Memahami Konsep Karakter dan Wawasan Kebangsaan

Memahami Konsep Karakter dan Wawasan Kebangsaan
info gambar utama

Konsep Karakter dan Wawasan Kebangsaan perlu dipahami bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita & tujuan berbangsa dan bernegara. Karakter Kebangsaan yang ingin dicapai adalah manusia Indonesia yang memiliki nilai-nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong.

Masing-masing nilai ditunjukkan keteladanannya oleh tiga tokoh proklamasi. Mereka adalah Mohammad Hatta yang memperlihatkan integritas, Ki Hajar Dewantara yang mencerminkan etos kerja, dan Soekarno yang mencetuskan gotong royong.

Integritas Mohammad Hatta

Integritas adalah kesesuaian antara yang dikatakan dan diperbuat. Contohnya berkata dan berlaku jujur, dapat dipercaya, serta berpegang teguh dengan kebenaran moral dan etika. Mohammad Hatta atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Bung Hatta, merupakan salah satu tokoh yang menggambarkan integritas bangsa Indonesia.

Integritas Bung Hatta terlihat saat menyimpan rahasia tentang kebijakan sanering (pemotongan nilai mata uang) pada Agustus 1959. Saat itu Bung Hatta menyimpan rapat rahasia tersebut, termasuk dari keluarganya.

Kebijakan sanering yang diterapkan Indonesia saat itu adalah memotong nilai mata uang, contohnya dari Rp 500 menjadi Rp 50, dan Rp 1.000 menjadi Rp 100. Itu dilakukan untuk menangani laju inflasi yang terus menerpa Indonesia hingga awal tahun 1960-an.

Sang istri pun tidak diberi tahu oleh Bung Hatta terkait kebijakan ini. Namun akhirnya terkuak ketika hendak membeli mesin jahit, yang akhirnya dibatalkan. Saat itu, Bung Hatta berkata pada istrinya,

"Kepentingan negara tidak ada sangkut pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga. Rahasia negara adalah tetap rahasia. Sungguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit demi kepentingan seluruh negara. Kita coba nabung lagi, ya."

Contoh lainnya, Bung Hatta pernah mengembalikan sisa dana non-bujeter ke negara, sebesar Rp 6 juta. Dana itu adalah sisa dari keperluan operasional dirinya selama menjabat wakil presiden Republik Indonesia. Jumlah yang sangat besar di masa kepemimpinannya, tapi ditolaknya. Ia mengembalikan seluruh uang itu ke negara.

Bung Hatta dalam kesehariannya juga selalu menganut pepatah Jerman, yang bermakna "sikap manusia sepadan dengan caranya mendapat makan."

Etos kerja Ki Hajar Dewantara

Etos kerja merupakan berorientasi pada hasil terbaik, bersemangat tinggi, optimis dan selalu kreatif, inovatif, serta produktif. Contoh etos kerja yang patut diteladani dari para pendiri bangsa ini, adalah etos kerja Ki Hajar Dewantara.

Sebagai Bapak Pendidikan Nasional, sosok yang menanggalkan gelar kebangsawanannya di usia 40 tahun ini memiliki visi "Sesaat pun aku tidak pernah mengkhianati Tanah Air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkoprup kekayaan negara." Sebuah etos kerja luar biasa dari pria kelahiran 2 Mei 1889 ini.

Ki Hajar Dewantara pernah diasingkan ke Belanda, tapi tetap bersemangat tinggi mendalami masalah pendidikan dan pengajaran Europeesche Akte, yang memungkinkan dirinya mendirikan sekolah. Hasilnya, inovasi Ki Hajar Dewantara ditandai dengan lahirnya Taman Siswa ketika pulang ke Tanah Air di tahun 1922, setelah sebelumnya ia bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1912.

Beliau merupakan orang yang sangat aktif di bidang jurnalistik. Ki Hajar Dewantara pernah berkarya di berbagai media seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

View this post on Instagram

[Infografis] Etos Kerja Sang Tokoh Karismatik, Ki Hajar Dewantara -- Setiap pekerjaan yang dilakukannya selalu sepenuh hati sehingga menghasilkan hasil yang terbaik. Puncak dari etos kerja dan produktivitasnya adalah saat Ia membuat sebuah sekolah yang diberi nama Taman Siswa. Sekolah itu bertujuan untuk mendidik seluruh kalangan masyarakat di zaman penjajahan. . Ia juga memiliki semboyan legendaris bagi generasi penerusnya untuk menatap masa depan bangsa. “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani,” artinya yang berposisi di depan harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik. Sementara yang di tengah harus menciptakan prakarsa dan harus bisa memberikan dorongan. Kemudian yang berada di belakang harus menjadi pengarah yang baik. . Simak terus infografis tentang #KarakterdanWawasanKebangsaan. . Cek link on bio, untuk membantu kami mengisi survei tentang karakter dan wawasan kebangsaan. Akan ada 10 hadiah menarik bagi Kawan GNFI yang beruntung . . #InfografisGNFI #KarakterdanWawasanKebangsaan

A post shared by Good News From Indonesia (@gnfi) on

Gotong royong Soekarno

Konsep Karakter dan Wawasan Kebangsaan yang ketiga adalah gotong royong yang dicetuskan oleh presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Beliau menerangkan, gotong royong adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari "kekeluargaan". Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan ketringat bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua.

Pria kelahiran Surabaya ini juga menjelaskan, gotong royong adalah inti dari ideologi Pancasila, seperti yang beliau sampaikan pada pidatonya tentang Pancasila di tanggal 1 Juni 1945.

Salah satu contoh gotong royong di Indonesia adalah tradisi Mappalette Bola di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh Suku Bugis. Tradisi ini unik karena memindahkan rumah dari lokasi lama ke lokasi baru. Caranya dengan mengangkat rumah bersama-sama yang dilakukan oleh para pria, sedangkan para wanita menyiapkan hidangan untuk mengisi energi para pengangkat rumah.

BACA JUGA: Tradisi Mappalette Bola, Pindah Rumah yang Sebenarnya

Dengan mengutamakan ketiga Konsep Karakter dan Wawasan Kebangsaan tersebut di kehidupan sehari-hari, bangsa Indonesia dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Sudahkah Kawan GNFI melakukannya?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini