Sutopo berangkat dari rumahnya setiap pagi pada pukul 6 pagi, mengayuh becaknya. Becaknya bukan merupakan becak biasa karena lelaki 71 tahun itu menyebutnya Becak Pustaka.
Pada hari Kamis Pahing (salah satu dari lima hari kalender Jawa), ia mengenakan surjan lurik (kemeja bergaris tradisional untuk pria), lengkap dengan blangkon seperti yang disarankan oleh pemerintah kota Yogyakarta.
Buku-buku berbaris rapi di rak kayu di becak berwarna merah jambu miliknya. Berbagai judul dan tema buku menarik orang untuk membaca.
Sutopo mengatakan bahwa melalui buku, dia bisa melihat dunia yang lebih luas.
"Saya juga belajar bahasa Inggris secara mandiri melalui buku," tambahnya.
Buku-buku di Becak Pustaka bebas untuk dipinjam , tanpa persyaratan apa pun.
Pagi itu, Rini dan putranya, Devan yang berusia 4 tahun, mendekati becak Sutopo, yang diparkir di pinggir jalan.
Devan ingin mengembalikan buku bergambar yang telah dia pinjam dan meminjam yang baru.
Rini sering meminjam buku bergambar untuk putranya dari perpustakaan Sutopo.
"Kebetulan Devan menyukai binatang dan di sini, kita dapat meminjam buku-buku secara gratis," katanya.
Sutopo mulai menyebarkan kebiasaan membaca setelah ia pensiun dari posisinya sebagai pegawai negeri. Dirinya seorang kutu buku, Sutopo semakin khawatir melihat generasi muda, terutama anak-anak, lebih suka bermain dengan ponsel mereka daripada membaca.
Oleh karena itu, ia menciptakan perpustakaan di atas becak karena dengan mengayuh, ia juga dapat menjaga kesehatannya.
Sutopo mendorong anak-anak untuk meningkatkan kebiasaan membaca mereka.
Mulia sekali niat baik pak Sutopo ini ya kawan, mari lebih banyak membaca!
Catatan kaki: Jakarta Post
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News