Menghentikan Kecanduan Merokok?

Inikah Cara Menghentikan Kecanduan Merokok?
info gambar utama

Sejak kelas 3 SD Gede Agus Mahardika sudah merokok. Dia pecandu berat. Hanya bisa merokok satu merek tertentu. Dia pernah tengah malam pergi ke Kuta dari kawasan Pemecutan, Denpasar, tempat tinggalnya hanya untuk mencari rokok tersebut.

Selama sekitar 29 tahun Gede mengalami kecanduan itu sebelum kemudian kenal hasil pengolahan tembakau lain (HPTL) yang biasa dikenal sebagai rokok elektrik. Dia kenal pertama kali saat masih bekerja di kapal pesiar pada 2009.

Empat tahun kemudian, ibu angkatnya dari Amerika membawakannya HPTL. Gede lalu beralih ke rokok elektrik tersebut. Setelah sempat keluar dahak terus ketika baru mengisap HPTL, dia pun makin terbiasa dengan rokok elektrik atau vape.

“Sejak itu saya berhenti merokok sama sekali. Sekarang mau pakai vape oke. Tidak juga tidak masalah,” katanya.

Setelah sempat kecanduan merokok selama 29 tahun, Gede mengaku dia justru bisa berhenti merokok setelah mengisap vape.

Dedhy Widyabawa, seorang dokter gigi, mengalami hal serupa. Setelah mengalami kecanduan merokok, dia kini justru berhenti setelah beralih ke rokok elektrik.

Kedua mantan perokok itu menyampaikan pengalamannya dalam diskusi bertema Wujudkan Bali Bersih Melalui Ekosistem yang Sehat, Pengurangan Risiko Tembakau sebagai Solusi Mengatasi Masalah Rokok di Bali. Diskusi diadakan di Denpasar pada Selasa, 14 Mei 2019.

Dampak yang Disembunyikan

Dedhy yang juga dokter spesialis kesehatan gigi mengatakan rokok elektrik berbeda dengan rokok konvensional. “Rokok konvensional mengandung banyak zat karsinogen terutama hasil pembakaran karena mengandung nikotin dan tar,” katanya.

Dari kedua zat yang ada dalam rokok, tar merupakan zat paling berbahaya. Adapun nikotin memang membuat kecanduan, tetapi banyak pula digunakan dalam pengobatan.

Zat berbahaya lain dalam rokok konvensional, lanjut Dedhy, adalah bahan pemutih (bleaching) yang berbahaya jika masuk ke dalam tubuh. Ada pula PVC yang dipakai untuk melekatkan filter rokok.

“Terdapat lebih dari 400 zat karsinogen dalam rokok. Ketika dibakar, dia meningkat menjadi 4.000 zat,” ujarnya.

Menurut Dedhy, semua zat racun berbahaya itu hanya sebatas apa yang diketahui publik. “Banyak hal yang belum kita tahu dan pabrik rokok menutupi itu,” ujarnya.

Karena itulah Dedhy mengatakan mereka yang masih merokok, tetapi ingin berhenti bisa beralih ke rokok elektrik. Hal ini merupakan bagian dari pengurangan dampak buruk (harm reduction) adiksi pada rokok.

Pengurangan Dampak Buruk

Amaliya, Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR), yang hadir dalam diskusi itu mengatakan program pengurangan dampak buruk menjadi salah satu pilihan logis untuk menanggulangi masalah rokok di Indonesia.

Diskusi
info gambar

Menurutnya, meskipun program penanggulangan rokok sudah dilaksanakan bertahun-tahun di Indonesia, tetapi jumlah perokok aktif di Indonesia, termasuk Bali, tidak berkurang. Program untuk mengurangi jumlah perokok itu, misalnya, Kawasan Tanpa Rokok (KTR), penjualan khusus pada konsumen di atas 18 tahun, iklan yang tidak boleh mengajak untuk rokok, serta informasi bahaya merokok di kemasan produk.

“Hasilnya, jumah perokok ternyata tidak berkurang,” katanya.

Harm reduction, menurut Amaliya yang juga peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), sudah dilaksanakan di beberapa tempat, terutama di Eropa dan Amerika Serikat. “Tenaga medis di Inggris bahkan sudah menyarankan agar pecandu rokok mulai beralih ke rokok elektrik untuk bisa menghentikan ketergantungannya,” ujar Amaliya.

Terapi Sulih Nikotin

Amaliya menambahkan terkait larangan merokok tidak akan efektif jika tidak ada alternatif bagi para perokok berat. Hal itu karena ketergantungan pada nikotin tidak bisa langsung dihentikan begitu saja.

“Sebaiknya diregulasi, bukan dilarang. Kalau belum apa-apa sudah dilarang, kita tidak akan tahu dampaknya,” lanjutnya.

Regulasi itu, misalnya, dengan kebijakan untuk mengatur tembakau alternatif sebagai bagian dari pengurangan dampak buruk.

Sebagai cara untuk mengobati ketergantungan pada rokok, Amaliya mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu terapi sulih nikotin (nicotine replacement therapy). Di antaranya dengan permen karet, tembakau olahan, inhaler, dan nicotine patch.

“Namun, perokok yang ikut metode ini tidak bertahan lama karena tidak mengisap rokok, yang bisa dilakukan dengan rokok elektrik,” katanya.

Meskipun demikian Amaliya menegaskan bahwa kalau mau mengurangi risiko total merokok, ya, dengan tidak merokok sama sekali. Harm reduction, sekali lagi, hanya ditujukan pada mereka yang perokok berat dan ingin berhenti.

Di Indonesia sendiri istilah harm reduction lebih sering dipakai dalam program penanggulangan HIV AIDS sejak 2004. Saat itu, pengguna narkoba dengan jarum suntik (penasun) merupakan kelompok penyumbang kasus HIV terbanyak di Indonesia.

Pemerintah Indonesia, melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), pun melaksanakan program harm reduction yang lebih banyak menyasar penasun. Misalnya melalui pembagian jarum suntik bersih bagi penasun agar mereka tidak bertukar jarum suntik saat memakai heroin, perilaku yang amat rentan menularkan HIV.

Hasilnya, kasus HIV di kalangan penasun memang kemudian bisa dikendalikan.

*Tulisan dari seorang pemerhati lingkungan hidup di Denpasar, Bali.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

AH
YF
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini