Suhu Hingga Minus 7 Derajat Celcius, Mengapa Embun Beku Dieng Datang Lebih Awal?

Suhu Hingga Minus 7 Derajat Celcius, Mengapa Embun Beku Dieng Datang Lebih Awal?
info gambar utama

Tidak seperti biasanya, embun beku atau bun upas lebih dini kemunculannya di dataran tinggi Dieng, perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah. Jika tahun sebelumnya, embun beku kerap muncul pada Agustus, tetapi tahun ini maju pada bulan Juni. Padahal, kemarau belum mencapai puncaknya.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Kepala Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Slamet Budiono juga agak heran karena biasanya kemunculan embun beku yang cukup tebal dan luas pada puncak musim kemarau.

“Ada perubahan cukup nyata. Tahun lalu, misalnya, embun beku juga sering muncul, tetapi biasanya pada Juli-Agustus. Tetapi pada 2019, kemunculannya lebih cepat, pada pekan ketiga Juni. Embun beku terus menerus muncul sejak Jumat (21/6/2019) lalu dan terus menerus sampai sekarang. Bahkan, pada Senin (24/6/2019), embun upas cukup tebal. Sebelumnya, bun upas tipis sempat muncul pada 18 Mei lalu. Hanya sehari saja, namun itu biasanya menjadi tanda kemunculan embun beku pada puncak musim kemarau,”jelas Slamet seperti dikutip oleh Mongabay-Indonesia.

Seorang warga memegang es akibat suhu esktrem minus 7 derajat Celcius di kawasan Dieng, Jateng, pada Selasa (25/6/2019) pagi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Slamet mengatakan pada awal kemunculanm Jumat pekan lalu, bun upas masih relatif tipis. Warga juga mengira hanya akan muncul sehari, tetapi kenyataannya setiap hari terus menerus terjadi. Hingga pada Senin, embun beku cukup tebal dan luas. Sehingga hal itu berdampak pada tanaman kentang. “Tanaman kentang yang terkena embun beku berada di sekitar kawasan Candi Arjuna. Umurnya berkisar antara 30 hari hingga 90 hari. Kalau yang usia 90 hari, mungkin tidak terlalu berdampak, hanya memang seluruh daun pasti akan mengering,”ujarnya.

Tanaman kentang usia 90 hari hanya daunnya saja yang mengering, sementara masih dapat dipanen buahnya. Tetapi untuk kentang berumur 30-60 hari belum terlalu maksimal buahnya, bahkan ada yang belum berbuah. Sehingga dipastikan petani tidak dapat panen.

Saroji, warga setempat menambahkan berdasarkan pengalaman bertahun-tahun di Dieng, biasanya bun upas muncul secara terus menerus pada puncak musim kemarau antara Juli-Agustus. Tetapi, tahun sekarang agak lain, karena pada pekan ketiga Juni saja telah terbentuk embun beku. “Embun beku tahun ini lebih cepat munculnya dan bahkan tidak hanya sekali, melainkan beberapa hari muncul terus menerus. Bahkan, kemungkinan pada waktu-waktu mendatang akan kembali ada terutama ketika memasuki puncak musim kemarau,”jelasnya Saroji.

ondisi tanaman yang diselimuti embun beku (bun upas) di kawasan Dieng, Jateng,pada Selasa (25/6/2019) pagi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Embun beku hanya muncul di sekitar kawasan Candi Arjuna dan sekitarnya. Selama ini, fenomena bun upas biasa terjadi di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara dan Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Wonosobo. Meski di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), tetapi kawasan itu berupa cekungan.

Kepala Stasiun Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengungkapkan kemunculan embun beku pada Senin (24/6/2019) pagi akibat suhu ekstrem yang terjadi di kawasan Dieng. “Suhu di permukaan tanah mencapai minus 10 derajat Celcius. Karena suhu di bawah titik beku itulah, maka embun yang menempel di rerumputan, tanaman kentang maupun, tanaman lain maupun di mana saja berubah menjadi es. Umumnya, embun beku terbentuk di sekitar kawasan candi, karena merupakan wilayah yang cenderung landai dan cekung yang merupakan tempat berkumpulnya embun,”jelasnya.

Terbentuknya es dari embun yang membeku biasanya terjadi pada tengah malam. Selain suhu yang dinginnya ekstrem, pada saat proses kondensasi, udara cenderung stabil. Apalagi, di wilayah cekungan, udara lebih stabil lagi, sehingga proses cairnya es lebih lama. “Biasanya, embun beku akan mencair ketika pagi hari dan menjelang siang, pada saat sinar matahari mulai muncul dan suhu menghangat,”katanya.

Setyoajie mengatakan dalam beberapa waktu terakhir, suhu di Dieng relatif lebih dingin, karena telah memasuki musim kemarau. “Suhu menjadi lebih dingin, bahkan ekstrem karena kandungan uap di atmosfer cukup sedikit. Hal ini terlihat dari tutupan awan yang tidak signifikan. Secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas. Sehingga, rendahnya kandungan uap air di atmosfer ini menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer. Energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di lapisan dekat permukaan bumi tak signifikan. Hal inilah yang menyebabkan suhu dingin, terlabih di dataran tinggi seperti Dieng,”paparnya.

RRerumputan yang diselimuti embun beku di Dieng, Jateng, pada Selasa (25/6/2019) pagi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Secara meteorologis, suhu yang dingin terjadi karena pengaruh Moonson dingin di Australia. Tekanan udara di Australia cukup tinggi sehingga di daerah tersebut ada massa udara yang bersifat dingin dan kering. Sebaliknya, di wilayah Asia mengalami musim panas dan terdapat daerah tekanan rendah. “Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia dan rendah di Asia ini, menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia dengan membawa massa udara dingin dan kering tersebut ke Asia melewati Indonesia. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Monsoon dingin Australia,” katanya.

Massa udara dingin semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara, hampir merata di Jawa, Bali, NTB dan NTT. Faktor lokalnya adalah tutupan awan yang relatif sedikit. Pada musim kemarau, kandungan uap air di udara rendah dengan indikator rendahnya kelembaban udara. Hal inilah yang mempengaruhi semakin dinginnya suhu udara.

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Dodo Gunawan mengatakan kalau saat sekarang semakin terdeteksi peristiwa suhu di bawah 0 derajat Celcius. “Ini sebagai dampak perubahan iklim. Kejadiannya bervariasi, sesuai dengan karakter iklim atau cuacanya. Biasanya, peristiwa suhu di bawah 0 derajat Celcius akan terjadi pada musim kemarau dan masa puncaknya bulan Agustus,” katanya.

Dengan perubahan iklim yang terjadi, salah satu dampaknya adalah kisaran suhu ekstrem semakin besar. “Dampak perubahan iklim semakin nyata dengan kemunculan suhu ekstrem. Pada saat musim dingin, maka suhunya semakin dingin. Sebaliknya, pada cuaca panas, maka perubahan suhu kian panas. Begitu juga dengan curah hujan yang kian tinggi, di sisi lain musim kering semakin panjang. Itulah dampak-dampak terjadinya perubahan iklim,”paparnya.

Khusus di Dieng, mungkinkah embun beku masih akan muncul lagi?

Hampir semuanya mengatakan kemungkinan besar masih akan muncul lagi. Apalagi saat sekarang belum memasuki puncak musim kemarau. Bagi petani kentang, embun beku menjadi momok menakutkan karena tanaman kentang bakal mati. Namun, fenomena embun beku yang penampakannya seperti salju menjadi magnet bagi wisatawan untuk datang melihatnya di kawasan Dieng.

Artikel ini adalah republish dari website Mongabay Indonesia www.mongabay.co.id berdasar MOU GNFI dengan Mongabay Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini