Situs Watu Gong, Tersembunyi dan Penuh Sejarah

Situs Watu Gong, Tersembunyi dan Penuh Sejarah
info gambar utama

Bagi warga Malang, mungkin situs yang akan dibicarakan ini sudah mereka pahami. Begitupun dengan mahasiswa yang sedang kuliah di Malang. Pasti pernah mendengar letak situs tersebut. Bahkan sering mengunjungi lokasinya. Bukan ke dalam situsnya tapi bangunan restoran cepat saji yang berada di lokasi yang sama.

Ya, situs yang dibicarakan adalah situs Watu Gong. Letaknya di belakang restoran cepat saji yang ramai tepatnya di parkiran belakang. Situs yang juga dikenal sebagai situs Ketawanggede tersebut merupakan peninggalan dari Kerajaan Kanjuruhan.

Bangunan Situs di Belakang Restoran Cepat Saji | Sumber: Merdeka.com
info gambar

Bangunan dengan ukuran 5x5 meter ini menyimpan peninggalan bersejarah. Seperti adanya dua buah yoni tanpa lingga, umpak batu, dan beberapa batu yang mirip dengan gong gamelan.

Nah bentuk situs Watu Gong-nya sendiri adalah pendopo dengan cungkup yang melindungi artefak di dalamnya. Artefak tersebut termasuk kumpulan batu yang berbentuk gong. Batu tersebut berfungsi sebagai pelandas tiang. Selain itu fungsi lainnya adalah sebagai asrama keagamaan pada masa Kerajaan Kanjuruhan.

Ada dua lokasi yang dikenal sebagai Situs Watu Gong, yakni Tlogomas lebih tepatnya di jalan Kanjuruhan IV, No. 30, RT 004 / RW 003, dan Watu Gong di Ketawanggede belakang restoran cepat saji.

Dahulu sebelum restoran cepat saji dibangun, batu-batu purbakala tersebut ditempatkan pada dua bangunan bersebelahan. Bahkan sebelum menjadi kawasan padat penduduk, batu-batu bisa berserakan di pinggir jalan dengan jumlah yang banyak.

Rupa Situs Watugong | Sumber: Merdeka.com
info gambar

Diketahui juga bahwa dulu terdapat sebuah batu yang berbentuk lesung dengan ukuran besar memanjang.

Watu Gong memiliki sinonim yakni watu kenong juga watu bonang. Merujuk pada instrumen musik atau waditra, gamelan yang memiliki tonjolan di permukaan atas yang datar. Tonjolan tersebut kemudian digunakan sebagai pengkait tiang bangunan berpanggung yang kemungkinan terbuat dari bambu berjenis petung berdiameter lebar.

Jika benar maka waditra gong, kenong, atau bonang yang terbuat dari batu benar difungsikan sebagai umpak atau pelandas tiang dari rumah berpanggung. Hal tersebut sudah tertulis dalam buku.

Peninggalan lain yakni umpak atau pelandas tiang yang berbentuk persegi panjang dan dilapisi dengan kotak berlapis di bawahnya. Tiang kayu akan ditancapkan pada lubang persegi bagian atas artefak.

Kemudian artefak yoni. Berbentuk kubus dan pada salah satu sisinya mempunyai cerat. Yoni juga memiliki lubang yang berbentuk segi empat. Bagian bawah cerat dihiasi dengan hiasan kepala naga dengan posisi menyangga cerat yoni.

Lekukan kecil di tengah dihiasi ukiran bunga padama dan pada dinding kadang dihiasi oleh relief burung garuda. Setiap hiasan dari yoni sebagai pengubah dari air biasa menjadi air suci atau amerta.

Pada tahun 1990 jumlah artefak yang ada adalah 12 buah termasuk batu berbentuk gong. Selain itu juga adanya lantai bata merah seluas 25 x 50 meter. Bahkan pernah ditemukan pula mahkota emas pada 1950an.

Situs Watu Gong ini juga tidak lepas dari mitos dan cerita mistis. Watu Gong dianggap keramat oleh penduduk zaman dahulu. Dipercaya sebagai alat musik makhluk halus penjaga desa. Beberapa warga juga mengaku pernah mendengar suara gamelan. Namun tentunya mitos tersebut dipatahkan dengan ditemukannya fungsi dari Watu Gong.

Seiring waktu berlalu situs Watu Gong kemudian banyak berubah mulai dari jumlah artefak yang berkurang, hilang, hingga direlokasi. Saat ini artefak bisa ditemukan di Museum Mpu Purwa, sedangkan yang terletak di belakang restoran cepat saji adalah kumpulan reruntuhan candi.

Letak dari situs tersebut berada di sekitar kita bahkan di tempat yang sering didatangi. Tidak ada salahnya juga untuk ikut belajar. Jangan lupa untuk meminta izin sebelum masuk situs Watu Gong ya Kawan GNFI!

Sumber: merdeka.com| aremamedia.com | malangtimes.com | remamedia.com | jpnn.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KM
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini