Untuk Presiden 2019-2024: Mem-Branding Indonesia

Untuk Presiden 2019-2024: Mem-Branding Indonesia
info gambar utama

Di sebuah sore di sebuah toko buku, di New York, AS.

"Hello, where're you from?" tanya seorang pembeli buku, sama seperti saya. "Indonesia" Jawab saya. Dia tercenung sebentar. Baru kemudian merespon "Ohhh...Indonesia, near Singapore ya". Saya cukup yakin, Indonesia bukanlah negara yang begitu dikenal di AS.

Ketika saya di Inggris, ada satu kuis dengan peserta 3 orang, masing-masing peserta disebutkan 1 nama negara, dan peserta tersebut harus menyebut 3 hal tentang negara tersebut. Kok ya kebetulan soal yang diberikan adalah tentang Indonesia. Waktu 10 detik, tak mampu membuat seorang peserta menyebutkan 3 hal tentang Indonesia. Berbeda dengan 2 peserta lain yang dengan tangkas menyebutkan masing-masing 3 hal tentang Selandia Baru dan Jepang.

Nah, mulai menarik.

Apa yang terlintas di benak kita ketika nama New Zealand disebut? Mungkin jawabannya bisa beragam, akan tetapi mungkin tidak jauh-jauh dari alam yang indah, padang rumput yang penuh sapi dan biri-biri gemuk, air terjun, olahraga extreme, dan lain2. Maka ketika slogan New Zealand adalah “100% New Zealand”, semua orang akan kemudian yakin, ”ah…ini adalah produk New Zealand, dijamin menyehatkan” dan hal semacam itu.

Lalu bagaimana dengan Jerman? Bisa jadi, benak kita langsung terlintas mesin mesin yang hebat dan canggih, mobil-mobil yang mewah dan kencang, serta teknologi mutakhir yang dijamin kualitasnya. Kita tidak perlu pikir panjang atau ragu-ragu jika suatu produk adalah Made in Germany.

Tetangga-tetangga kita juga mati-matian membangun branding. Australia termasuk yang paling sukses. Ketika nama Australia disebut, orang biasanya akan terlintas sebuah petualangan dan penjelajahan, rumah-rumah besar dengan halaman yang luas, great barrier reefs, mobil-mobil ‘outback’, celana pendek petualang, dan semacam itu. Singapura, tentu saja sudah sangat berhasil. Negeri kecil itu selalu bertengger di peringkat atas dalam inovasi, teknologi, kebersihan, dan banyak lagi.

Bisa jadi, itulah national branding mereka, yang mereka develop selama bertahun tahun. Nation brand adalah persepsi umum dari sebuah negara yang meliputi berbagai hal terkait dengan kompetensi nasional negara bersangkutan. Nation branding merupakan usaha untuk mengubah gambaran atau citra dan juga identitas suatu negara menjadi lebih baik dan untuk mendapatkan hasil reputasi yang baik pula. Nation branding termasuk salah satu bentuk nyata public diplomacy karena bertujuan untuk mengkomunikasikan nama dan identitas sebuah negara untuk membangun reputasi.

Di sisi lain, ada banyak juga negara yang belum berhasil membranding bangsanya secara positif. Bangladesh, Pakistan, Filipina, mungkin termasuk di dalamnya. Banyk orang yang masih mengasosiasikan Bangladesh, dengan kereta api tua yang penuh sesak, jorok, dengan orang-orang yang berpakaian lusuh, jalan-jalan yang semrawut, kabel-kabel listrik yang terjuntai tak teratur, orang-orang yang tidak tersenyum, dan lain-lain. Srilanka pun hampir sama. Sementara Filipina, negeri yang sebenarnya “pernah” (sangat) maju pada 1960-an, akan diasosiasikan dengan sampah yang menggunung di Manila, atau pemberontakan berdarah di selatan.

Sri Lanka | Journey Era
info gambar

Yang menarik adalah Sri Lanka. Negeri yang carut marut karena perang saudara selama 3 dekade ini, mulai menemukan pijakan dalam membranding negaranya. Yakni lewat pariwisata. Hutan-hutan primernya yang masih asri, kota-kota tuanya, juga tempat-tempat misteriusnya, plus ditambah lagi dengan perjalananan dengan kereta apinya, kita mulai dilirik dimana-mana. Dalam Best in Travel 2019 versi Lonely Planet, Sri Lanka ada di peringkat I, negara yang 'wajib kunjung".

sumber Instagram @seasia.co
info gambar

Korea Selatan jelas salah satu yang paling berhasil melalui banyak hal, dan itu dimulai dengan produk-produk elektronik dan otomotifnya, disusul produk budaya modernnya.

India juga menjadi case study yang menarik. Negeri yang punya sejarah panjang ini begitu tertolong dengan warisan budaya yang adiluhung baik fisik, maupun adat istiadat yang begitu mengakar hingga sekarang. Negeri ini punya national branding yang cukup kuat, dan dominan di Asia Selatan, meski di sisi lain banyak hal negatif yang masih menyelimutinya.

Nah, kalau kita mau runutkan, maka national branding menurut pakar nation branding, Simon Anholt, dalam membangun nation branding, ada 6 elemen yang memberikan pengaruh, yaitu berdasarkan orang-orang yang berada di negara itu sendiri (people); pariwisata (promoting tourism), budaya (culture), exporting brands (brand yang diekspor), investasi, dan kebijakan asing maupun lokal (policy) . Nation Brand Index oleh Simon Anholt

Dari semua cerita-cerita di atas, kesemuanya terhubung dengan 6 elemen versi Anholt ini.

Bagaimana dengan Indonesia? Hmmm..kita mungkin bisa sering-sering bertanya kepada kawan-kawan kita di luar negeri sana untuk bisa menangkap persepsi umum mereka terhadap negeri kita. Marilah kita berpikir bersama, dengan beberapa petunjuk dibawah ini:

  • Apakah negara kita diasosiasikan dengan makanan yang tidak enak, terkenal, dan standar hidup yang tinggi?
  • Apakah orang lain sering bisa dengan cepat menunjukkan letak negara kita di dalam peta?
  • Apakah negara kita tidak terkait dengan negative stereotype dan prasangka buruk?
  • Apakah orang-orang dari negara kita disukai?
  • Apakah orang lain tidak mengenali bendera negara kita?
  • Apakah produk-produk dari negara kita dipersepsikan sebagai top class dan berkualitas baik?
  • Apakah kita bisa bepergian ke banyak negara tanpa menggunakan visa kunjungan?

Ketika saya minta pendapat dari seorang teman saya dari Thailand, ia juga bingung memberikan branding buat Indonesia. Karena begitu besar dan beragamnya Indonesia, maka sulit mencari satu branding yang paling pas. Saya rasa yang paling pas adalah bahwa ketika orang menyebut Indonesia, yang terlintas adalah pulau-pulau dengan pantai pasir putih, produk perkebunan dan pertanian yang berkualitas tinggi, dan disukai, orang-orang yang selalu tersenyum, pohon-pohon kelapa, makanan-makanan tradisional yang selain menggoda juga ‘ngangenin’, kebun-kebun rindang, pedesaan dan pematang sawah yang hijau. Tak ada yang seperti Indonesia.

Bagaimana menurut anda?

---

Referensi:

Roy, I. S. (2007). Worlds apart: Nation-branding on the National Geographic Channel. Media, Culture & Society, 29

Nye, J. S. (2004). Soft power: The means to success in world politics. New York: Public Affairs.

Boninnine. “Nge - Branding Indonesia.” Mindtalk - Interest Meetup Space, www.mindtalk.com/channel/indonesia/post/nge-branding-indonesia-510495615277654139.html.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini