Gula 'Saka' Khas Nagari Lawang: Pakai Tenaga Kerbau hingga Obyek Wisata

Gula 'Saka' Khas Nagari Lawang: Pakai Tenaga Kerbau hingga Obyek Wisata
info gambar utama

Ketika mendengar kata gula, saya langsung ingat ibu sering meminta saya membelinya di toko depan rumah saat kecil. Cukup melelahkan bagi saya saat itu. Kalau sekarang, sih, cukup berbelanja bulanan lewat aplikasi sambil leyeh-leyeh.

Namun saya baru menyadari satu hal lagi dari Indonesia, bahwa teknologi yang berkembang pesat tidak dapat menyingkirkan budaya yang kaya di negeri ini. Saya justru terbantu dengan teknologi untuk mengetahui apa yang Indonesia miliki selama ini.

Salah satunya tempat penggilingan tebu tradisional yang terletak di Nagari Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatra Barat ini. Daerah ini sejak dulu dikenal sebagai penghasil tebu dan gula merah. Masyarakat sekitar menyebut gula merah dengan sebutan 'saka tabu'.

Puncak Lawang di Kabupaten Agam | Sumber: Explore Wisata
info gambar

Menggiling tebu dengan tenaga kerbau

Masyarakat sekitar di Nagari Lawang telah memproduksi gula merah sejak zaman kolonial Belanda di tahun 1940-an. Gula ini yang kemudian dikumpulkan dan diekspor ke negara-negara Eropa.

Dilansir dari Prokabar, Masli Amir Datuk Panghulu Sati, merupakan salah satu dari banyak penduduk Nagari Lawang yang memproduksi gula merah. Menurutnya ia telah meneruskan usaha ini dari generasi ke generasi sejak tahun 1970.

Menurut yang ditulis dalam Info Publik, bahwa Asrul, pemilik Kilang Tebu Tradisional Ni Des ini lebih memilih menggunakan tenaga kerbau untuk menggiling tebunya. Menurutnya, hasil yang didapatkan lebih baik dibanding menggunakan mesin penggiling.

Meskipun proses pembuatan memakan waktu lebih lama, namun hasil gula "saka" ini lebih enak dan harum. Selain itu wisatawan sering mengunjungi tempat produksi karena dianggap unik dan menarik.

Ramai dikunjungi wisatawan | Sumber: YouTube
info gambar

Dinas Pariwisata Agam memberi rekomendasi para produsen gula merah untuk memindahkan lokasi produksinya ke Puncak Lawang. Ini disebabkan karena banyaknya keluhan dari produsen gula yang mendapatkan pendapatan yang minim.

Setelah dipindah ke dekat Puncak Lawang, Kecamatan Matur, tempat produksi gula merah banyak dikunjungi oleh wisatawan. Efeknya, memberikan peningkatan pendapatan pada produsen, karena wisatawan dapat membeli gula merah ini langsung di tempat produksinya, tidak perlu jauh-jauh ke pasar.

Proses pembuatan gula merah

Sebelum gula merah dapat dijual, proses pembuatannya cukup lama. Tebu-tebu yang telah dikumpulkan harus diperas dengan tenaga kerbau sampai semua air tebu keluar.

Sebelum proses penggilingan berlangsung, mata kerbau ditutup dengan tempurung kelapa yang diikat dengan kain. Tujuannya adalah kerbau tetap patuh dan berjalan berputar secara terus- menerus.

Proses menggiling ini kurang lebih selama tiga jam. Air tebu yang sudah dikumpulkan dalam wadah kemudian dimasak hingga mengental. Proses memasak ini membutuhkan waktu dua jam.

Proses memasak air tebu | Sumber: Pasbana.com
info gambar

Air tebu yang mengental kemudian dimasukkan dalam cetakan kayu dan didiamkan hingga mengeras menjadi gula merah. Gula ini kemudian dikemas dan siap dijual, baik didistribusikan ke pasar maupun langsung kepada wisatawan yang datang.

Keunikan dan semangat mempertahankan tradisi inilah yang membuat Indonesia kaya, meskipun sudah terjadi perkembangan teknologi mesin dan industri yang merajalela.

Catatan kaki: kaba12.com | Prokabar.id | Infopublik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NG
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini