"Pos!"
Sewaktu saya kecil, setiap hari Minggu setelah mandi dan sarapan, saya akan menunggu suara Pak pos di teras rumah. Berharap akan berhenti sebentar, memberikan surat untuk saya.
Perasaan senang selagi membuka amplop surat tidak bisa saya lupakan hingga kini. Membaca kalimat pertama saja sudah ketawa-ketawa sendiri. Padahal saya tidak pernah sekalipun bertemu dengan sang penulis surat ini.
"Halo, maaf, ya, baru bisa balas suratmu!" yang diakhiri dengan pantun wajib "Empat kali empat sama dengan enam belas. Sempat tak sempat harus dibalas!"
Teman-teman yang belum merasakan mudahnya teknologi komunikasi saat itu pasti juga familiar dengan perasaan ini. Penasaran dan gelisah menunggu balasan datang yang bisa satu minggu hingga berbulan-bulan lamanya.
Inilah yang disebut dengan sahabat pena. Menurut definisi dalam kamus Cambridge, disebut juga dengan pen pal, yaitu seseorang yang diajak untuk saling bertukar surat sebagai bentuk hobi dan hiburan.
Biasanya hal ini dilakukan dengan orang yang belum dikenal dan tinggal jauh di luar kota atau luar negeri, sehingga kita juga hanya bisa menebak-nebak rupa dan karakter dari sahabat pena kita.
Cerita awal sahabat pena
Menurut catatan sejarah, kegiatan surat-menyurat dengan teman sudah ada sejak tahun 1930-an. Kemudian fenomena ini berkembang dengan pesat, hingga banyak perusahaan yang membuka jasa menemukan sahabat pena.
Kemudian perusahaan Parker Pen membuka pameran di 1964/1965New York's World Fair. Pameran ini dibuat untuk menunjukkan berbagai inovasi yang dilakukan di Amerika.
Saat itu Parker Pen menciptakan teknologi komputerisasi untuk mencocokkan karakter dan hobi masing-masing penulis surat agar bisa menjadi sahabat pena. Teknologi ini kemudian dihentikan oleh sang pemilik perusahaan, yaitu Parker Pen sendiri di tahun 1967.
Sahabat pena di Indonesia
Pos Indonesia menjadi salah satu teman berjasa dalam perjalanan kisah sahabat pena. Sejak era tahun 1970 hingga 1990-an, fenomena surat-menyurat dengan orang yang belum dikenal ini terkenal di kalangan remaja dan anak-anak.
Remaja di Indonesia menggunakan berbagai cara untuk menyebarkan nama dan alamat agar bisa mendapat banyak sahabat pena. Mulai dari mengirim pesan ke radio hingga menyewa kolom iklan di koran dan majalah.
Pos Indonesia kemudian menerbitkan majalah Sahabat Pena di tahun 1970. Tujuan diterbitkannya majalah ini untuk mengembangkan pengetahuan generasi muda.
Namun bagian utama majalah ini adalah sarana untuk para remaja di Indonesia mencari dan menemukan sahabat pena. Bahkan hingga saat ini majalah ini masih terbit di sekitar provinsi Jawa Barat dan untuk pelanggan terdaftar via pos.
Sahabat pena masa kini
Perkembangan teknologi komunikasi sempat menghilangkan fenomena sahabat pena. Berkat mudah dan cepatnya proses pengiriman informasi yang bersifat digital, bahkan kantor pos pun sudah jarang disinggahi.
Namun kini fenomena pen pal dikenalkan kembali pada anak muda di Indonesia. Proses pencarian sahabat pena dilakukan menggunakan media sosial, seperti Instagram dan Twitter.
Kemudian selain surat, kita bisa mengirimkan benda-benda lain sesuai kemauan kita. Mulai dari CD berisi daftar lagu favorit, gambar, foto, hingga rol film.
Kembalinya tren sahabat pena ini selain mengajak untuk bernostalgia, juga memberikan suasana baru bagi anak muda Indonesia dalam menemukan teman dan berkomunikasi.
Meskipun saya tidak lagi dapat "berbicara" dengan sahabat pena saya saat kecil, namun kini saya dapat mengingat kembali perasaan senang yang saya rasakan dulu.
Kalau kamu?
Catatan kaki: Genpi | Kompasiana | Media of Indonesia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News