Sistem penanggalan ternyata tidak hanya dimiliki oleh bangsa cina atau negara lain, Indonesia - khususnya Jawa - juga memiliki sistem penanggalan yang dikaitkan dengan ativitas pertanian.
Sistem kalender tersebut digunakan untuk kepentingan bercocok tanam atau juga menangkap ikan. Kalender Pranata Mangsa ini memiliki sistem dan dibuat berdasarkan pada peredaran Matahari.
Siklus yang dimiliki oleh kalender ini yaitu setahun dengan periode 365 atau 366 hari. Penanggalan ini memiliki pedoman untuk membaca gejala alam yang akan bermanfaat untuk kegiatan pertanian, persiapan menghadapi bencana (seperti : kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir).
Para Petani dan Nelayan
Sistem penanggalan Pranata mangsa diwariskan dari mulut ke mulut. Kalender ini juga bersifat dibatasi oleh tempat dan juga waktu, bisa dikatakan sistem penanggalan pada suatu tempat akan berbeda dan tidak berlaku di tempat lain. Contohnya penggunaan kalender ini adalah, Petani menggunakan pedoman kalender ini untuk menentukan awal masa tanam, sedangkan Nelayan menggunakannya sebagai pedoman ini untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan.
Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Masyarakat yang berada di wilayah antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu juga memiliki sistem penanggalan sendiri. Dalam setahun, sistem penanggalan ini dibagi menjadi empat musim, yaitu :
- Musim kemarau atau ketigå (88 hari)
- Musim pancaroba menjelang hujan atau labuh (95 hari)
- Musim hujan atau dalam bahasa Jawa disebut rendheng (baca [rəndhəŋ ], 95 hari)
- Pancaroba akhir musim hujan atau marèng (IPA:[marɛŋ], 86 hari)
--
Diambil dari berbagai sumber
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News