Stop Hoaks! Kenali Ciri-cirinya dan Berhentilah Menjadi Penyebarnya

Stop Hoaks! Kenali Ciri-cirinya dan Berhentilah Menjadi Penyebarnya
info gambar utama

Hoaks...

Kata satu ini mendadak menjadi sangat populer di negara kita beberapa tahun terakhir. Bahkan beberapa bulan ini, hoaks menjadi salah satu isu utama dalam kancah pemilihan Presiden di Indonesia, sehingga Menkopolhukam bersama Menkominfo merasa perlu melakukan beberapa pemblokiran (baca: pembatasan) media sosial selama beberapa hari lamanya.

Dalam istilah KBBI sendiri, hoaks diartikan sebagai sebuah berita bohong. Informasi atau berita yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah merupakan fakta. Banyak tujuan yang ingin dicapai dengan adanya hoaks, salah satunya tentu saja, ada unsur politis di dalamnya.

Tak dapat dimungkiri, hoaks menjadi begitu cepat menyebar, karena saat ini seluruh masyarakat memiliki kemudahan akses sebagai seorang pembuat berita dengan adanya internet dan media sosial.

Dilansir dari laman CNN Indonesia, sebanyak 86 persen pengguna internet di seluruh dunia pernah menjadi korban hoaks berdasarkan survei yang dilakukan oleh CIGI (Centre for International Governance Innovation).

Amerika Serikat menjadi negara terbesar penyumbang hoaks, sementara Mesir menjadi negara yang paling banyak terkena hoaks.

Hmm... bagaimana dengan negara kita?

Sadar atau tidak, hoaks telah banyak beredar di sekitar kita. Berita palsu yang tak jelas dari mana sumbernya ini masuk menjadi "makanan" sehari-hari melalui grup-grup WhatsApp, yang sayangnya, sering ditelan mentah-mentah tanpa dicari terlebih dahulu sumber validnya.

Apalagi jika yang menerima adalah mereka yang sudah lanjut usia, para orang tua kita, yang sering kali percaya begitu saja dan tak memiliki kemampuan mencerna lagi secara maksimal berita yang telah diterimanya. Menjadi tugas kitalah sebagai anak-anaknya untuk memberikan pengertian dan mengontrol apa yang orang tua kita terima.

Tentu bukan hal yang mudah, tapi juga bukan sesuatu yang sia-sia demi kenyamanan bersama.

Jika kaum lanjut usia sebagian besar tak lagi memiliki kemampuan mencari tahu sumber asli suatu berita hoaks, tidak demikian halnya dengan kita, yang masih tergolong usia produktif.

Terutama jika kamu adalah seorang penulis yang memiliki kelebihan merangkai kata demi kata sedemikian detilnya, seharusnya bisa lebih bijak dalam mencegah penyebaran aneka informasi hoaks dengan menahannya hanya sampai di dirimu saja, tanpa harus ikut menyebarkannya kepada pihak lain.

Ada beberapa ciri hoaks yang sebaiknya kamu pahami agar tidak terjebak dalam kepalsuan, antara lain:

  1. Hoaks umumnya berisi berita atau himbauan yang tak jelas dari mana sumbernya. Bahkan, jika tak mampu menghadirkan link atau kutipan aslinya, lebih baik kamu abaikan untuk tidak menyebarkannya.
  2. Untuk informasi kesehatan, selalu cari tahu sumber ilmiah yang ditulis dalam berita tersebut. Jika tak ada sumber yang dapat dipercaya dari ahli kesehatan, jangan buru-buru memercayainya.
  3. Hoaks yang berkaitan dengan politik biasanya sarat dengan tanda seru atau tulisan bernada provokatif. Berhati-hatilah! Jangan sampai hati memanas dan akhirnya kita sendiri justru tak mampu mengontrol diri.

Sebagai seorang penulis, bukan berarti kita adalah perempuan sempurna yang tidak pernah melakukan kesalahan. Tapi, sejatinya, kita dapat belajar menelaah dan mengontrol diri terlebih dahulu dengan mencari tahu kebenarannya, sebelum menyebarkannya.

Ingatlah, dengan ikut menyebarkan hoaks, apalagi yang dapat menimbulkan provokasi, sama saja kita telah menumpuk serangkaian dosa jariyah seolah menyebarkan fitnah.

Tak ada salahnya kamu lakukan 3 hal berikut ini untuk meminimalisir penyebaran hoaks:

  1. Menulis segala sesuatu bersumber pada fakta. Jika ada informasi yang perlu ditulis sumbernya, cantumkan dengan jelas sumber tulisan tersebut.
  2. Rewrite, please, no copas anymore! Rewrite adalah menulis ulang sebuah informasi dengan bahasa dan kata-kata kita sendiri. Sementara copy paste hanya sekadar menjiplak, tanpa ada perbedaan sama sekali dengan tulisan asli. Jika ingin melakukan copy paste, cantumkan sumber tulisan asli. Misal: Repost from ABCD, copas dari ABCD, dll.
  3. Kalau kamu bisa menulis, apalagi memiliki profesi sebagai seorang penulis, artinya kamu juga harus cerdas sebagai seorang warganet. Jadilah warganet yang menggunakan media sosial untuk hal-hal yang bermanfaat. Amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kepada yang baik dan mencegah kemungkaran) adalah sesuatu yang wajib kita lakukan, tapi pastikan melakukannya dengan cara-cara yang santun.

Semoga kita semua lebih berhati-hati lagi. Seperti kata Bang Napi, "Waspadalah!" Karena segala bentuk kejahatan, termasuk penyebaran hoaks, muncul karena adanya kesempatan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

HP
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini