Manten Kopi, Pernah Dengar? Begini Wujudnya

Manten Kopi, Pernah Dengar? Begini Wujudnya
info gambar utama

Setiap tahun De Karanganjar Koffieplantage, juga dikenal sebagai Pabrik Kopi Karanganjar, menyambut musim panen dengan ritual bernama manten kopi.

"Ritual ini merupakan cara bagaimana kami menunjukkan rasa terima kasih kami untuk musim panen dan juga doa untuk panen yang melimpah, sehingga manajemen, staf, dan penduduk setempat dapat memperoleh manfaatnya,” kata Wima Bramantya, direktur PT Harta Mulia, bisnis keluarga yang memiliki perkebunan.

Didirikan pada tahun 1874, perusahaan ini telah menjalankan pabrik sejak tahun 1960.

Salah seorang pegawai yang mengenakan luri saat mengambil biji kopi sebagai bagian prosesi | Foto: Asip Hasani / Jakarta Post
info gambar

Prosesi tersebut dilakukan oleh puluhan karyawan Pabrik Kopi Karanganjar pada 22 Juni kemarin ketika mereka berjalan dari sebuah paviliun di jantung kompleks pabrik ke pohon kopi terbaik di perkebunan. Setiap peserta mengenakan pakaian tradisional Jawa; sebuah kebaya untuk wanita dan luri (atasan tradisional bergaris), jarik (batik Jawa, biasanya berwarna coklat), dan blangkon untuk pria.

Sepanjang perjalanan mereka hampir 1 kilometer, rombongan dipimpin oleh seorang wanita dan dua pria. Wanita itu memegang kain putih yang dilipat di atas nampan, sementara para pria membawa persembahan dalam bentuk ayam goreng dan pisang. Perjalanan selanjutnya dimeriahkan oleh musik jaran kepan yang meriah yang dimainkan oleh musisi yang mengikuti grup.

Persembahan yang disiapkan | Foto: Asip Hasani / Jakarta Post
info gambar

Ketika mereka tiba di pohon kopi terbaik tersebut, beberapa cabang dipilih dengan hati-hati dan diletakkan di atas kain putih yang dibawa oleh wanita di depan. Beberapa cabang memiliki kopi lanang (jantan) dan kopi wadhon (betina), yang disatukan di atas kain sebagai pasangan. Setelah itu, mereka meletakkan persembahan di kaki pohon yang dipilih.

Prosesi dilanjutkan dengan kembali ke pabrik dengan kopi lanang dan kopi wadhon. Di paviliun, Wima menunggu untuk menerima kopi.

Wima percaya pada pentingnya ritual, dengan menyatakan, "Ini adalah tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi di antara penduduk setempat di sekitar perkebunan kopi untuk menyambut kedatangan panen. Manajemen perkebunan kami berupaya melestarikan bagian dari warisan kami ini.”

Ia menambahkan bahwa ia juga berharap ritual itu akan menarik pengunjung ke pabrik dan perkebunan kopi tersebut.


Catatan kaki: Jakarta Post

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini