Komang Sudiarta, Pahlawan Lokal Pulau Dewata

Komang Sudiarta, Pahlawan Lokal Pulau Dewata
info gambar utama

Sampah membuat setiap orang gundah, sehingga tak dapat dipungkiri masalah ini harus segera diakhiri. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI meyatakan laut Indonesia dengan luas lebih dari 250 juta km persegi tercemar. Plastik menjadi sampah yang paling mendominasi, yakni 1,29 juta metrik ton per tahun.

Beruntung, masih banyak orang yang mengambil tindakan agar membawa perubahan, salah satunya Komang Sudiarta. Pria berusia 53 tahun dan akrab disapa Om Bemo ini adalah pendiri Komunitas Malu Dong yang berbasis di Bali.

Komang Sudiarta | Foto: Dok. Komang Sudiarta
info gambar

Sekumpulan orang di dalamnya adalah mereka yang peduli lingkungan dengan memerangi sampah. Nama ‘Malu Dong’ dipakai sebagai bentuk perasaan bahkan ekspresi yang sesuai bila kita melihat atau membuang sampah sembarangan.

Komang merasakan itu, ia merasa malu saat tiba di tanah air sepulang dari luar negeri. Ia melihat banyak sampah berserakan akibat kebiasaan membuang sampah sembarangan. Sejak saat itu, Komang kerap memungut sampah di setiap tempat yang dikunjunginya.

Sadar bahwa sikapnya membawa perubahan besar, ia mulai mendirikan Komunitas Malu Dong pada 22 April 2009, bertepatan dengan hari bumi. Selain namanya yang unik sehingga mudah diingat, logonya pun menarik yakni simbol wajah dengan ekspresi malu.

Komang selalu membawa bendera dengan logo Malu Dong sembari melakukan gerakan positifnya. Sayang, usahanya tidak selalu berjalan mulus, beberapa orang mencemooh bahkan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) justru pergi dan menghentikan dukungannya.

Komunitas Malu Dong | Foto: Dok. Komang Sudiarta
info gambar

Lalu berkat konsistensinya, pada 23 April 2016 Komunitas Malu Dong secara resmi diluncurkan dan diperkenalkan kepada publik. Komang menyatakan bahwa saat ini anggota Komunitas Malu Dong hampir ada di setiap sekolah dan universitas sehingga terdapat 10.000 orang yang bergabung.

Membersihkan sampah di Pantai Mertasari, Sanur menjadi agenda rutin tiap Minggu sore. Sampah yang paling banyak dikumpulkan selain sampah plastik sekali pakai, adalah puntung rokok yang juga merupakan sampah plastik.

Puntung rokok tersusun dari senyawa kimia bernama Sellulosa asetat yang merupakan bahan sintetis. Meski serupa dengan kapas, puntung rokok baru dapat terurai selama 20 tahun.

Salah satu tujuan Komunitas Malu Dong ingin mengedukasi masyarakat supaya lebih bertanggung jawab dan bijak dalam merokok dengan tidak membuang sampahnya sembarangan. Apalagi di pesisir pantai Bali yang terkenal indah.

Minggu (26/5) komunitas ini melakukan gebrakan dengan memasang 10 asbak raksasa sebanyak 10 titik di pesisir pantai wilayah Denpasar. Titik awal berada di Pantai Padang Galak, tiga titik di Pantai Matahari Terbit, Pantai Segara, Pantai Karang, Pantai Semawang, Pantai Sindu, dan dua titik di Pantai Mertasari.

Komang menceritakan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk protes terhadap puntung rokok yang sudah terkumpul selama enam tahun dan tidak ada yang bertanggung jawab atau menindaklanjuti.

Usaha tidak pernah mengkhianati hasil, akhirnya pemerintah dan perusahaan rokok turut berkontribusi dengan menyiapkan asbak tersebut dan menentukan titik peletakannya. Ia juga membutuhkan peran media untuk menyosialisasikan, agar masyarakat tidak merokok sembarangan.

Komunitas Malu Dong kerap menjadi narasumber di beberapa universitas atau kegiatan seperti bakti sosial. Dalam waktu dekat ini akan menjadi pengisi kegiatan edukasi yang diadakan oleh Sekolah Monarch Bali dan persiapan untuk Malu Dong Festival. Tertarik untuk datang?

Sumber: femina.co.id | balebengong.id | bali.tribunnews.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NC
YF
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini