Sosok di Balik Wayang Suket yang Mendunia

Sosok di Balik Wayang Suket yang Mendunia
info gambar utama

Dari sekian banyak kebudayaan Indonesia, salah satu yang populer adalah wayang. Wayang merupakan sebuah seni pertunjukkan yang berkembang di area Jawa dan Bali.

Seni ini terpengaruh dalam kebudayaan Jawa dan Hindu yang sudah menyebar di Semenanjung Sumatra. Tahun 2003 lalu, UNESCO telah menetapkan kebudayaan ini sebagai situs warisan dengan kategori pertunjukan bayangan boneka yang tersohor di dunia.

Banyak jenis pewayangan dari berbagai daerah, seperti Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Klitik, Wayang Beber, dan Wayang Wong. Dalam pertunjukannya, wayang-wayang ini mempunyai ciri khasnya masing-masing, yakni cenderung menceritakan kisah-kisah Hindu, Buddha, Islam, dan cerita rakyat.

Lalu apa jadiya jika ada pewayangan yang dibuat dari rumput atau suket? Wayang ini pertama kali dikenalkan oleh Mbah Kasan di Purbalingga, yang berkembang puluhan tahun lalu.

Sumber: Tokopedia
info gambar

Tahun 1996, Mbah Kasan meninggal, namun warisan budaya ini diteruskan oleh cucunya, Badriyanto. Saat usianya masih remaja, Badriyanto belajar dari kakeknya untuk membuat wayang suket. Pewayangan ini awalnya dibuat untuk alat permainan atau penyampaian cerita anak-anak, khususnya di daerah Jawa.

Rumput-rumput dirangkai dan dibentuk sedemikian rupa membentuk tokoh wayang, tapi penggunaan rumput ini tidak akan bertahan lama dan akan layu. Rumput yang digunakan ini bukan sembarang rumput, namun rumput kasuran.

Rumput tersebut merupakan rumput liar yang tumbuh di sekitaran hutan dekat kecamatan Rembang. Tak mudah untuk mendapatakan rumput jenis ini, saat pemanenan butuh satu tahun sekali yang jatuh pada musim kemarau.

Apa sih yang membedakan rumput ini dengan rumput lainnya? Sejatinya rumput kasuran mempunyai bentuk yang hampir sama dengan rumput lainnya, tetapi memiliki lubang pada tengah daunnya dan tidak cepat putus.

Rumput yang digunakan dipilih sesuai ukuran. Wayang suket yang berukuran besar menggunakan batang suket yang berukuran besar juga. Dalam ukuran normal, wayang satu buah wayang suket membutuhkan 300 batah rumput kasuran.

Sebelum proses penganyaman, batang-batang rumput ini direndam dulu hingga satu jam. Proses pembuatan wayang ini ada 4 teknik, yakni anyaman sarang lebah, anyaman gedheg untuk bagian tangan, anyaman kalabangan untuk bagian kepala, dan anyaman tikaran untuk kail bagian belakang kepala.

Slamet Gundono, seniman asal Tegal yang pernah menempuh pendidikan di STSI Pedalangan yang mempopulerkan pewayangan ini. Berawal dari tawaran pekerjaan di Riau, Gundono membuat inovasi baru denga wayang rumput ini.

Sontak warga Riau dibuatnya terkagum dengan pementasan unik ini. Sejak saat itu, Gundono menyukai pementasan wayang rumput. Ia berpendapat wayang suket memiliki hubungan antara teater barat dan tradisi timur.

Gundono mengatakan bahwa ia belajar banyak dari filosofi rumput. Rumput tidak butuh banyak air dan sinar matahari, namun dapat terus tumbuh. Filosofi ini menjadi acuan Gundono sebagai perubahan kreasinya.

Ia mulai berpendapat jika kesenian tidak harus sesuai pada pola yang ada. Penampilan wayang suket ini tak hanya menampilkan tokoh dari Mahabarata atau Ramayana, namun karakter nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pertunjukannya, Ki Slamet Gundono pernah berkolaborasi dengan Elisabeth Inandiak, yang merupakan peneliti asal Prancis dalam pertunjukan lakon Cebolang dari kisah Centhini.

Menurut penelitian dari Universitas Goethe-Frankfurt, Gundono telah memberikan banyak kontribusi yang penting dalam dunia kesenian Indonesia. Slamet Gundono meninggal dunia pada 5 Januari 2010 akibat komplikasi, namun ia meninggalkan banyak warisan dalam dunia persenian, terutama perwayangan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KN
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini