Di Kotanya Pecel Lele, tapi Tidak Boleh Makan Lele

Di Kotanya Pecel Lele, tapi Tidak Boleh Makan Lele
info gambar utama

Kenalkah kalian dengan Kabupaten Lamongan?

Atau mungkin mengenal Persela? Tahu campur? Nasi Boran?

Ya, dua hal di atas adalah hal yang identik dan dikenal oleh masyarakat soal Kabupaten Lamongan. Kabupaten yang berbatasan dengan Laut Jawa Utara, dengan luas 1.782 km2 dan jumlah penduduk 1.212 juta (data tahun 2014).

Kalau kalian pernah datang ke Lamongan dan menemukan patung Bandeng & Lele di beberapa jalan, jangan heran karena itu adalah lambang dari Kabupaten Lamongan. Lambang Lamongan sendiri memiliki Sembilan unsur yang memiliki maknanya masing-masing.

  1. Bentuk segilima sama sisi melambangkan dasar negara Pancasila,
  2. Bintang bersudut lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
  3. Keris melambangkan kewaspadaan dan menandakan sejarah panjang Lamongan,
  4. Bukit atau gunung tidak berapi melambangkan Lamongan memiliki daerah pegunungan yang mengandung bahan untuk pembangunan seperti adanya Gunung Mas Lamongan yang merupakan bukit kapur.
  5. Ikan Lele melambangkan sikap hidup ulet tahan menderita, sabar tetapi ulet, dan bila diganggu akan berbahaya menyerang dengan senjata patilnya.
  6. Ikan Bandeng melambangkan potensi komoditi Lamongan,
  7. Air beriak di dalam tempayan melambangkan bahwa air selalu menjadi masalah, di musim hujan terlalu banyak air sedangkan di musim kemarau kekurangan air.
  8. Tempayan Batu melambangkan tempat air bersih yang dapat diambil oleh siapapun yang memerlukan.
  9. Padi dan kapas melambangkan kemakmuran rakyat dalm arti kecukupan pangan, sandang, dan lain-lain.

Kabupaten Lamongan dan ikan lele seolah menjadi dua hal yang tak terpisahkan, selain masuk sebagai lambang kabupaten, ikan lele juga memiliki sejarah dan mitosnya sendiri.

Mitos tersebut terkait dengan larangan bahwa warga Lamongan asli dilarang mengonsumsi dan berurusan dengan ikan Lele. Mari kita mengulik mitos ikan lele di Kabupaten Lamongan tersebut.

Bandeng & Lele Lambang Kabupaten Lamongan | Sumber: wikipedia.id

Mitos ikan Lele tersebut sangat kuat di desa Medang, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan. Cerita mengenai lele ini memiliki versi yang berbeda-beda tulisan ini berdasarkan cerita yang penulis dengar dari orang tua dan salah satu sumber yang melakukan penelitian skripsinya di desa Medang.

Terkait mitos tersebut didapatkan cerita bahwa pada zaman kerajaan di tanah Jawa ada seorang Nyi Lurah yang meminjam keris salah seorang Waliyullah atau sunan yang dikenal sebagai Sunan Giri. Nyi Lurah tersebut meminjam keris kepada Sunan Giri guna mencegah adanya ontran-ontran atau kerusuhan wilayah sekitar Bojonegoro. Sunan Giri meminjamkan keris tersebut dengan syarat bahwa keris tidak boleh digunakan untuk berbuat kekerasan dan harus dikembalikan kepada beliau secara langsung setelah tujuh purnama.

Tujuan Nyi Lurah untuk mencegah kerusuhan tersebut berhasil tetapi apakah keris tersebut dikembalikan oleh Nyi Lurah? Tidak, ia belum juga mengembalikan keris tersebut. Sunan Giri merasa khawatir kalau-kalau keris tersebut digunakan untuk hal yang tidak baik alias disalah gunakan. Sunan Giri pun mengutus salah satu muridnya untuk menemui Nyai Lurah. Murid Sunan Giri tersebut bernama Boyopati.

Kedatangan Boyopati lantas tidak membuat Nyi Lurah mau untuk mengembalikan keris pusaka tersebut. Nyi Lurah sangat bersikeras untuk tidak mengembalikan keris. hingga akhirnya Boyopati memiliki rencana untuk mengambil keris secara diam-diam.

Boyopati memasuki rumah Nyi Lurah dan berhasil mengambilnya. Sayang sekali, Nyi Lurah cepat menyadari hilangnya keris pusaka tersebut dan memanggil warga desa untuk mengejar Boyopati.

Kejar-kejaran berlangsung sangat panjang tersebut hingga memasuki daerah Lamongan. Di sekitar daerah Babat-Pucuk, Boyopati terpojok di sebuah pohon asam besar tetapi berhasil mengatasi. Hingga akhirnya dalam perjalanan Boyopati menemukan sebuah kolam yang berisi ikan lele, karena sudah merasa terpojok Boyopati pun berdoa kepada Allah dengan tekad beliau menyeburkan diri ke kolam ikan lele.

Warga yang mengejar sudah sampai dekat kolam ikan dan tidak menemukan Boyopati. Sempat salah satu warga curiga bahwa Boyopati masuk ke dalam kolam ikan lele. Tetapi banyak warga yang sangsi dengan kecurigaan tersebut karena ikan lele sangatlah berbahaya. Patil yang dimiliki ikan lele bisa melukai seseorang apalagi dengan banyaknya ikan lele yang ada di kolam tersebut.

Kerumunan warga pun menyerah dan kembali ke rumah masing-masing. Boyopati kemudian keluar dari kolam tersebut dan sangat bersyukur atas perlindungan-Nya. Sejak saat itu Boyopati bersumpah bahwa keturunannya tidak akan memakan ikan lele yang telah melindungi dirinya dari bahaya.

Dari cerita tersebutlah mitos berkembang di masyarakat. Masyarakat yang sangat mempercayai mitos dan memaksakan diri untuk mengonsumsi ikan lele akan mendapati kulitnya menjadi belang-belang. Warga Medang pun menghindari dan tidak mengonsumsi ikan Lele.

Salah satu warga mengaku bahwa warga tidak berani menyangkut-pautkan diri dengan ikan Lele bahkan tidak berani ditanya-tanyai soal ikan lele.

Juru kunci makam Mbah Boyopati, dikutip dari skripsi karya Triwahyuni, pun mengungkapkan bahwa ada kejadian seorang warga Madura yang menikah dengan warga desa Medang memancing dan mendapatkan ikan lele. Dia pun mengolah dan mengonsumsi ikan lele, beberapa hari kemudian pikiran dia menjadi kacau.

Warga desa lain juga mengungkapkan ketakutannya yang datang dari pikiran ketika akan mengonsumsi ikan lele. sempat mengalami gatal-gatal dan mendapatkan obat dari dokter tetapi tidak sembuh-sembuh warga tersebut mendapatkan informasi untuk melakukan nyekar ke makam Mbah Boyopati.

Warga desa Medang juga masih mempertahankan tradisi-tradisi seperti nyekar setiap jumat pon ke makam Mbah Boyopati bahkan menurut sumber, peziarah bukan hanya dari Lamongan tapi dari Gresik, Surabaya dan Jombang. Mereka yang datang adalah yang memiliki keturunan desa Medang. Jublangan atau kolam ikan persembunyian Mbah Boyopati pun dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.

Perkembangan mitos dipengaruhi dengan adanya cerita-cerita yang disampaikan oleh orang tua sejak anak-anak. Itulah menyebabkan adanya sugesti bahwa ikan Lele sangatlah keramat bagi mereka.

Walaupun adanya mitos ikan lele, uniknya warung makan pecel lele sangatlah banyak dijumpai di Lamongan bahkan ikan lele sendiri menurut data statistika Lamongan menempati urutan kelima produksi perikanan Lamongan dengan jumlah 2521 pada tahun 2017. Itu artinya warga Lamongan juga melakukan budidaya ikan lele.

Sekarang ikan lele menjadi perumpamaan warga Lamongan yang penyabar tetapi ulet dan akan menyerang dengan senjatanya jika diganggu.

Catatan Kaki: digilib.uinsby.ac.id | lamongankab.bps.go.id | portal.lamongankab.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KM
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini